“Ummi, berapa persen cinta ummi kepada adek?” tanya seorang anak dengan gayanya yang polos.
“Cinta ummi kepada adek 100%,” jawab sang ummi.
“Kepada mas Umar?” tanya sang anak lagi sambil menunjuk kepada sang kakak yang berada tak jauh darinya.
“Kepada mas Umar juga 100%,” jawab ummi lagi.
“Lalu kepada abi, cinta ummi berapa persen?”
“Kepada abi juga 100%,” jawab ummi dengan penuh kesabaran.
“Berarti cinta ummi terbagi-bagi dong?”sang anak kembali bertanya.
“Tidak sayang. Cinta ummi kepada adek, mas Umar, dan abi semuanya 100%. Ummi mencintai adek dan mas Umar sebagai anak ummi 100%. Sedang ummi mencintai abi sebagai suami juga 100%.”
Tahukah Anda siapa sosok ummi di atas? Beliau adalah ustadzah Nunung Bintari, seorang ibu dari 10 bintang penghafal Qur’an. Sedikit cerita yang saya dapat dari ustadz Fatan beberapa hari yang lalu, memberi saya pelajaran bagaimana menjadi pribadi yang 100%. Yang artinya, di manapun posisi kita, apapun profesi kita, kita tetap berupaya 100%, berupaya dengan sepenuh hati untuk memenuhi kewajiban kita terhadap orang lain, kita tetap berupaya untuk memenuhi hak-hak orang lain terhadap kita dengan sepenuh hati.
Seperti yang sudah kita ketahui, ada dua hubungan harus kita penuhi hak-haknya dan kewajiban kita terhadapnya. Yang pertama hubungan secara vertikal, hubungan keatas, yaitu hubungan kita dengan Allah atau yang dalam bahasa Arabnya hablun minallah, di mana posisi kita adalah sebagai hamba yang harus mengabdikan diri pada-Nya. Allah punya hak terhadap kita, yakni hak dicintai, hak dipuji, hak untuk disyukuri setiap nikmat-Nya, dengan sepenuh jiwa kita. Sedangkan kewajiban kita sebagai hamba-Nya adalah mengabdikan diri sepenuhnya kepada-Nya, Dzat yang maha Rahim, yang telah menciptakan kita dan menganugerahkan segala kenikmatan yang tiada terhitung jumlahnya.
Yang kedua adalah hubungan secara horizontal, yakni hubungan kita kepada sesama manusia dan alam semesta atau yang sering kita kenal dengan hablun minannas. Setiap manusia punya hak terhadap kita dan kitapun punya kewajiban terhadap sesama manusia sesuai dengan posisi kita.
Misalkan sekarang kita menjadi guru. Maka jadilah guru yang 100%. Kalau tugas kita sebagai guru adalah menjadi tauladan yang baik dan mengajarkan ilmu kepada siswa, maka penuhi kewajiban tersebut dengan sepenuh hati. Sehingga secapek apapun kita menghadapi siswa kita tidak akan marah atau kesal. Karena mendidik siswa adalah tugas kita sebagai guru sedang mendapat pendidikan dengan setulus hati adalah hak siswa.
Begitupula dengan posisi kita ketika sesampai di rumah. Misalkan posisi kita menjadi anak, anak punya kewajiban berbakti terhadap orang tua, sedang orang tua punya hak untuk dihormati, ditaati titahnya, dan ini juga berlaku bagi posisi yang lain baik dalam keluarga, masyarakat, profesi. Intinya, di manapun posisi kita, tetaplah menjadi yang pribadi yang 100%. 100% sesuai dengan posisi kita. Dengan demikian tidak akan ada yang terdzalimi karena semua hak-haknya terpenuhi. Wallahu a’lam bish shawab [Ukhtu Emil]
“Cinta ummi kepada adek 100%,” jawab sang ummi.
“Kepada mas Umar?” tanya sang anak lagi sambil menunjuk kepada sang kakak yang berada tak jauh darinya.
“Kepada mas Umar juga 100%,” jawab ummi lagi.
“Lalu kepada abi, cinta ummi berapa persen?”
“Kepada abi juga 100%,” jawab ummi dengan penuh kesabaran.
“Berarti cinta ummi terbagi-bagi dong?”sang anak kembali bertanya.
“Tidak sayang. Cinta ummi kepada adek, mas Umar, dan abi semuanya 100%. Ummi mencintai adek dan mas Umar sebagai anak ummi 100%. Sedang ummi mencintai abi sebagai suami juga 100%.”
Tahukah Anda siapa sosok ummi di atas? Beliau adalah ustadzah Nunung Bintari, seorang ibu dari 10 bintang penghafal Qur’an. Sedikit cerita yang saya dapat dari ustadz Fatan beberapa hari yang lalu, memberi saya pelajaran bagaimana menjadi pribadi yang 100%. Yang artinya, di manapun posisi kita, apapun profesi kita, kita tetap berupaya 100%, berupaya dengan sepenuh hati untuk memenuhi kewajiban kita terhadap orang lain, kita tetap berupaya untuk memenuhi hak-hak orang lain terhadap kita dengan sepenuh hati.
Seperti yang sudah kita ketahui, ada dua hubungan harus kita penuhi hak-haknya dan kewajiban kita terhadapnya. Yang pertama hubungan secara vertikal, hubungan keatas, yaitu hubungan kita dengan Allah atau yang dalam bahasa Arabnya hablun minallah, di mana posisi kita adalah sebagai hamba yang harus mengabdikan diri pada-Nya. Allah punya hak terhadap kita, yakni hak dicintai, hak dipuji, hak untuk disyukuri setiap nikmat-Nya, dengan sepenuh jiwa kita. Sedangkan kewajiban kita sebagai hamba-Nya adalah mengabdikan diri sepenuhnya kepada-Nya, Dzat yang maha Rahim, yang telah menciptakan kita dan menganugerahkan segala kenikmatan yang tiada terhitung jumlahnya.
Yang kedua adalah hubungan secara horizontal, yakni hubungan kita kepada sesama manusia dan alam semesta atau yang sering kita kenal dengan hablun minannas. Setiap manusia punya hak terhadap kita dan kitapun punya kewajiban terhadap sesama manusia sesuai dengan posisi kita.
Misalkan sekarang kita menjadi guru. Maka jadilah guru yang 100%. Kalau tugas kita sebagai guru adalah menjadi tauladan yang baik dan mengajarkan ilmu kepada siswa, maka penuhi kewajiban tersebut dengan sepenuh hati. Sehingga secapek apapun kita menghadapi siswa kita tidak akan marah atau kesal. Karena mendidik siswa adalah tugas kita sebagai guru sedang mendapat pendidikan dengan setulus hati adalah hak siswa.
Begitupula dengan posisi kita ketika sesampai di rumah. Misalkan posisi kita menjadi anak, anak punya kewajiban berbakti terhadap orang tua, sedang orang tua punya hak untuk dihormati, ditaati titahnya, dan ini juga berlaku bagi posisi yang lain baik dalam keluarga, masyarakat, profesi. Intinya, di manapun posisi kita, tetaplah menjadi yang pribadi yang 100%. 100% sesuai dengan posisi kita. Dengan demikian tidak akan ada yang terdzalimi karena semua hak-haknya terpenuhi. Wallahu a’lam bish shawab [Ukhtu Emil]
http://www.bersamadakwah.com/2013/03/menjadi-pribadi-yang-100.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar