BAB VIII
KODE
ETIK PROFESI AKUNTAN DI INDONESIA
8.1 Perumusan
Dan Kode Etik Profesi Akuntan di Indonesia.
Etika
profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Draft
Kode Etik Akuntan Indonesia sudah disusun jauh sebelum kongres IAI yang
pertama, namun baru disahkan untuk pertama kalinya pada kongres IAI yang kedua
dalam bulan Januari 1972 dan mengalami perubahan dan penyesuaian dalam setiap
kongres. Sampai dengan tahun 1998, di Indonesia telah diadakan beberapa kali
pergantian Kode Etik. Kode Etik Akuntan Indonesia yang pertama lahir dari
konggres IAI III pada tanggal 2 Desember 1973. Kode Etik ini 90 % merupakan
Kode Etik AICPA yang berlaku di Amerika
Serikat saat itu. Kode Etik yang ke dua sebenarnya belum pernah disahkan oleh
IAI karena sangat kontroversial. Ciri khusus dari Kode Etik ini adalah Kode
Etik ini bukan saja untuk Akuntan Publik tetapi juga untuk Akuntan Manajemen,
Akuntan Pemerintah dan Akuntan Pendidik. Kode Etik yang ke tiga disahkan dalam
konggres IAI V di Surabaya pada tanggal 20-30 Agustus 1986. Menurut Harahap (1991), Kode Etik ini lahir antara dua
kutub ide yang berkembang. Kutub pertama menghendaki agar Kode Etik hanya
mengatur profesi Akuntan Publik saja, sedangkan kutub yang lain menghendaki
agar Kode Etik mengatur semua akuntan berregister tanpa kecuali di manapun ia
berkiprah. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam konggres IAI VIII
bahwa Kode Etik IAI dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota
baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha,
pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan
tanggung jawab profesionalnya. Keempat kalinya, Kode Etik IAI dirumuskan dalam
kongres IAI VI ditambah dengan masukan-masukan yang diperoleh dari seminar
sehari.
Pemutakhiran
Kode Etik Akuntan Indonesia dilaksanakan tanggal 15 Juni 1994 di hotel Daichi
Jakarta serta hasil pembahasan sidang Komisi Kode Etik dalam kongres IAI VII di
Bandung. Kongres menghasilkan ketetapan bahwa Kode Etik Akuntan Indonesia
terdiri atas:
1.
Kode
Etik Akuntan Indonesia yang disahkan dalam kongres VI IAI di Jakarta terdiri
atas 8 BAB dan 11 pasal ditambah dengan 2.
2.
Pernyataan
Etika Profesi No.1 sampai dengan 6 yang disahkan dalam kongres IAI VII di
Bandung tahun 1994.
Dalam
rangka meningkatkan kualitas profesi akuntan, IAI dalam kongres VIII telah
merumuskan Kode Etik Akuntan Indonesia yang baru. Kode Etik ini mengikat para
anggota IAI di satu sisi dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan
atau belum menjadi anggota IAI di sisi lainnya. Kode Etik Akuntan Indonesia
yang baru tersebut terdiri dari tiga bagian (Prosiding kongres VIII, 1998), yaitu
:
1.
Kode Etik Umum
a.
Terdiri dari prinsip etika profesi, yang
merupakan landasan perilaku etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi
Aturan Etika, dan mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota.
b.
Prinsip Etika disahkan oleh konggres dan
berlaku bagi seluruh anggota.
c.
Prinsip
Etika yang dimaksud terdiri dari 8 prinsip, yaitu :
·
Tanggung Jawab Profesi. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai
profesional, anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan
profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
·
Kepentingan Umum. Anggota IAI harus menerima kewajiban untuk bertindak
dengan suatu cara yang akan melayani kepentingan publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
·
Integritas.
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, anggota IAI harus
melaksanakan tanggung jawab profesionalnya dengan integritas tinggi.
·
Obyektifitas.
Setiap anggota harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
·
Kompetensi dan Kehati-hatian Profesionalnya. Seorang anggota IAI harus melakukan jasa profesional
dengan kehati-hatian, kompetensi dan kerajinan dan mempunyai kewajiban yang
berkesinambungan untuk memelihara pengetahuan dan ketrampilan profesional pada
tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
mendapatkan keuntungan dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan
perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
·
Kerahasiaan.
Setiap anggota IAI harus menghormati kerahasiaan dari informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan
informasi tersebut tanpa persetujuan yang perlu dan khusus atau kecuali bila
ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk pengungkapan.
·
Perilaku Profesional. Seorang anggota IAI harus bertindak dengan tingkah laku
yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang
dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi perilaku yang dapat
mendiskreditkan profesi mengharuskan anggota IAI harus mempertimbangkan, ketika
mengembangkan kebutuhan etik, tanggung jawab anggota IAI kepada klien, pihak
ketiga, anggota profesi akuntan yang lain, staf, pemberi kierja dan masyarakat
umum.
·
Standar Teknis.
Seorang anggota IAI harus melaksanakan jasa profesionalnya, sesuai dengan
standar teknis dan profesional yang relevan. Anggota IAI mempunyai kewajiban
untuk melaksanakan dengan kehati-hatian dan memakai ketrampilannya. Instruksi
klien atau pemberi kerja sepanjang sejalan dengan kebutuhan akan integritas.
d.
Kode
Etik Umum mengikat seluruh anggota IAI.
e.
Kode
Etik Umum dirumuskan oleh Badan Pekerja Kongres dan disahkan dalam kongres.
f.
Badan
Pekerja Kongres yang dibentuk oleh pengurus Pusat mengevaluasi Kode Etik Umum
berdasarkan masukan dari para anggota, Pengurus Pusat dan Majelis Kehormatan
untuk selanjutnya mengusulkan dalam Kongres perubahan Kode Etik Umum Akuntan
Indonesia yang dipandang perlu.
2.
Kode Etik Akuntan Kompartemen.
a.
Kode
Etik Akuntan Kompartemen mengikat seluruh anggota Kompartemen yang
bersangkutan.
b.
Tiap
Kompartemen dalam Rapat Anggota Kompartemen wajib merumuskan apakah dipandang
perlu bagi anggota Kompartemennya disusun Kode Etik Akuntan Kompartemen.
c.
Karena
fungsinya dalam pelayanan jasa profesional kepada masyarakat pengguna jasa
profesi Akuntan Publik untuk merumuskan Kode Etik Akuntan Kompartemen Akuntan
Publik.
d.
Kode
Etik Akuntan Kompartemen disahkan oleh Rapat Anggota Kompartemen.
e.
Tiap-tiap
Kompartemen memiliki hak otonomi untuk memutuskan apakah dipandang perlu
membentuk badan khusus yang bertugas merumuskan Kode Etik Kompartemen. Badan
ini dapat berbentuk badan tetap yang bertanggung jawab kepada Pengurus
Kompartemen, atau badan ini merupakan Badan Pekerja Rapat Anggota Kompartemen
yang dibentuk oleh Pengurus Kompartemen.
f.
Kode
Etik Akuntan Kompartemen disusun berdasarkan Kode Etik Umum oleh karenanya
tidak boleh bertentangan dengan Kode Etik Umum Akuntan Indonesia.
3.
Interpretasi
Kode Etik Akuntan Kompartemen.
a.
Interpretasi
Kode Etik Akuntan Kompartemen merupakan panduan penerapan Kode Etik Akuntan
Kompartemen.
b.
Disusun
oleh Badan Khusus yang dibentuk oleh Pengurus Kompartemen dan disahkan oleh
Pengurus Kompartemen.
8. 2 Kode Utama Untuk Profesi Akuntan di USA
a.
The Code
of Professional Conduct of the American Institute of Certified Public
Accountants.
b.
Standards
of Ethical Conduct for Practitioners of Management Accounting and Financial
Management.
8.3 Kode AICPA
Kode AICPA (American Institute of Certified Public
Accountants) terdiri dari empat bagian, yaitu ;
a.
Principles adalah
norma-norma umum pada tingkah laku dan menyediakan framework atau standart
ideal dari perilaku etis yang dapat dicapai dalam terminologi filosofis.
b.
Rules adalah
secara formalitas hanya bisa diterapkan untuk anggota AICPA dan mengendalikan
orang-orang di bawah anggota, seandainya melanggar peraturan mereka adalah
subjek untuk penertiban oleh AICPA atau peraturan jelas yang harus ditaati oleh
semua akuntan publik yang menjalankan praktek akuntansi publik.
c.
Interprestasi Peraturan Perilaku, tidak merupakan keharusan tetapi para praktisi harus
memahaminya.
d.
Ketetapan Etika
adalah penjelasan yang dikeluarkan oleh komisi pelaksana dari divisi etika
profesional mengenai beberapa situasi nyata yang khusus.
8.4 Prinsip Menurut AICPA
Menurut AICPA ada 6 prinsip, yaitu :
1.
Tanggung-Jawab
Dalam menyelesaikan tanggungjawab sebagai
profesional, anggota perlu melatih sensitifitas profesional dan pertimbangan
moral dalam semua aktivitas mereka. Tangungjawab utama adalah untuk publik
secara umum. Kode tersebut menyebutkan tiga area kewajiban, yaitu: a) Untuk
meningkatkan kegiatan accounting, b) Untuk memelihara kepercayaan publik, dan
c) Untuk menyelesaikan tanggungjawab profesional untuk pemerintahan sendiri.
Untuk memenuhi kewajiban moral diatas, kode etik
menandai bahwa akuntan membutuhkan praktek penilaian sensitifism moral. Untuk
penilaian sensitive moral, akuntan akan membutuhkan sebagai evaluasi
aktivitasnya dipandang dalam sudut alasan. Akuntan akan membutuhkan dengan
mempertimbangkan: Apakah aktivitas ini menguntungkan atau merugikan?, Apakah
menghormati terhadap hak mereka?, Apakah pekerjaannya dengan fair?, Apakah
mereka konsisten dengan komitmen akuntan yang dibuat?
Penilaian sensitivisme moral memastikan tidak ada
tempat untuk perilaku yang egois (mementingkan diri sendiri). Sebagai konsekuensi
profesi akuntan dan banyak partner kerja dalam profesi yang akan menyuarakan
dengan beberapa versi atau the golden rule.
2.
Melayani Kepentingan Publik
Anggota perlu menerima tanggung-jawab untuk
tindakan melayani kepentingan publik, kepercayan publik, dan komitmen
profesionalisme, Kode menjelaskan bahwa tanggungjawab untuk publik adalah nilai
pembeda profesional. Seandainya fungsi
accounting sebatas sebagai accounting publik dilibatkan dalam external auditing,
lalu tentu saja tanggungjawab untuk publik jelas, tetapi soal dengan tax
accounting and manajemen accounting atau bahkan internal auditing? Penjelasan
kepercayaan publik berakhir dengan pernyataan bahwa semua yang suka rela
menerima keanggotaan dalam AICPA berkomitmen untuk menghormati kepercayaan
publik.
3.
Integritas
Untuk memelihara dan meluaskan kepercayaan
publik, anggota pada perform semua tanggungjawab profesional dengan
meningkatkan daya integritas. Prinsip ke dua diatas digunakan untuk memecahkan
tekanan konflik dari antara group dengan integritas, prinsip ini adalah prinsip
yang spesifik akan kebutuhan pada integritas. Kode ini menggambarkan integritas
dalam jalan berikut: “Integritas adalah elemen karakter fundamental untuk
pengenalan profesional. Itu adalah kualitas dari memperoleh kepercayaan publik
dan benchmark yang melawan terhadap
anggota yang harus melakukan tes akhir untuk semua keputusan, memerlukan
anggota untuk melakukan, antara pemikiran yang lain, kejujuran, dan kesucian
dalam batasan kerahasian klien. Layanan dan kepercayaan publik tidak perlu
diperbudak keuntungan dan kelebihan personal, Itu diukur dalam istilah apakah
benar atau adil”.
Secara jelas dapat dikatakan bahwa keputusan
salah menggambarkan keuangan perusahaan atau melewatkan beberapa kecurigaan red flags dalam laporan keuangan
perusahaan akan melanggar integritas akuntan, tetapi integritas mana yang
dilanggar? Tentu saja jelas jawabannya seperti tingkah laku yang melibatkan
akuntan dalam melakukan ketidak jujuran. Integritas, sebagai kejelasan dari
statement, adalah sering diambil untuk menyamakan dengan kejujuran.
4.
Objektivitas Dan Independensi
Anggota perlu memelihara objektivitas dan bebas
konflik kepentingan dalam membebaskan tanggungjawab profesional. Anggota
praktisi publik perlu kebebasan dalam fakta dan penampilan ketika menyediakan
auditing dan jasa opini lainnya, Objektivitas adalah kwalitas sudut pandang,
karena itu adalah kebaikan, beberapa kebiasaan yang dikembangkan. Prinsip ini
memerlukan seseorang yang objektive yang tidak berat sebelah, secara
intelektual jujur, dan bebas konflik kepentingan. Untuk melaksanakan ketiga
prinsip diatas maka diperlukan independence untuk menghalangi hubungan yang
mungkin nampak untuk merusak objektivitas anggota dalam menyumbangkan layanan
opini. Anggota dalam layanan publik perlu independence dalan fakta dan
penampilan, serta untuk menuju keberhasilan obyektivitas tidak mudah dan harus
berusaha sebaik-baiknya pada waktu untuk memenuhi pandangan point objektive.
5.
Keperdulian Yang Pantas
Anggota perlu mengamati teknik profesi dan
standart etika, bekerja keras secara berkesinambungan untuk meningkatkan kompetisi
dan kualitas jasa, dan memebaskan tanggungjawab profesional untuk kemampuan
anggota yang terbaik. Prinsip ini menetapkan penghalang yang sangat tinggi
untuk akuntan. Penjelasan pada prinsip menandai bahwa itu melibatkan “mencari
keunggulan” yang diidentifikasi sebagai inti sari dari prinsip ini. Keunggulan
itu memerlukan : a) Competence
(kemampuan) adalah sesuatu yang akan diperoleh dari pendidikan dan pengalaman,
dan b) Diligence (kerajinan) adalah
aspek lain yang mana “memaksakan tanggungjawab untuk memandang layanan dengan
segera dan hati hati, untuk menjadi seksama, dan untuk mengamati teknik yang
bisa diterapkan dan standart etika.
6.
Lingkup Dan Nature Jasa
Anggota dalam praktik publik perlu mengamati The
Principles of the Code of Conduct dalam menentukan lingkup dan nature tentang
jasa yang disajikan. Penjelasan yang mendasari kesesuaian lingkup dan nature
jasa mengamanatkan bahwa beberapa persoalan prinsip mungkin menghadirkan
“keseluruhan batasan atas layanan non audit yang mungkin ditawarkan untuk klien
spesifik. Tidak ada peraturan yang tidak dapat diubah dapat dikembangkan untuk
menolong anggota menjangkau penilaian, tetapi mereka harus mencukupi bahwa
mereka mempertemukan spirit prinsip dalam kepedulian. Aplikasi prinsip adalah
tindakan yang terbaik dilakukan dalam spirit keadilan oleh kebijaksanaan
praktisi. Sebagai kode menyatakan : “dalam order untuk memenuhi ini, anggota
perlu : 1) Praktik dalam firma yang mempunyai tempat prosedur kontrol kwalitas
internal untuk memastikan bahwa layanan dengan segenap kemampuan dikirimkan dan
cukup diawasi, 2) Menentukan, dalam pertimbangan individual mereka, apakah
lingkup dan nature pelayanan lain disajikan untuk klien audit akan menciptakan
konflik kepentingan dalam performance fungsi audit untuk klien itu, dan 3)
Menilai, dalam pertimbangan individual mereka, apakah aktivitas konsisten
dengan peraturan mereka sebagai profesional
8.5
Penegakan Etika Profesi
Akuntan di Indonesia.
Di
Indonesia, penegakan Kode Etik dilaksanakan oleh sekurang–kurangnya enam unit
organisasi, yaitu : (Prosiding Kongres VIII, 1998)
1.
Kantor Akuntan Publik.
Ketaatan
terhadap kode etik adalah tanggung jawab pimpinan KAP dimana anggota itu
bekerja. Managing partner dan partner serta manager KAP melaksanakan pengawasan
terhadap ditaatinya perilaku ini.
2.
Unit
Peer Review Kompartemen Akuntan Publik – IAI.
Di lingkungan Kompartemen Akuntan Publik, usaha
pengawasan ini diwujudkan dalam bentuk "Peer Review" yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Seksi
Pengendalian Mutu di lingkungan kepengurusan IAI di Kompartemen tersebut.
Pengawasan oleh Unit Peer Review yang
khusus dibentuk untuk mengawasi sesama KAP sampai saat ini belum pernah
terlaksana.
3.
Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik –
IAI.
Badan ini merupakan unit organisasi yang melaksanakan
peradilan pada tingkat pertama terhadap
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh anggota IAI kompartemen akuntan
pendidik.
4.
Dewan Pertimbangan Profesi IAI.
Dewan
ini berfungsi sebagai peradilan tingkat banding untuk kasus-kasus yang telah
diputuskan hukumnya berdasar keputusan pada tingkat Badan Pengawas Profesi. Dewan ini melaksanakan peradilan untuk kasus-kasus
pelanggaran lainnya yang tidak berkaitan dengan akuntan publik.
5.
Departemen Keuangan RI.
Yaitu:
Direktorat Jendral Lembaga Keuangan, misalnya Direktorat Pembinaan Akuntan dan
Jasa Penilai. Ia sebagai pemberi ijin praktek Akuntan Publik. Pengawasan yang
dilakukannya pada umumnya untuk menilai apakah KAP yang diberi ijin telah
melaksanakan ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan keputusan Menteri
Keuangan tentang perijinan pembukaan KAP (SK Menkeu 43/KMK 017/1997) tanggal 27
Januari 1997 tentang jasa akuntan publik.
6.
BPKP.
Berdasarkan
Keppres 31/th 1983,
wewenangnya adalah melaksanakan
pengawasan terhadap KAP. Dalam
melaksanakan tugasnya, BPKP melakukan evaluasi tentang kepatuhan KAP terhadap
perizinan yang diberikan dan terhadap pelaksanaan tugas profesional akuntan
publik.
Selain
keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap Kode Etik diharapkan dapat
dilakukan sendiri oleh para anggota dan pimpinan KAP. Hal ini tercermin di
dalam rumusan Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 1 ayat 2, yang berbunyi :
(1) Setiap anggota harus selalu mempertahankan nama baik
profesi dan etika profesi serta hukum negara di mana ia melaksanakan tugasnya.
(2) Setiap anggota harus selalu mempertahankan integritas
dan obyektifitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas,
ia akan bertindak jujur, tegas dan tanpa pretensi. Dengan mempertahankan
obyektifitas, ia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan / permintaan
pihak tertentu / kepentingan pribadinya.
Selanjutnya
dalam pasal 2 ayat (1) b disebutkan bahwa: "Jika seorang anggota mempekerjakan
staf dan ahlinya untuk pelaksanaan tugas profesionalnya, ia harus menjelaskan
kepada mereka keterikatan akuntan pada Kode Etik. Dan ia tetap bertanggung
jawab atas pekerjaan tersebut secara keseluruhan. Ia juga berkewajiban untuk
bertindak sesuai Kode Etik. Jika ia memiliki ahli lain untuk memberi saran /
bila merekomendasikan ahli lain itu kepada kliennya”.
8.6
Beberapa Pelanggaran Kode Etik Akuntan di Indonesia.
Meskipun
telah dibentuk unit organisasi penegakan etika sebagaimana disebutkan di atas,
namun demikian pelanggaran terhadap kode etik ini masih ada. Berdasarkan
Laporan Dewan Kehormatan dan Pengurus Pusat IAI dalam kongres IAI, pelanggaran
terhadap Kode Etik dan sengketa secara umum meliputi sebagai berikut :
a.
Kongres
V (1982-1986), meliputi : (Hoesada, 1996): 1) Publikasi (penawaran jasa tanpa
permintaan, iklan, pengedaran buletin KAP). 2) Pelanggaran Obyektifitas
(mengecilkan penghasilan, memperbesar biaya suatu laporan keuangan). 3) Isu
pengawas intern Holding mempunyai KAP yang memeriksa perusahaan anak Holding
tersebut). 4) Pelanggaran hubungan dengan rekan seprofesi. Dan 5) Isu menerima
klien yang ditolak KAP lain dalam perang tarif.
b.
Kongres
VI (1986-1990), meliputi : (Hoesada, 1996): 1) Publikasi (ucapan selamat hari
Natal, Tahun Baru, Merger pada perusahaan
bukan klien, selebaran, iklan). 2) Perubahan opini akuntan tanpa bukti
pendukung yang kuat. 3) WTP tanpa kertas kerja memadahi. 4) Surat akuntan
pengganti. 5) Sengketa membawa kertas kerja keluar KAP. 6) Wan Prestasi
pembayaran fee. Dan 7) Pengaduan pemegang saham minoritas
tentang Laporan Keuangan, KAP dituduh memihak.
c.
Kongres VII (1990-1994), jumlah kasus 21 buah
melibatkan 53 KAP, pengaduan terutama berasal dari instansi pemerintah dan BUMN
pemakai Laporan (50 % pengaduan), perusahaan klien (30 %), sisanya oleh KAP dan
pengurus IAI (20 %). (Hoesada, 1996)
Pengaduan
meliputi : 1) Dua pengaduan Bappepam tentang kualitas kerja. 2) Sebuah
pengaduan Bapeksta tentang cap dan tanda tangan tanpa opini dan tentang
pernyataan akuntan terkait pasal 47 KUHD (35 KAP). 3) Pengaduan Direktor
Asuransi Ditjen Lembaga Keuangan tentang penyimpangan Laporan AT dan PAI. 4)
Pengaduan Deputi BPKP atas audit perusahaan daerah sesuai NPA. 5) Pengaduan
Deputi BPKP tentang penawaran atas kerja sama dalam rangka pemberian jasa
akuntan. 6) Pengaduan PT Taspen tentang audit tidak sesuai NPA. 7) Pengaduan
klien KAP tentang audit tidak sesuai NPA, laporan audit terlambat, tidak sesuai
PAI, dua opini berbeda dua KAP untuk klien periode sama, tugas tidak selesai
dan berkas hilang. 8) Pengaduan antar KAP tentang komunikasi akuntan pengganti
dan akuntan terdahulu. Dan 9) Pengaduan
iklan oleh pengurus IAI.
d.
Konggres
VIII (1994-1998), meliputi: objektivitas, komunikasi, standart teknis dan
kerahasiaan (Riyanti,1999).
Adanya
kesalahan sama, yang terulang dari tahun ke tahun tersebut disebabkan karena
pengurus lini pertama sampai tingkat atas yaitu Dewan Kehormatan bersifat
tertutup. Hal ini menunjukkan kekurangseriusan IAI dalam menyelesaikan masalah
secara tuntas.
Sidang
Komisi Kongres IAI VIII bagian
Pendahuluan Kode Etik IAI menyatakan bahwa: “Kepatuhan terhadap Kode Etik,
seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama
sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan
anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh
opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode
Etik oleh organisasi, apabila diperlukan terhadap anggota yang tidak
menaatinya. Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang
ditetapkan oleh badan pemerintah yang mengatur bisnis klien atau menggunakan
laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku.“
Menurut Yani
(1996), faktor-faktor yang mempengaruhi pelanggaran kode etik, meliputi:
a. Faktor ekstern (uncontrollable),
yaitu : 1) Kurangnya kesadaran anggota masyarakat (termasuk anggota KAP) akan
kepatuhan terhadap hukum. 2) Honorarium yang relatif rendah untuk pekerjaan
audit yang ditawarkan klien–klien tingkat menengah dan kecil. 3) Praktek-praktek
yang tidak benar dari sebagian usahawan yang menyulitkan independensi akuntan
publik. Dan 4) Masih sedikitnya Badan Usaha yang membutuhkan jasa akuntan
publik, khususnya dibidang audit.
b. Faktor intern (controllable),
yaitu : 1) Tidak adanya perhatian yang sungguh–sungguh dari sebagian pimpinan
KAP akan mutu pekerjaan audit mereka. 2) Orientasi yang lebih mementingkan
keuntungan Finansial dari pada menjaga nama baik KAP yang bersangkutan. 3)
Pendapat bahwa perbuatan–perbuatan yang melanggar etik ini tidak atau kecil
kemungkinannya diketahui pihak lain. 4) Kurangnya kesadaran untuk mengutamakan
etik dalam menjalankan profesi oleh sebagian anggota IAI-KAP. Dan 5) Mutu
pekerjaan audit yang ada kalanya tidak dapat dipertanggungjawabkan karena
penggunaan tenaga yang berkualitas kurang baik.
Menurut Agoes (1996), beberapa hambatan dalam penegakan
kode etik antara lain : 1) Sikap anggota profesi yang mendua, pada satau sisi
menolak setiap pelanggaran terhadap kode etik tetapi pada sisi lain memberikan
pembenaran atas pelanggaran tersebut. 2) Adanya sifat sungkan dari sesama
anggota profesi untuk saling mengadukan pelanggaran kode etik. 3) Belum
jelasnya aturan tentang mekanisme pemberian sanksi dan proses peradilan atas
kasus-kasus pelanggaran baik dalam Anggaran Dasar maupun dalam Anggaran Rumah
Tangga. Dan 4) Belum dapat berfungsinya secara efektif BPP dan DPP sebagai
akibat dari belum jelasnya peraturan dalam AD/ART.
Daftar
Pustaka
Mariyani,
Titik. 1999. Survei Atas Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Dan Perilaku
Etis Akuntan Dan Pendapat Tentang Perlunya Pembinaan Moral-Etika Di Kalangan
Profesi Akuntan Oleh IAI. Skripsi. Universitas Brawijaya Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar