Ikhwah fillah,
Dalam pergerakan Islam, aset utamanya bukan harta, gedung-gedung yang dimiliki, ataupun pos-pos jabatan strategis yang telah diraihnya. Yang menjadi aset utama gerakan (rashidul harakah) adalah kader. Satu orang kader tidak dapat dibandingkan dengan sekian milyar dana, karena menyadarkan seseorang hingga mendapatkan hidayah adalah pekerjaan amat besar yang tidak bisa ditukar dengan materi seberapapun.
Rasulullah SAW sendiri telah memberikan kabar betapa besarnya “nilai” hidayah, hingga satu orang saja yang berhasil didakwahi, itu lebih baik dari onta merah.
فَوَاللَّهِ لأَنْ يُهْدَى بِكَ رَجُلٌ وَاحِدٌ خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ
Demi Allah, sungguh Allah memberi hidayah kepada seorang laki-laki melalui tanganmu adalah lebih baik bagimu daripada onta merah (HR. Bukhari Muslim)
Onta merah adalah harta orang Arab yang paling mahal saat itu. Sementara dalam hadits lain disebutkan “lebih baik dari dunia seisinya.”
Menyadari bahwa kita adalah aset utama dakwah
Ikhwah fillah,
Hakikat besar ini perlu disadari oleh semua kader dakwah. Bahwa dirinya adalah aset utama harakah. Kesadaran ini dengan sendirinya akan mengarahkan seorang kader untuk sungguh-sungguh menempa dirinya menjadi yang terbaik. Sebab kemajuan dakwah akan dipengaruhi oleh kemajuan kader-kader seperti dirinya. Sebab masa depan dan pencapaian dakwah akan berbanding lurus dengan kualitasnya.
Menempa diri menjadi kader-kader pilihan (rijaalul khiyariyah) merupakan keniscayaan. Dan pekerjaan besar ini bukan semata tanggung jawab struktur gerakan (tanzhim harakah), melainkan juga tanggung jawab pribadi masing-masing kader. Itulah sebabnya ada istilah tarbiyah dzatiyah yang harus secara serius dilaksanakan oleh kader dakwah.
Kader dakwah, yang dalam Al-Qur'an dicitrakan dengan gelar “rabbani” sesungguhnya menyiratkan perbaikan kualitas yang harus menjadi agenda prioritas kader sebagai aset utama gerakan (rashidul harakah).
مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ
Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku, bukan penyembah Allah.” Akan tetapi, (dia berkata) “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya." (QS. Ali Imran : 79)
terkait dengan makna rabbani ini, Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari yang dikenal dengan sebutan Imamul Mufassirin mengatakan bahwa rabbani adalah seseorang yang memenuhi beberapa kualifikasi sebagai berikut:
1. faqih, dalam arti memahami Islam dengan sangat baik
2. 'alim, dalam arti memiliki ilmu pengetahuan
3. bashir bi as-siyasah, dalam arti melek politik
4. bashir bi at-tadbir, dalam arti melek manajemen
5. qaim bi syu'uni ar-ra'iyah bimaa yuslihuhum fi dunyaahum wa diinihim, yaitu melaksanakan segala urusan rakyat yang mendatangkan kemaslahatan mereka, baik dalam urusan dunia maupun agama.
Secara da'awiyah, hamba yang rabbani akan menjadi syakhshiyyah da'iyah yang pada akhirnnya mampu menjadi murabbi dan beramal jamai, lalu bersama-sama dengan kader yang lain akan melakukan aktifitas yang tertata dengan rapi. Ia terus aktif dan bergerak dalam sebuah barisan yang kokoh, serta berkontribusi di tengah masyarakatnya.
Secara sosial, hamba yang rabbani menjadi syakhshiyyah ijtima'iyah yang memiliki keahlian, kepedulian dan menjadi tokoh di masyarakat. Ia menjadi rujukan dalam mencari solusi setiap problem di tengah masyarakat. Akhirnya, hamba yang rabbani pun dapat mengarahkan masyarakat pada pengamalan Islam yang utuh.
Selanjutnya, sampailah hamba yang rabbani menjadi syakhshiyyah dauliyah yang memiliki wawasan global, menjadi pelopor perubahan, dan menjadi negarawan. Dalam konteks sekarang, kader dakwah yang telah menjadi hamba rabbani akan menjadi politisi yang unik dan khas di dunia perpolitikan. Ia bergaul dengan para politisi yang lain, namun memiliki keistimewaan dibanding mereka. Ada visi dan misi yang diemban yang menjadi landasan geraknya. Ia menjadi orang yang kuat karena visi misi tarbiyahnya.
Tarbiyah Madal Hayah
Ikhwah fillah,
Bahwa kader adalah aset utama gerakan (rashidul harakah), maka ia harus dijaga sebaik-baiknya. Jangan sampai ada kerusakan, jangan sampai ada fluktuasi nilai, jangan sampai futur dan stagnan. Sebaliknya, seiring berjalannya waktu dan besarnya tugas dakwah, kader sebagai aset utama gerakan harus semakin tinggi nilainya, semakin dinamis dan berkualitas.
Maka tidak ada cara lain kecuali mengimplementasikan tarbiyah madal hayah; pembinaan dan pendidikan sepanjang hidup. Tarbiyah merupakan pintu gerbang bagi tegaknya aspek kekuatan umat Islam. Ia merupakan aspek pokok yang menjadi akar bagi aspek-aspek yang lain, baik itu kekuatan ekonomi, politik, hukum, sosial, maupun militer.
Allah SWT telah memerintahkan kepada umat Islam dalam surat Al-Anfal ayat 60 agar menyiapkan berbagai kekuatan secara maksimal dengan berfirman:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآَخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu} kamu menggetarkan musuh Allah, dan musuh kamu, serta orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). (QS. Al-Anfal : 60)
Kata min quwwatin pada ayat di atas berbentuk isim nakirah. Artinya, ayat tersebut mengandung perintah yang besar dan menyeluruh. Seluruh kekuatan wajib disiapkan oleh umat Islam baik pada setor ekonomi, pendidikan, sosial, ruhiyah, jasadiyah dan lain-lain. Adapun tarbiyah adalah penopang seluruh kekuatan yang harus disiapkan umat Islam. Dari tarbiyah inilah ruh dakwah yang syumul akan tumbuh berkembang menjadi pribadi muslim yang komitmen dengan Islam dan bergerak bersama Islam. Selain itu, juga tumbuh menjadi sosok panutan di tengah masyarakatnya dengan keteladanan dan kontribusi positif.
Ungkapan tokoh umat untuk menyemangati proses tarbiyah kita
Imam Syafi'i mengingatkan:
Siapa yang tidak belajar (ta'lim) pada masa mudanya maka takbirkanlah empat kali untuk kematiannya. Demi Allah, yang namanya pemuda adalah yang berilmu dan bertaqwa. Jika tidak ada keduanya maka jangan anggap dia itu ada.
Dalam risalah Hal Nahnu Qaumum 'Amaliyun Hasan Al-Banna mengatakan :
Sesungguhnya tujuan pertama gerakan dakwah adalah mentarbiyah jiwa, memperbarui spirit, dan penguatan akhlak serta menumbuhkan peran pentingnya di tengah-tengah umat. Mereka meyakini bahwa itu adalah asas pertama yang harus dibangun untuk kebangkitan umat dan bangsa.
Sedangkan Yusuf Qardhawi mengungkapkan:
Adapun tarbiyah adalah hal terpenting dan utama dalam gerakan dakwah, karena tarbiyah adalah asas perubahan, dan gelombang kebaikan serta perbaikan. Jika tida ada maka kehidupan yang islami atau merealisasikan undang-undang Islam hanyalah menjadi mimpi.
Musthofa Masyhur mengatakan:
Pribadi muslim adalah pilar bagi keluarga, masyarakat, dan negaranya. Jika tarbiyahnya kuat maka kuat pula bangunannya tersebut.
Semoga ungkapan para ulama tersebut menjadi spirit tersendiri bagi kita untuk mengoptimalkan tarbiyah setelah menyadari bahwa kita adalah aset utama gerakan (rashidul harakah).
[Referensi: Madza Ya'ni Intima'i lil Islam & Menghidupkan Suasana Tarbawi di Mihwar Muassasi]
Dalam pergerakan Islam, aset utamanya bukan harta, gedung-gedung yang dimiliki, ataupun pos-pos jabatan strategis yang telah diraihnya. Yang menjadi aset utama gerakan (rashidul harakah) adalah kader. Satu orang kader tidak dapat dibandingkan dengan sekian milyar dana, karena menyadarkan seseorang hingga mendapatkan hidayah adalah pekerjaan amat besar yang tidak bisa ditukar dengan materi seberapapun.
Rasulullah SAW sendiri telah memberikan kabar betapa besarnya “nilai” hidayah, hingga satu orang saja yang berhasil didakwahi, itu lebih baik dari onta merah.
فَوَاللَّهِ لأَنْ يُهْدَى بِكَ رَجُلٌ وَاحِدٌ خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ
Demi Allah, sungguh Allah memberi hidayah kepada seorang laki-laki melalui tanganmu adalah lebih baik bagimu daripada onta merah (HR. Bukhari Muslim)
Onta merah adalah harta orang Arab yang paling mahal saat itu. Sementara dalam hadits lain disebutkan “lebih baik dari dunia seisinya.”
Menyadari bahwa kita adalah aset utama dakwah
Ikhwah fillah,
Hakikat besar ini perlu disadari oleh semua kader dakwah. Bahwa dirinya adalah aset utama harakah. Kesadaran ini dengan sendirinya akan mengarahkan seorang kader untuk sungguh-sungguh menempa dirinya menjadi yang terbaik. Sebab kemajuan dakwah akan dipengaruhi oleh kemajuan kader-kader seperti dirinya. Sebab masa depan dan pencapaian dakwah akan berbanding lurus dengan kualitasnya.
Menempa diri menjadi kader-kader pilihan (rijaalul khiyariyah) merupakan keniscayaan. Dan pekerjaan besar ini bukan semata tanggung jawab struktur gerakan (tanzhim harakah), melainkan juga tanggung jawab pribadi masing-masing kader. Itulah sebabnya ada istilah tarbiyah dzatiyah yang harus secara serius dilaksanakan oleh kader dakwah.
Kader dakwah, yang dalam Al-Qur'an dicitrakan dengan gelar “rabbani” sesungguhnya menyiratkan perbaikan kualitas yang harus menjadi agenda prioritas kader sebagai aset utama gerakan (rashidul harakah).
مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ
Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku, bukan penyembah Allah.” Akan tetapi, (dia berkata) “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya." (QS. Ali Imran : 79)
terkait dengan makna rabbani ini, Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari yang dikenal dengan sebutan Imamul Mufassirin mengatakan bahwa rabbani adalah seseorang yang memenuhi beberapa kualifikasi sebagai berikut:
1. faqih, dalam arti memahami Islam dengan sangat baik
2. 'alim, dalam arti memiliki ilmu pengetahuan
3. bashir bi as-siyasah, dalam arti melek politik
4. bashir bi at-tadbir, dalam arti melek manajemen
5. qaim bi syu'uni ar-ra'iyah bimaa yuslihuhum fi dunyaahum wa diinihim, yaitu melaksanakan segala urusan rakyat yang mendatangkan kemaslahatan mereka, baik dalam urusan dunia maupun agama.
Secara da'awiyah, hamba yang rabbani akan menjadi syakhshiyyah da'iyah yang pada akhirnnya mampu menjadi murabbi dan beramal jamai, lalu bersama-sama dengan kader yang lain akan melakukan aktifitas yang tertata dengan rapi. Ia terus aktif dan bergerak dalam sebuah barisan yang kokoh, serta berkontribusi di tengah masyarakatnya.
Secara sosial, hamba yang rabbani menjadi syakhshiyyah ijtima'iyah yang memiliki keahlian, kepedulian dan menjadi tokoh di masyarakat. Ia menjadi rujukan dalam mencari solusi setiap problem di tengah masyarakat. Akhirnya, hamba yang rabbani pun dapat mengarahkan masyarakat pada pengamalan Islam yang utuh.
Selanjutnya, sampailah hamba yang rabbani menjadi syakhshiyyah dauliyah yang memiliki wawasan global, menjadi pelopor perubahan, dan menjadi negarawan. Dalam konteks sekarang, kader dakwah yang telah menjadi hamba rabbani akan menjadi politisi yang unik dan khas di dunia perpolitikan. Ia bergaul dengan para politisi yang lain, namun memiliki keistimewaan dibanding mereka. Ada visi dan misi yang diemban yang menjadi landasan geraknya. Ia menjadi orang yang kuat karena visi misi tarbiyahnya.
Tarbiyah Madal Hayah
Ikhwah fillah,
Bahwa kader adalah aset utama gerakan (rashidul harakah), maka ia harus dijaga sebaik-baiknya. Jangan sampai ada kerusakan, jangan sampai ada fluktuasi nilai, jangan sampai futur dan stagnan. Sebaliknya, seiring berjalannya waktu dan besarnya tugas dakwah, kader sebagai aset utama gerakan harus semakin tinggi nilainya, semakin dinamis dan berkualitas.
Maka tidak ada cara lain kecuali mengimplementasikan tarbiyah madal hayah; pembinaan dan pendidikan sepanjang hidup. Tarbiyah merupakan pintu gerbang bagi tegaknya aspek kekuatan umat Islam. Ia merupakan aspek pokok yang menjadi akar bagi aspek-aspek yang lain, baik itu kekuatan ekonomi, politik, hukum, sosial, maupun militer.
Allah SWT telah memerintahkan kepada umat Islam dalam surat Al-Anfal ayat 60 agar menyiapkan berbagai kekuatan secara maksimal dengan berfirman:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآَخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu} kamu menggetarkan musuh Allah, dan musuh kamu, serta orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). (QS. Al-Anfal : 60)
Kata min quwwatin pada ayat di atas berbentuk isim nakirah. Artinya, ayat tersebut mengandung perintah yang besar dan menyeluruh. Seluruh kekuatan wajib disiapkan oleh umat Islam baik pada setor ekonomi, pendidikan, sosial, ruhiyah, jasadiyah dan lain-lain. Adapun tarbiyah adalah penopang seluruh kekuatan yang harus disiapkan umat Islam. Dari tarbiyah inilah ruh dakwah yang syumul akan tumbuh berkembang menjadi pribadi muslim yang komitmen dengan Islam dan bergerak bersama Islam. Selain itu, juga tumbuh menjadi sosok panutan di tengah masyarakatnya dengan keteladanan dan kontribusi positif.
Ungkapan tokoh umat untuk menyemangati proses tarbiyah kita
Imam Syafi'i mengingatkan:
Siapa yang tidak belajar (ta'lim) pada masa mudanya maka takbirkanlah empat kali untuk kematiannya. Demi Allah, yang namanya pemuda adalah yang berilmu dan bertaqwa. Jika tidak ada keduanya maka jangan anggap dia itu ada.
Dalam risalah Hal Nahnu Qaumum 'Amaliyun Hasan Al-Banna mengatakan :
Sesungguhnya tujuan pertama gerakan dakwah adalah mentarbiyah jiwa, memperbarui spirit, dan penguatan akhlak serta menumbuhkan peran pentingnya di tengah-tengah umat. Mereka meyakini bahwa itu adalah asas pertama yang harus dibangun untuk kebangkitan umat dan bangsa.
Sedangkan Yusuf Qardhawi mengungkapkan:
Adapun tarbiyah adalah hal terpenting dan utama dalam gerakan dakwah, karena tarbiyah adalah asas perubahan, dan gelombang kebaikan serta perbaikan. Jika tida ada maka kehidupan yang islami atau merealisasikan undang-undang Islam hanyalah menjadi mimpi.
Musthofa Masyhur mengatakan:
Pribadi muslim adalah pilar bagi keluarga, masyarakat, dan negaranya. Jika tarbiyahnya kuat maka kuat pula bangunannya tersebut.
Semoga ungkapan para ulama tersebut menjadi spirit tersendiri bagi kita untuk mengoptimalkan tarbiyah setelah menyadari bahwa kita adalah aset utama gerakan (rashidul harakah).
[Referensi: Madza Ya'ni Intima'i lil Islam & Menghidupkan Suasana Tarbawi di Mihwar Muassasi]
http://www.bersamadakwah.com/2010/04/rashidul-harakah-aset-utama-pergerakan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar