ah kawan.. boleh jadi mereka lah yang paling banyak terluka di "jalan ini"
bahkan mungkin hati mereka sudah tak utuh lagi.. tercabik dan terkoyak di sana-sini..
lalu mengapa mereka terus menebar kebaikan..?
karena yang mereka cintai adalah Allah… bukan dirinya sendiri…
[Sarwo Widodo Arachnida]
“3 hari sesudah menikah… kami pun hidup terpisah…” ucapnya dengan suara datar.
“Subhanallah…artinya sejak itu anti di Jakarta dan suami di Jawa Timur...? ” tanya Murobbiyah saya untuk meyakinkan.
“Benar…” jawab akhwat tersebut dengan penuh keyakinan tanpa penyesalan.
Itu sepenggal kisah yang dibagi murabbiyah saya saat duduk bersama di Masjid Islamic Center, pagi itu. Kisah tentang salah seorang akhwat pembimbing anak-anak calon penghafal Al Qur’an di Markaz Utrujah yang dirintis oleh DR. Sarmini Lc. MA. Seorang Akhwat tangguh yang berani mengambil pilihan memenangkan Allah dan dakwah di atas kesenangan pribadinya. Beliau lebih memilih mendampingi anak-anak menghafal setiap ayat demi ayat Al Qur’anul Karim dengan konsekuensi harus terpisah jarak dengan sang suami. Beliau lebih memilih bersabar untuk tidak berjumpa dengan suami yang dicinta demi mengantarkan bocah-bocah calon penghafal Al Qur’an itu menjadi generasi Robbani yang akan menjayakan dan memuliakan Islam dengan Al Qur’an. Sebuah pilihan yang tak mudah memang, tapi beliau telah membuat keputusan.
Dari pribadi–pribadi berjiwa tangguhlah selayaknya kita mengambil teladan. Sebab dalam hidup akan ada begitu banyak tantangan yang mesti kita hadapi. Sebab dalam hidup tak sedikit “persimpangan jalan” yang bakal memaksa kita untuk membuat pilihan dan keputusan. Sebab dalam hidup terlampau sering manusia “dipaksa” menjadi lebih kuat agar tidak mengalah pasrah saat menghadapi masalah.
Dari pribadi–pribadi berjiwa tangguh kita belajar, belajar terus menebar kebaikan. Mereka tak hidup untuk dirinya sendiri tapi juga menghidupkan dan memberi manfaat pada sekitarnya. Mereka percaya dengan penuh keyakinan jika di setiap langkah hidup yang mereka tempuh itu demi Allah dan dakwahNya, maka tak pernah akan ada yang sia- sia. Allah Maha Melihat dan malaikatpun tak akan lalai mencatat.. Mereka sepenuhnya mengimani firmanNya :
“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)” (QS. Ar-Rahman: 60)
Jika sebuah pilihan yang tak mudah telah diambil, benturan dan luka adalah sebuah keniscayaan. Bentuknya bisa jadi berupa perasaan tidak nyaman, godaan keikhlasan, cacian dan celaan, rasa tidak puas serta tuntutan berlebihan dari lingkungan hingga lintasan hati untuk menghentikan perjuangan. Mungkin tidak cukup sekali, dua kali, tiga kali, bahkan mungkin akan berkali-kali benturan dan luka yang akan terjadi. Tapi pribadi berjiwa tangguh tak terlalu risau dengan segala luka dan kepahitan itu. Mereka lebih memilih Allah dari pada sekedar rasa nyaman. Mereka memilih untuk menjadi kuat sebab mereka tahu Allah yang akan memampukan dan menguatkan mereka dengan pertolonganNya.
”…dan merupakan hak Kami, untuk Menolong orang-orang yang beriman…” (QS. Ar-Rum 47)
“Yang pasti modal awalnya azzam yang kuat… kemudian jiddiyah… bersungguh-sungguh…” kata murabbiyah saya sambil menepuk lembut lutut mutarabbi yang sedang bersila di sampingnya. “Akhwat tadi bisa… Bu Sarmini juga bisa… antipun pasti bisa…” sambungnya menguatkan. Tiba–tiba… serasa sebuah pilihan dihamparkan di hadapan saya. Pilihan menjadi tangguh atau pengeluh…? Menjadi gagah atau kalah…? Pilihan pertama lebih indah sepertinya… bagaimana menurut kalian..? [Kembang Pelangi]
http://www.bersamadakwah.com/2013/05/menjadi-akhwat-tangguh.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar