BAB IV
ETIKA DAN PEKERJAAN
4.1 Pendahuluan
Salah satu elemen penting dalam dunia usaha adalah masalah ketenaga-kerjaan, karena tenaga kerja adalah
penggerak sektor usaha yang memerlukan perhatian khusus dalam penanganannya dan
pekerja adalah salah satu sumber daya
terpenting bagi perusahaan. Kita dapat berkaca dari negara China, dimana China
sebagai pesaing Indonesia pada awalnya unggul di bidang tenaga kerja murah
karena membenkan upah buruh jauh di bawah upah buruh yang berlaku di
Indonesia, namun belakangan ini justru secara umum
berada di atas Indonesia. Biaya operasional di China relatif rendah bukan semata-mata karena rendahnya upah buruh,
melainkan karena adanya upaya
meningkatkan efisiensi dan produktifitas, atau Korea Selatan yang tidak mempunyai
sumberdaya alam yang memadai, namun pendapatan perkapitanya bisa
mencapai 20.000 dollar AS, berkat ketrampilan pekerjanya.
Sejak awal abad ke-20, masalah ketenagakerjaan mendapatkan perha-tian
yang lebih besar dibandingkan sebelumnya, karena manusia sudah tidak dipandang lagi
sebagai barang dagangan, tetapi sebagai makhluk yang mempunyai harga
diri dan keinginan. Munculnya perhatian tersebut diantaranya dipicu karena
berkembangnya manajemen ilmiah yang mengulas tentang tenaga kerja, kemajuan
serikat-serikat pekerja serta campur tangan peme-rintah dalam rnendorong pengusaha untuk memperhatikan
soal ketenagakerjaan.
Seringkali terjadi rnasalah-masalah dalam ketenagakerjaan, dan hal tersebut harus dapat diatasi secara
baik karena dalam dunia usaha antara pengusaha
dan pekerja merupakan mitra yang saling membutuhkan. Sudah banyak sekali
contohnya terdapat konflik antara manajemen dan pekerja (terutama pekerja
pabrik) yang menyebabkan terhentinya proses produksi karena pekerja melakukan demo untuk menuntut upah dapat dijadikan salah
satu contohnya. Atau aksi-aksi yang dilakukan oleh mantan pegawai PT Dirgantara Indonesia yang tidak juga dibayarkan
pesangonnya. Belum lagi permasalahan
mengenai sistem perekrutan tenaga kerja yang sekarang ini bisa memakai sistem kontrak atau dengan
penggunaan outsourcing.
Namun yang akan dibahas di sini tentu saja bukan hanya pekerja dalam arti
buruh saja, namun pekerja dalam arti yang lebih luas, yaitu anggota
perusahaan/organisasi itu sendiri. Kemungkinan perusahaan menutup
perusahaan (lock out) karena ini memang merupakan hak dari pengusaha untuk
menghentikan sebagian atau seluruh kegiatan perusahaan sebagai akibat
penyelesaian perselisihan industrial yang tidak mencapai kesepakatan,
supaya pekerja tidak mengajukan tuntutan yang melampaui kewenangan
perusahaan.
Dalam hal ini pemerintah pada tahun 2004 telah mengesahkan UU No. 2 Tahun
2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ("UUPPHI").
Adapun yang dimaksud dengan perselisihan hubungan
industrial adalah segala perselisihan yang meliputi:
(1)
Perselisihan
hak;
(2)
Perselisihan
kepentingan,
(3)
Perselisihan
PHK, dan
(4)
Perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam
satu perusahaan. Perusahaan beroperasi didasarkan atas asas tidak
diskriminasi, menghormati hak asasi manusia dan kebebasan individu.
4.2 Hak-hak
Pekerja
Di era yang semakin mengglobal ini, perusahaan semakin menyadari bahwa penghargaan dan
jaminan atas hak karyawan merupakan faktor yang menentukan kelangsungan dan keberhasilan bisnis suatu
perusahaan.
Hak pekerja itu
dapat berupa:
a.
Hak atas upah yang adil dan layak, adil di sini bukan
berarti pekerja mendapat upah yang merata semuanya, namun juga didasarkan
pada tingkat pengalaman kerja, lamanya bekerja, tingkat pendidikan, serta perusahaan/organisasi harus
mematuhi upah minimum
yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Layak berarti besarnya upah tidak boleh di bawah upah minimum yang ditetapkan
oleh pemerintah (UMR).
b.
Hak atas kesejahteraan, perusahaan diwajibkan untuk memberikan
kesejahteraan
kepada karyawannya seperti pemberian tunjangan hari raya, pendidikan dan
pelatihan kerja, atau pemberian cuti hamil dan melahirkan.
c.
Hak untuk berserikat dan berkumpul, para pekerja
selayaknya disediakan wadah untuk menampung aspirasi mereka,
untuk memperjuangkan kepentingannya.
d.
Hak untuk mendapat perlindungan dan jaminan kesehatan. Setiap
perusahaan/organisasi
wajib menyediakan jaminan kesehatan dan melindungi setiap pekerjanya, terutama
untuk perusahaan yang meigandun? Risiko cukup tinggi. Upaya perusahaan dapat berupa penyediaan
masker dan helm pelindung, memelihara
lingkungan tempat kerja, penyediaan alat pemadam kebakaran serta
memberikan jaminan asuransi kesehatan.
e.
Hak untuk diproses hukum secara sah dan PHK tanpa sebab.
Proseshukum secara sah diberlakukan pada pegawai/pekerja yang dianggap melakukan
pelanggaran, maka dia berhak untuk diberi kesempatan untuk membuktikan diri
dan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pemu- tusan hubungan kerja (PHK)
merupakan putusnya hubungan kerja karena dipandang sudah tidak mampu lagi
memberikan produktivitas kerja lagi atau karena kondisi perusahaan yang tidak
memungkinkan lagi sehingga hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha
berakhir. Perusahaan tidak boleh mem-PHK karyawannya tanpa sebab yang jelas.
f.
Hak atas rahasia pribadi, merupakan hak individu untuk
menentukan seberapa banyak informasi mengenai dirinya yang boleh diungkapkan kepada pihak
lain, artinya pekerja dijamin haknya untuk tidak mengungkapkan
sesuatu yang dianggap sangat pribadi, namun dengan catatan tidak membahayakan
kepentingan orang lain.
Sebaliknya
karyawan juga mempunyai kewajiban terhadap perusahaan, yang
berupa:
(1)
Kewajiban
Ketaatan, karyawan harus taat kepada atasannya, karena ada ikatan kerja antara
keduanya. Namun tentunya taat di sini bukan berarti harus selalu mematuhi semua perintah atasan, jika perintah tersebut dianggap tidak bermoral dan tidak wajar, maka
pekerja tidak wajib mematuhinya.
(2)
Kewajiban Konfidensialitas, kewajiban untuk menyimpan informasi
yang
bersifat rahasia, karena berkaitan dengan profesinya. Perusahaan sangat keberatan
jika informasi rahasia jatuh ke pihak lain khususnya pesaing.
(3)
Kewajiban Loyalitas, karyawan harus mendukung dan
merealisasikan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dan tidak melakukan sesuatu
yang merugikan
kepentingan perusahaan.
4.3 Etika Kerja
Etika kerja merupakan rumusan penerapan nilai-nilai
etika yang berlaku di lingkungannya, dengan tnjnan untuk mengatur tata krama
aktivitas para karyawannya agar mencapai tingkat efisiensi dan
produktivitas yang maksimal. Etika perusahaan menyangkut hubungan perusahaan
dan karyawannya sebagai satu kesatuan dalam lingkungannya, etika kerja
menyangkut hubungan kerja antara perusahaan dan karyawannya, dan etika perorangan
mengatur hubungan antar karyawan.
Terdapat tiga faktor utama yang memungkinkan terciptanya
iklim etika dalam perusahaan, yaitu:
(1)
Terciptanya budaya perusahaan secara baik.
(2)
Terbangunnya
suatu kondisi organisasi berdasarkan saling percaya.
(3)
Terbentuknya manajemen hubungan antar pegawai.
Terdapat beberapa hal yang bisa mendorong pekerja
berperilaku etis dalam pekerjaannya, yaitu:
(1)
Komunikasi yang baik, karena tanpa memperhatikan dimana
kita berada saat ini
dalam hirarki manajemen, kita tidak dapt membuat komunikasi yang efektif.
(2)
Ketentuan/standar.
(3)
Keteladanan.
Dengan
menggunakan etika bisnis sebagai dasar berperilaku dalam bekerja, baik digunakan oleh manajemen maupun oleh
semua anggota organisasi, maka
perusahaan akan mempunyai sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. SDM yang berkualitas adalah yang
memiliki kesehatan moral dan mental,
punya semangat dalam meningkatkan kualitas kerja di segala bidang, mampu beradaptasi dan memiliki
kreativitas tinggi, ulet dan pantang menyerah, serta berorientasi pada
produktivitas kerja.
Untuk memiliki SDM yang berkualitas, diperlukan adanya pemberdayaan
karyawan seoptimal mungkin, dengan menciptakan lingkungan kerja dimana
orang-orang merasa dihargai. Pemberdayaan karyawan yang terintegrasi
dengan etika bisnis diharapkan akan menimbulkan rasa percaya antara manajer dengan karyawan atau
antara atasan dan bawahan, setiap karyawan
akan melakukan setiap pekerjaan dengan penuh rasa tanggung jawab dan jujur, karena mereka sudah berpatok
dengan "kode etik" yang telah
ditetapkan perusahaan.
Di sini terlihat jelas bahwa komunikasi antar pegawai ataupun komunikasi atasan dan bawahan
memegang peran agar iklim etika dapat tercapai.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Lee dan
Yosmnara (1997) bahwa
terdapat 3 alasan yang mendorong mereka melakukan tindakan tidak etis dalam dunia bisnis, walaupun bertentangan
dengan nilai pribadinya, yaitu:
a.
Untuk
mencapai keuntungan perusahaan.
b.
Sudah
berlaku umum di masyarakat.
c.
Karena keinginan atasan.
Ditambahkan dalam bukunya Dave Ulrich (1996) menyebutkan bahwa terdapat
empat aspek untuk meraih keunggulan yang harus dilakukan oleh sumber daya
manusia, yaitu:
(1)
Strategic partner (bagaimana manajemen mengelola
SDM sehingga dapat menjadi rnitra);
(2)
Administratif expert
(bagaimana manajemen menciptakan
efisiensi administrasi);
(3)
Employee champion (bagaimana manajemen dapat meningkatkan kontribusi karyawan); serta
(4)
Agent of change (bagaimana manajemen mendorong
karyawannya untuk berubah).
Dengan demikian, kita dapat melihat, bagaimana atasan, atau manajer dapat mendorong karyawannya untuk
berubah, sesuai pola yang diterapkan oleh
perusahaan. Sesuatu yang harus kita bawahi adalah peran top management
sangat mempengaruhi perilaku etis bawahannya.
Cara untuk membangun lingkungan etis adalah dengan
memulainya di tahap puncak, para atasan harus mengatur pola, menandakan bahwa tingkah
laku etis akan mendapat
dukungan dan tingkah laku tidak etis tidak akan ditolelir. Para manajer yang mempunyai kedudukan atau posisi yang memungkinkan mereka untuk dapat mendidik, membina
dan mempengaruhi banyak orang dalam perusahaan atau organisasi, sehingga
top management mempunyai tanggungjawab
atas pengambilan keputusan dan implemen-tasinya.
Peranan top management di sini akan mengarahkan
pilihan perusahaan untuk beretika atau tidak. Top management memegang
peran kunci untuk
membentuk perilaku berbisnis karyawan yang berorientasikan pada etika bisnis.
Keberhasilan mansjemen dalam pemberdayaan karyawan sangat ditentukan oleh kesadaran para
karyawan terhadap perlunya nilai-nilai kebenaran dan moral (nilai-nilai etika)
sebagai landasan berperilaku dalam berbisnis.
Pemberdayaan karyawan yang didasarkan pada etika bisnis merupakan langkah strategis untuk pengurangan biaya
dalam jangka panjang, karena semua
pekerjaan dilakukan didasarkan pada standar yang telah ditetapkan perusahaan, dan masing-masing karyawan sadar akan
tanggungjawab yang diembannya.
Dari sinilah setidaknya kita sadar akan pentingnya
penerapan etika dalam bisnis. Secara umum, ada beberapa cara yang dapat
ditempuh manajemen untuk meningkatkan moral tenaga kerja, yaitu:
a. Memberikan
kompensasi/imbalan kepada tenaga kerja dalam porsi yang
wajar dengan tidak memaksakan kemampuan perusahaan.
wajar dengan tidak memaksakan kemampuan perusahaan.
b. Menciptakan
kondisi kerja yang aman dan menyenangkan
c. Meningkatkan spiritual pekerja
d. Memperhatikan masa depan pekerja termasuk mengembangkan
pengetahuan dan keterampilannya.
e. Mengkomunikasikan segala informasi secara jujur dan
terbuka dengan pekerja.
Sesuatu yang bisa kita terapkan dalam etika bekerja adalah
sistem reward and punishment agar pelaku bisnis punya batasan dalam
perilaku-nya. Perumusan norma-norma ini harus dituangkan secara jelas dan hams
transparan, paling tidak sebelum kesadaran dari hati nurani karyawan yang paling dalam
muncul, sistem reward dan punishment serta promosi dan mutasi bisa menimbulkan keinginan
untuk melakukan hal yang etis, karena ada
imbalan yang akan kita dapat dan bila kita melanggar hukuman atau sanksi administratif menunggu kita. Hal ini bisa
diterapkan saat awal kita mulai
menegakkan dan mensosialisasikan pilar-pilar etika bisnis dalam sebuah organisasi, paling tidak kita sudah
memulainya, daripada tidak samasekali.
Salah satu alat yang dapat digunakan perusahaan untuk
menciptakan iklim beretika dalam perusahaan adalah dengan menciptakan kode etik. Kode etik berfungsi sebagai:
Inspirasi dan panduan dalam bekerja, pence-gahan
dan disiplin, memelihara tanggung jawab, memelihara keharmonisan, memberikan dukungan. Sebagian besar perusahaan
yang ingin meningkatkan perilaku
etis mereka mengembangkan kode-kode etik untuk organisasi mereka.
Dengan kode etik perusahaan berharap setiap orang di dalam
perusahaan
memahami bahwa manajemen tingkat atas berpegang kepada perilaku etis dan
mengharapkan para pegawainya juga berperilaku etis. Kode etik akan menentukan
perilaku yang oleh para top management dianggap etis maupun tidak etis,
dimana kode etik menyediakan seperangkat petunjuk tertulis untuk dijadikan pedoman
buat masing-masing pegawai.
4.4 Prinsip Etis
dalam Bekerja
Dalam bekerja
setidaknya kita bisa mendasarkan pada prinsip dalam bekerja, yaitu:
(1)
Bekerja Dengan Ikhlas. Bekerja dengan
ikhlas berarti bekerja dengan penuh kerelaan. Setiap pekerja harus menyadari
bahwa pekerjaan yang dilaksanakannya adalah karena kemauannya sendiri, bukan
paksaan. Pekerja akan
melakukan pekerjaannya, dan tentu saja pihak perusahaan akan membayar apa yang telah menjadi kewajibannya kepada pekerja berupa upah atau gaji dengan tepat waktu.
(2)
Bekerja dengan Tekun dan Bertanggungjawab. Dengan
ketekunan, serumit apapun jenis pekerjaannya, pasti akan terselesaikan dengan baik.
Bertanggungjawab atas hasil kerja,, tindakan dan keputusan yang dibuat. Pekerja
yang bertanggungjawab akan melaksanakan tugasnya dengan bersungguh-sungguh, bertindak
berdasarkan profesionalisme, serta patuh dan setia dalam melaksanakan tugas
(3)
Bekerja dengan Semangat dan Disiplin. Bersemangat
berarti mempunyai dorongan .yang tinegi untuk
senantiasa meningkatkan prestasi danbersedia
menerima nasihat atau teguran. Disiplin berarti tertib dalam tindakan, patuh dan taat kepada peraturan dan
undang-undang, dengan disiplin akan menjamin produktivitas kerja
(4)
Bekerja dengan Kejujuran dan Dapat Dipercaya, memenuhi janji dan secara
tetap memenuhi patokan kejujuran, ketulusan hati atas segala tindakan dan
pernyataan kita.
(5)
Berkemampuan dan Bijaksana, meningkatkan ketrampilan untuk diri sendiri maupun untuk
orang Iain, berupaya menambah
luas ilmu pengetahuan dan bertindak secara berhatihati
dengan terus belajar dan menggali ilmu
kita, karena ilmu dan teknologi berkembang dengan begitu pesatnya. Bijaksana
dalam arti terbuka dan responsif kepada perubahan, sanggup menerima dan
memberi kritikan yang membangun, membuat
pertimbangan yang teliti belum memutuskan
sesuatu tindakan, bersabar
dalam menghadapi masalah
dan tenang dalam menangani tekanan.
(6)
Bekerja dengan Berpasangan. Kita bekerja
tentu saja tidak bisa sendiri,
pasti memerlukan orang lain, maka itu kita bekerja wajib saling bantu, saling berdiskusi untuk menambah wawasan
kita. Sifat kerjasama juga dapat
mengeratkan hubungan antara anggota organisasi dan mewujudkan
sinergi yang amat penting terhadap peningkatan kualitas dan produktivitas.
(7) Bekerja dengan Memperhatikan
Kepentingan Umum, artinya
kita mendukung peraturan hukum dan memenuhi
tanggungjawab kita kepada masyarakat, kita tidak boleh merugikan
kepentingan umum.
Masalah yang dapat timbul yang berhubungan dengan etika dalam bekerja yaitu berupa diskriminasi,
konflik kepentingan dan penggunaan sumber-sumber
perusahaan. Biasanya masalah yang timbul dalam ketenaga-kerjaan erat
kaitannya dengan ketidakadilan. Persepsi pegawai mengenai keadilan ini nanti erat kaitannya dengan kepuasan
kerja, kepercayaan pada manajemen dan tingkat perpindahan kerja.
Diskriminasi
terjadi bila pekerja
merasa diperlakukan tidak sama, misalkan
karena perbedaan ras, etnis, agama, usia, status perkawinan atau jenis kelamin serta keanggotaan serikat buruh atau
afiliasi politik. Diskriminasi dapat
terjadi pada saat recruitment, seleksi, kenaikan pangkat, kondisi
pekerjaan, pemutusan hubungan kerja.
Contoh
lain dari bentuk diskriminasi adalah pelecehan seksual yang dapat termasuk
tindakan seksual yang tidak diinginkan, lelucon seksual, perlakuan tekanan untuk kepentingan seksual,
anjuran seksual, dan rencana yang
memaksakan dalam hal seksual. Pelecehan seksual adalah suatu tindakan yang bersifat seksual dimana dapat
memberikan kondisi kerja yang merugikan, termasuk:
(1)
Timbulnya suasana kerja yang mengancam, tidak
bersahabat, memaksa;
(2)
Mempengaruhi
kinerja dari seseorang; dan atau
(3)
Pembatasan
dari kesempatan seseorang untuk memajukan karier.
Konflik Kepentingan. Suatu konflik atas kepentingan dapat
timbul bila pekerja mempunyai, secara langsung maupun tidak langsung kepentingan pribadi
di dalam mengambil suatu keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya
diambil secara objektif, bebas dari keraguan dan demi kepentingan terbaik dari perusahaan. Konflik
kepentingan muncul saat kepentingan pribadi pegawai mendorongnya melakukan
tindakan yang mungkin bukan merupakan tindakan yang terbaik bagi perusahaan, dan tidak
melulu
selalu berkaitan dengan masalah uang.
Velasques (2005) menjelaskan bahwa konflik kepentingan tersebut bisa bersifat
aktual atau potensial. Konflik kepentingan aktual terjadi saat seseorang
melaksanakan kewajibannya dalam suatu cara yang mengganggu perusahaan dan melakukannya demi kepentingan
pribadi. Sedangkan konflik kepentingan potensial terjadi saat seseorang,
karena didorong oleh kepentingan pribadi, bertindak dalam suatu cara yang
merugikan perusahaan.
Terdapat
beberapa situasi konflik atas kepentingan, contohnya:
(1)
Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan
dengan, atau berkeinginan mengambil andil
di dalam pemasok, pelanggan
atau kompetitor;
(2)
Segala kepentingan pribadi yang bertentangan dengan
kepentingan perusahaan.
(3)
Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan
personal yang masih ada hubungan keluarga
atau teman pribadi,
atau dengan perusahaan yang
dikontrol oleh personal tersebut;
(4)
Segala posisi dimana kita mempunyai pengaruh atau kontrol
terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal yang mana masih keluarga
atau teman pribadi;
(5)
Segala penggunaan
pribadi maupun berbagi
atas informasi rahasia perusahaan demi suatu keuntungan, seperti anjuran untuk
membeli atau menjual barang milik perusahaan atau
produk, berdasarkan atas informasi tersebut;
(6)
Segala penjualan pada atau pembelian dari perusahaan yang
bersifat pribadi
(7)
Segala penerimaan dari keuntungan, selain hadiah atau
hiburan sederhana, dari seseorang atau organisasi yang berhubungan atau akan berhubungan
dagang dengan perusahaan.
Penggunaan sumber-sumber
perusahaan adalah beberapa aktivitas mungkin akan memberikan keuntungan karyawan secara
perorangan, yang tidak diketahui atau
disetujui oleh atasan Anda.
Hal ini dapat
berupa:
(1)
Pemakai atau menyalahgunakan milik perusahaan untuk
pemakaian pribadi atau
keuntungan pribadi;
(2)
Secara fisik mengubah atau merusak milik perusahaan tanpa
izin yang sesuai;
(3)
Menghilangkan milik perusahaan
atau memakai jasa layanan perusahaan tanpa persetujuan dari manajemen sebelumnya
4.5 Whistle Blowing
Kita dapat memberikan contoh salah satu tindakan yang
dapat mendukung perilaku
etis yaitu whistle blowing. Whistle blowing di sini adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang
pekerja untuk memberitahukan kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan ataupun
atasan secara pribadi kepada pihak
lain, baik itu khalayak umum ataupun instansi atau atasan yang berkaitan langsung dengan yang
melakukan kecurangan tersebut. Jadi
tujuan whistle blowing di sini untuk memperbaiki atau mencegah suatu
tindakan yang merugikan.
Namun perlu digarisbawahi di sini bahwa saat kita akan
melaporkan kecurangan tersebut, kita harus benar-benar telah yakin dan harus
berhati-hati dalam menyampaikan permasalahannya (harus didukung oleh fakta yang jelas dan
benar), dan jangan menyebarkan masalah ini sekehendak hati kita, mengingat akan
dampak yang ditimbulkannya.
Velasques (2005) menjelaskan bahwa seseorang memiliki
kewajiban melakukan whistleblowing apabila:
(a)
Orang
tersebut memiliki kewajiban untuk mencegah terjadinya pelanggaran, baik karena
itu merupakan bagian dari tanggung jawab profesionalnya (seperti akuntan,
pengacara atau yang lainnya) atau karena tidak ada orang lain yang mampu atau bersedia mencegahnya;
(b)
Pelanggaran tersebut bisa mengakibatkan kerugian serius terhadap kesejahteraan
masyarakat, mengakibatkan ketidakadilan pada seseorang atau suatu kelompok, atau merupakan
pelanggaran serius terhadap hak-hak moral
seseorang atau banyak orang.
Ada dua macam whistle
blowing, yaitu:
(1)
Whistle blowing internal. Ini terjadi
dalam lingkup internal perusahaan, dimana yang melakukan kecurangan adalah
individu di dalam perusa haan, kemudian dilaporkan ke atasan yang
bersangkuton, karena tindakannya dapat merugikan perusahaan.
(2) Whistle blowing
eksternal, ini terjadi jika yang melakukan kecurangan adalah
perusahaannya, dimana akibat yang ditimbulkannya berdampak negatif pada
masyarakat, sehingga pekerja mengungkapkan kecurangan tersebut kepada
khalayak umum. Secara umum ini merupakan indikasi mengenai adanya
kegagalan serius dalam sistem komunikasi internal perusahaan, karena perusahaan tidak
mempunyai kebijakan atau prosedur yang
jelas yang memungkinkan pegawai menyampaikan pertim-bangan-pertimbangan moral mereka di luar perintah
yang standar. Velasques (2005)
menyebutkan bahwa whistleblowing eksternal secara moral dibenarkan jika:
a)
Ada bukti yang jelas, kuat dan cukup komprehensif bahwa
suatu organisasi melakukan aktivitas yang melanggar hukum atau ber-akibat serius
pada pihak lain
b)
Usaha-usaha
lain telah dilakukan
untuk mencegahnya melalui whistleblowing internal dan
gagal.
c)
Dapat dipastikan bahwa tindakan whistleblowing eksternal
akan mampu
mencegah kerugian tersebut.
d)
Pelanggaran tersebut cukup serius dan lebih buruk
dibandingkan akibat tindakan whistleblowing pada diri seseorang, keluarganya, dan pihak-pihak
lain.
Thomas
Jhon dalam Linda Trevino berteori bahwa setiap isu etika mempunyai enam komponen moral yang menyumbang pada
intensitas moral yaitu:
(1)
Magnitude of consequences, merupakan
dampak dari kerugian-kerugian yang akan ditimbulkan terhadap korban/ahli waris.
(2)
Social consensus, tingkatan dari perjanjian sosial
yang mengakibatkan suatu tindakan baik/buruk.
(3)
Probability of effect, kemungkinan bahwa
tindakan-tindakan akan terjadi secara tepat dan akan menyebabkan kerugian.
(4)
Temporal immediacy, rentang waktu
antara saat sekarang dan permulaan timbulnya konsekuensi-konsekuensi.
(5)
Proximity, perasaan dekatnya terhadap korban baik
dari segi sosial, psikologi maupun fisik.
(6)
Concentration of effect, merupakan fungsi kebalikan dari sejumlah orang yang dipengaruhi oleh suatu tindakan.
Daftar
Pustaka
Ernawan, Erni.
2011. Business Ethics. Penerbit: Alfabeta. Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar