Dikisahkan bahwa Abdullah bin Umar melihat seorang pemuda yang thowaf
sambil menggendong ibunya. Setelah selesai thowaf pemuda tersebut
mencari Abdullah bin Umar. “Hai Abdullah bin Umar, apakah yang aku
lakukan ini bisa membalas kebaikan ibuku?” tanya pemuda itu ketika
berhasil menemui Abdullah bin Umar.
Abdullah bin umar lalu diam sejenak, lalu berkata “Hai pemuda, seandainya engkau sa'i antara shafa dan marwah, engkau mabit di muzdalifah, wuquf di arafah dan itu engkau lakukan sambil menggendong ibumu, maka sedikitpun tak akan bisa menggantikan satu nafas ibumu saat melahirkan”
Sungguh perjuangan yang luar biasa dari seorang ibu hingga tak dapat terbalaskan dengan apapun. Oleh karena itulah mengapa Rasulullah menyebut kata ibu sebanyak 3 kali dalam haditsnya. Meskipun perjuangan seorang ayah juga besar. Seorang ayah berjuang mati-matian bekerja demi menghidupi keluarga.
Maka tak sepatutnyalah kita menyakiti perasaan ibu dengan mendurhakainya. Seperti yang terjadi di zaman sekarang. Banyak anak yang tega membentak ibunya, malu karena profesi ibunya, bahkan sampai tega membunuhnya. Dalam Al Qur’an ditegaskan bahwa berkata “ah” saja tidak boleh, apalagi sampai membentaknya, menyakiti perasaanya.
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al Isra' : 23)
Saudaraku... ridha Allah tergantung pada ridha orang tua. Apapun yang kita lakukan kalau orang tua ridha, insya Allah, Allah pun akan ridha selagi itu masih dalam hal kebaikan. Begitu pula dengan murkanya. Maka jangan sekali-kali kita menyakiti perasannya dan membuatnya murka.
Saudaraku, sungguh tak ada satu amalpun yang dapat menggantikan jasa dan jerih payah mereka. Bahkan kisah seorang pemuda di atas. Maka setidaknya, kita jadikan diri kita sebagai jalan bagi kedua orang tua kita masuk surga. Diantaranya adalah dengan menjadi anak yang shalih. Seperti yang disebutkan Rasulullah dalam haditsnya, “Jika seorang manusia mati, terputus darinya amalnya kecuali dari 3 (perkara) : shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfa’at dan anak shalih yang berdo’a baginya”. (HR. Muslim).
Dalam hadits tersebut disebutkan bahwah salah satu amal yang pahalanya terus mengalir adalah anak shalih yang mendoakan kedua orang tuanya. Maka jika kita merenungi hadits tersebut, tak sepantasnya kita mendurhakai kedua orang tua kita dengan menjadi anak yang tidak shalih.
Yang kedua adalah menjadi penghafal Qur’an. Dengan menjadi penghafal Qur’an, maka kita akan menghadiahkan kepada orangtua mahkota kemuliaan yang cahayanya lebih terang daripada cahaya matahari di dunia.
“Penghafal Al Qur’an akan datang pada hari kiamat, kemudian Al Qur’an akan berkata: Wahai Tuhanku, bebaskanlah dia, kemudian orang itu dipakaikan mahkota karamah (kehormatan), Al Quran kembali meminta: Wahai Tuhanku tambahkanlah, maka orang itu diapakaikan jubah karamah. Kemudian Al Quran memohon lagi: Wahai Tuhanku ridhailah dia, maka Allah meridhainya. Dan diperintahkan kepada orang itu, bacalah dan teruslah naiki (derajat-derajat surga), dan Allah menambahkan dari setiap ayat yang dibacanya tambahan nikmat dan kebaikan” (HR. Tirmidzi)
Wallahu a'lam bish shawab. [Ukhtu Emil]
Abdullah bin umar lalu diam sejenak, lalu berkata “Hai pemuda, seandainya engkau sa'i antara shafa dan marwah, engkau mabit di muzdalifah, wuquf di arafah dan itu engkau lakukan sambil menggendong ibumu, maka sedikitpun tak akan bisa menggantikan satu nafas ibumu saat melahirkan”
Sungguh perjuangan yang luar biasa dari seorang ibu hingga tak dapat terbalaskan dengan apapun. Oleh karena itulah mengapa Rasulullah menyebut kata ibu sebanyak 3 kali dalam haditsnya. Meskipun perjuangan seorang ayah juga besar. Seorang ayah berjuang mati-matian bekerja demi menghidupi keluarga.
Maka tak sepatutnyalah kita menyakiti perasaan ibu dengan mendurhakainya. Seperti yang terjadi di zaman sekarang. Banyak anak yang tega membentak ibunya, malu karena profesi ibunya, bahkan sampai tega membunuhnya. Dalam Al Qur’an ditegaskan bahwa berkata “ah” saja tidak boleh, apalagi sampai membentaknya, menyakiti perasaanya.
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al Isra' : 23)
Saudaraku... ridha Allah tergantung pada ridha orang tua. Apapun yang kita lakukan kalau orang tua ridha, insya Allah, Allah pun akan ridha selagi itu masih dalam hal kebaikan. Begitu pula dengan murkanya. Maka jangan sekali-kali kita menyakiti perasannya dan membuatnya murka.
Saudaraku, sungguh tak ada satu amalpun yang dapat menggantikan jasa dan jerih payah mereka. Bahkan kisah seorang pemuda di atas. Maka setidaknya, kita jadikan diri kita sebagai jalan bagi kedua orang tua kita masuk surga. Diantaranya adalah dengan menjadi anak yang shalih. Seperti yang disebutkan Rasulullah dalam haditsnya, “Jika seorang manusia mati, terputus darinya amalnya kecuali dari 3 (perkara) : shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfa’at dan anak shalih yang berdo’a baginya”. (HR. Muslim).
Dalam hadits tersebut disebutkan bahwah salah satu amal yang pahalanya terus mengalir adalah anak shalih yang mendoakan kedua orang tuanya. Maka jika kita merenungi hadits tersebut, tak sepantasnya kita mendurhakai kedua orang tua kita dengan menjadi anak yang tidak shalih.
Yang kedua adalah menjadi penghafal Qur’an. Dengan menjadi penghafal Qur’an, maka kita akan menghadiahkan kepada orangtua mahkota kemuliaan yang cahayanya lebih terang daripada cahaya matahari di dunia.
“Penghafal Al Qur’an akan datang pada hari kiamat, kemudian Al Qur’an akan berkata: Wahai Tuhanku, bebaskanlah dia, kemudian orang itu dipakaikan mahkota karamah (kehormatan), Al Quran kembali meminta: Wahai Tuhanku tambahkanlah, maka orang itu diapakaikan jubah karamah. Kemudian Al Quran memohon lagi: Wahai Tuhanku ridhailah dia, maka Allah meridhainya. Dan diperintahkan kepada orang itu, bacalah dan teruslah naiki (derajat-derajat surga), dan Allah menambahkan dari setiap ayat yang dibacanya tambahan nikmat dan kebaikan” (HR. Tirmidzi)
Wallahu a'lam bish shawab. [Ukhtu Emil]
http://www.bersamadakwah.com/2013/04/birrul-walidain.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar