Senin, 16 April 2012

Etika Dan Lingkungan


BAB VI
ETIKA DAN LINGKUNGAN

6.1 Pendahuluan
Di kalangan akademisi, gerakan lingkungan mulai marak pada tahun 1970-an, dengan terbitnya makalah berjudul The Historical Roots of Our Ecological Crisis (Lynn White, 1967) dan The Tragedy of The Commons (Garet Hardins, 1968). Kemudian tanggal 5 Juni ditetapkan sebagai Hari Lingkungan Sedunia oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan resolusinya nomor 2994 pada tanggal 15 Desember 1972. Tujuannya untuk memperdalam kesadaran publik memelihara dan meningkatkan ling­kungan dalam rangka keselamatan dan kesejahteraan hidup dimuka bumi. Tanggal tersebut dipilih karena bertepatan dengan pembukaan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Lingkungan Hidup di Stockholm pada tahun 1972, yang selanjutnya mendorong terbentuknya Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau dikenal sebagai United Nations Environ­ment Programme (UNEP). Kerusakan lingkungan yang mengglobal antara lain disebabkan karena pemanasan global (gas-gas yang menyerap dan menahan panas dari matahari sehingga  mencegah kembali keruang angkasa), penyusutan ozon, hujan asam (berkaitan dengan pembakaran bahan bakar fosil yang akan bercampur dengan uap air di awan), sampah padat, dan penyusutan cadangan mineral.
Di Indonesia sendiri sebenarnya etika lingkungan bukanlah merupakan hal yang baru, etika lingkungan sebenarnya telah ada sejak dahulu kala, karena leluhur kita sebenarnya telah menyebarkan hal ini melalui tembang, legenda ataupun mitos. Contoh suku yang masih mempertahankan kearifan tradisional ini adalah masyarakat Dayak, Asmat, Badui, Nias, Kampung Naga ataupun Tengger. Seharusnya etika lingkungan yang penuh warna kearifan dan kebenaran tradisional ini dapat dikembangkan untuk penyelamatan lingkungan yang lebih luas di negara kita.
Bisnis yang etis adalah bisnis yang dapat memberi manfaat maksimal pada lingkungan, bukan sebaliknya, menggerogoti keserasian lingkungan. Kerusakan lingkungan pada dasarnya berasal dari dua sumber yaitu polusi dan penyusutan sumber daya. Dalam kasus PT Lapindo Brantas misalnya, bencana memaksa penduduk harus ke rumah sakit, bahkan sudah menelan korban jiwa dengan meledaknya pipa gas Pertamina akibat pergerakan tanah. Perusahaan pun terkesan lebih mengutamakan penyelamatan aset-asetnya daripada mengatasi soal lingkungan dan sosial yang ditimbulkan, walaupun korban jiwa sudah terjadi. Atau kasus pembukaan lahan gambut dan rawa untuk pembangunan Pantai Indah Kapuk yang mengakibatkan banjir bagi wilayah Jakarta. Ataupun krisis air yang berkepanjangan yang menimpa hampir seluruh wilayah di Indonesia. Juga mencemaskan adalah penyedotan air tanah melebihi kemampuan alam untuk mengisinya kembali sehingga volume air dalam tanah kian berkurang.
Di Indonesia saja, luas areal hutan sudah amat menciut. Dikhawatir-kan beberapa tahun ke depan lagi hutan di Pulau Sumatera akan gundul, dan sepuluh tahun lagi nasib sama berlaku untuk Pulau Kalimantan. Kondisi sungai-sungai terutama di Pulau Jawa sudah sangat tercemar. Lautan di Indonesia bagian barat sudah terkuras ikannya melebihi kemampuan perkembangbiakannya, sehingga jumlah stok ikan di laut menciut.
Kerusakan lingkungan Indonesia berdampak global. Tahun 2006 kebakaran hutan Indonesia dan pembakaran tanah menjadi masalah yang tidak terselesaikan, sehingga kebakaran hutan ini seakan tak terkendali lagi, dan berlaku setiap tahun hingga kini. Semakin menciutnya hutan, tentu tidak bisa menghasilkan bahan bagi industri kayu. Ikan yang terkuras habis tentu akan membangkrutkan perusahaan perikanan. Demikian juga dengan kondisi sungai yang tercemar mematikan tanaman beririgasi. Pantai laut yang tercemar mematikan industri pariwisata. Singkatnya, lingkungan yang rusak akan menyebabkan mandegnya pembangunan ekonomi.
Kurangnya kesadaran masyarakat dalam menata kelestarian ling­kungan dituduh sebagai penyebab terjadinya krisis yang berkepanjangan. Krisis lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini berakar dari kesalahan perilaku manusia yang berasal dari cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam. Masalah lingkungan semakin terasa jauh terpinggirkan, bahkan sering hanya merupakan embel-embel atau tempelan belaka dalam program-program pembangunan, kesadaran masyarakat terhadap masalah lingkungan menurun. Padahal, berbagai bencana akibat pengelolaan lingkungan yang tidak benar telah berulang kali terjadi dan merupakan bagian dari kehidupan sehari hari masyarakat. Menciptakan kesadaran masyarakat yang berwawasan lingkungan merupakan fondasi untuk menjaga agar lingkungan terhindar dari berbagai macam pengrusakan dan pencemaran. Karena pada dasarnya kerusakan lingkungan tersebut dikarenakan oleh tangan-tangan manusia itu sendiri.
Etika lingkungan disini tidak hanya membicarakan mengenai perilaku manusia terhadap alam, namun berbicara mengenai relasi diantara semua kehidupan alam semesta, antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak terhadap alam, dan antara manusia dengan makhluk lain atau dengan alam secara keseluruhan, termasuk dengan kebijakan politik dan ekonomi yang berhubungan atau berdampak langsung atau tidak dengan alam. Etika lingkungan dapat diartikan sebagai dasar moralitas yang mem-berikan pedoman bagi individu atau masyarakat dalam berperilaku atau memilih tindakan yang baik dalam menghadapi dan menyikapi segala sesuatu sekaitan dengan lingkungan sebagai kesatuan pendukung kelang-sungan perikehidupan dan kesejahteraan umat manusia serta makhluk hidup lainnya.
Etika lingkungan yang baik dapat menjadikan perilaku kita semakin arif dan bijaksana terhadap lingkungan, sebaliknya etika yang salah akan menciptakan malapetaka bagi kehidupan manusia, karena merusak Etika lingkungan hidup adalah pertimbangan filosofis dan biologis mengenai hubungan manusia dengan tempat tinggalnya serta dengan semua makhluk nonmanusia. Dengan etika lingkungan hidup, manusia dipaksa untuk mereview segala aktivitasnya yang berhubungan dengan lingkungan hidup; mana yang benar, mana yang salah. James A. Nash (1996) menyatakan bahwa etika lingkungan hidup adalah an expansion of every branch of ethics.
Setiap cabang etika, memiliki unsur etika lingkungan hidup sebagai pengembangannya. Etika kehidupan ekonomi pun tidak hanya berpikir secara sosiologis-ekonomis, melainkan juga secara ekologis. Setidaknya ada dua unsur utama dalam mengusahakan etika lingkungan hidup yang ditawarkan oleh Velasques (2005) yaitu etika ekologi dan etika konservasi sumber daya yang bisa habis.
Etika ekologi menyadarkan bahwa manusia bukanlah penguasa alam. Dalam hal ini perlu diubah sikap manusia yang antroposentrik, yaitu meng-anggap bahwa hanya dirinya yang pantas menerima pertimbangan moral. Akibatnya, semuanya yang di luar manusia tidak berharga dan pantas dieksploitasi tanpa kira-kira. Manusia harus menyadari adanya nilai intrinsik dalam tiap unsur nonmanusia. Bagian-bagian lingkungan yang bukan manu­sia itu perlu dijaga, tidak masalah apakah hal tersebut menguntungkan manusia atau tidak.
Etika konservasi sumberdaya yang bisa habis mengacu pada penghematan sumberdaya alam untuk digunakan di masa mendatang, disini mempertimbangkan kepentingan generasi yang akan datang. Setidaknya ada dua macam kepedulian lingkungan, yaitu kepedulian lingkungan yang dangkal (shallow ecology) dan kepedulian lingkungan yang dalam (deep ecology).
Kepedulian lingkungan yang dangkal menunjukkan perhatian kepada kepentingan-kepentingan yang sering diabaikan dalam ekonomi tradisional, pandangan ini menganggap alam bernilai hanya sejauh ia bermanfaat bagi kepentingan manusia, dan bukan karena alam bernilai pada dirinya sendiri. Pada kepedulian lingkungan yang dalam sudah mempertimbangkan kepen­tingan generasi-generasi yang akan datang.
Pencemaran  dan kemerosotan  mutu lingkungan hidup manusia karena ulah manusia itu sendiri yang merusak habitatnya sendiri. Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi demi kesejahteraan umat manusia terkadang tanpa disertai dengan wawasan lingkungan yang benar dan kesadaran yang cukup dalam memanfaatkan sumberdaya alam, hal tersebut tentu akan menyebabkan kemerosotan mutu lingkungan.
Dalam proses produksi misalnya diperlukan proses produksi yang efisien dan ramah lingkungan. Perusahaan hendaknya memperhatikan limbah yang dihasilkan. Jadi pada dasamya manusia itu harus memiliki komitmen moral untuk menciptakan solidaritas kemanusiaan agar lebih peduli terhadap penciptaan keharmonisan hidup sesama manusia dengan lingkungannya secara serasi dan seimbang.
Setidaknya agenda enam masalah yang timbul berkaitan dengan lingkungan, yaitu:
(1)  Limbah Beracun
Seringkali perusahaan membuang limbahnya ke sungai di sekitarnya, tanpa terlebih dahulu mengolahnya menjadi tak beracun. Akibatnya air sungai menjadi tercemar sehingga tidak layak dipakai, ikan-ikan menjadi mati, bahkan limbah tersebut merembes ke air tanah mengakibatkan air tanah tidak layak untuk dikonsumsi, dan tentu hal ini dapat membahayakan kesehatan masyarakat.
(2)  Efek Rumah Kaca
Naiknya suhu permukaan bumi disebabkan karena panas yang diterima bumi terhalang oleh partikel-partikel gas yang dilemparkan dalam atmosfer karena ulah manusia, sehingga tidak bisa keluar. Penyebabnya diantaranya adalah karena pembakaran produk-produk minyak bumi dan batu bara. Hal ini akan berdampak negatif yaitu memperluas padang pasir, melelehkan lapisan es di kutub serta meningkatkan permukaan air laut.
(3)  Perusakan Lapisan Ozon
Lapisan ozon berfungsi untuk menyaring sinar ultraviolet. Namun sekarang lapisan ozon semakin rusak, hal ini dapat terjadi karena pelepasan gas klorofluorokarbon (CFC) ke udara, pengaruh terbesar disebabkan karena penyemprotan aerosol, lemari es, dan AC.
(4)  Hujan Asam
Asam dari emisi industri bergabung dengan air hujan, yang nantinya akan masuk ke dalam tanah, danau ataupun sungai. Tentunya hal ini dapat meng­akibatkan kerusakan hutan, merusak gedung, dan bahkan bisa menghancur-kan logam-logam beracun karena derajat keasamannya.
(5)  Penebangan Hutan
Penebangan hutan secara liar tanpa menghijaukannya kembali tentu berakibat sangat buruk. Hal ini sudah dibuktikan dengan bencana yang terjadi akhir-akhir ini, dimana longsor dan banjir bandang telah menelan korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya.
(6)  Pencemaran Udara
Polusi udara bukanlah barang baru, udara telah bersama kita semenjak terjadinya Revolusi industri dunia, saat cerobong-cerobong asap pabrik mulai berdiri. Terutama dikeluarkan dari pembuangan kendaraan bermotor dan proses industri. Ditambah lagi dengan kebakaran hutan yang asapnya sangat mempengaruhi kesehatan dan juga mengganggu jarak pandang kita.
Indonesia menjadi negara produsen karbondioksida terbesar ketiga di dunia untuk sektor kehutanan sehingga pemerintah terus berupaya menekan emisi karbon hingga 26 persen. Untuk menekan emisi karbon dilakukan dengan cara pengelolaan hutan yang benar. Masuknya Indonesia menjadi anggota Group on Earth Observation (GEO), salah satu bukti keseriusan pemerintah dalam menjaga lingkungan serta mengantisipasi dampak per-ubahan global. Lapan sendiri sebagai lembaga non departemen terus melakukan penelitian di bidang kedirgantaraan, selama ini juga aktif dalam penelitian soal observasi bumi baik skala nasional dan internasional."Saat ini Indonesia menjadi tuan rumah Asia Pasifik Global on Erath Observation System of Systems (GEOSS), yang membahas perubahan iklim dunia yang berdampak pada permasalahan global,".
Masalah iklim sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia sehingga perubahan iklim berdampak besar terhadap kesejahteraan manusia. Untuk itulah, negara-negara Asia Pasifik melakukan upaya sebagai langkah adaptasi dan mitigasi dampak perubahan iklim. Simposium yang telah dilakukan di Bali akhir-akhir ini dihadiri 26 negara di Sanur Paradise Plaza dan Suit Bali Indonesia berlansung dua hari mulai 10 hingga 12 Maret, dibuka Menteri Riset dan Teknologi Suharma Surapranata.
Empat topik bahasan dalam simposium ini, pertama menyangkut kapasitas pemantauan dan variabilitas iklim Asia-Pasifik, kedua terkait manajemen sumber daya air dan mineral dan hidromateorologi terkait ben­cana alam. Selain itu topik bahasan utama menyangkut pemantauan karbon hutan   serta  jaringan   observasi   biodiversity   di   kawasan   Asia-Pasifik. "Pertemuan GEO sendiri merupakan kolaborasi internasional guna menggali potensi pengamatan bumi untuk mengatasi permasalahan lingkungan dunia,"
Anggota GEO sendiri adalah organisasi internasional dan pemerintah yang berhubungan dengan kegiatan pengamatan bumi. Ada sembilan area yang menjadi wilayah pembahasan GEO yakni bencana alam, kesehatan, energi iklim, air, cuaca, ekosistem, pertanian dan biodiversity.
Bahaya Polusi Kendaraan Bermotor, Misal selepas hujan diselimuti kabut. Terutama di sore hari. Terlihat dingin dan adem. Tapi jangan salah sangka. Itu bukan kabut alamiah. Kabut "buatan" yang berasal dari sisa pembakaran kendaraan bermotor anda. Data Kompas menunjukkan sebesar 2-3 juta mobil berada di Kota Jakarta pada jam-jam kantor, dan sebesar 3-4 juta untuk motor. Jika separuh saja dari jumlah kendaraan bermotor tersebut menderu pada saat yang sama, berapa juta karbon monoksida (CO), nitrooksida (NOx), dan hidrokabon (HC) yang melayang-layang mencari mangsa di udara kota?
Ketiga jenis gas tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan. CO adalah gas beracun yang apabila terhirup berlebihan bisa menyebabkan kematian mendadak. Masih ingat peristiwa Mobil Mercy Pak Kyai beberapa bulan lalu? Kebocoran pada pipa knalpot berujung maut. Sisa pembakaran yang mengandung CO segera mencabut nyawa seisi penumpang, berikut supirnya.
NOx dan HC sama beracunnya. Keduanya merusak paru-paru sedikit demi sedikit. Kita tentu tidak inginkan paru-paru bocor setelah sekian lama beraktivitas di jalan raya. Gejala kabut di sore hari dan selepas hujan adalah fenomena kimiawi beracun di angkasa kota Anda. Penyebabnya adalah dua jenis gar beracun ini. Jika volume gas NOx dan HC sudah demikian berat menggelayut di angkasa, maka hujan asam akan terjadi pula di atas atmosfir.
Itu belum bicara soal ozon. Pemanasan bumi saat ini (global warming) sudah menjadi kampanye internasional para aktivis dan nemerintah yang punya perhatian terhadap kerusakan lapisan pengaman bumi ini. Lapisan ozon merupakan pelindung di atmosfir kita yang mencegah pemanasan bumi dan mengurangi dampak sinar matahari yang bisa membahayakan kesehatan. Jika pemanasan bumi terus meningkat, maka permukaan laut akan meningkat akibat melelehnya salju abadi di kutub-kutub bumi. Sementara sinar ultraviolet dari matahari yang tidak terfilter dengan baik oleh ozon bisa menyebabkan berbagai penyakit. Antara lain berupa kanker kulit yang akut. Faktanya, lubang ozon saat ini semakin melebar, dan upaya mencegahnya belumlah secepat dan sebesar tindakan merusak oleh tangan manusia.
Cahaya akibat racun sisa pembakaran dan pemanasan global demikian memaksa otoritas transportasi untuk menerbitkan regulasi terkait dengan pembatasan polusi di dunia. Saat ini pembatasan telah dibuat dengan ketat oleh berbagai institusi. Paling getol dan terkenal adalah The Euro Emission Regulation, US EPA, dan juga di Jepang dan Asia umumnya dengan aturan-nya masing-masing.
Perbedaan penerapan standar pembatasan ambang polusi di berbagai negara mengacu ke salah satu standar yang sudah ada. Untuk kasus Indonesia, dipakai standar Euro. Mulai Euro I, lalu kemudian Euro II sejak 2004. Sementara di negara-negara Eropa sana, sudah dipakai standar Euro III ke atas. Beberapa kendaraan mewah seperti Sedan Hi-Class, sudah mengadopsi standar Euro V.
Bagi kita negara dengan seribu masalah, konsen mengenai polusi masih kecil sekali. Baru belakangan pihak pemerintah meregulasi standar polusi kendaraan bermotor. Namun dari yang banyak kita baca di media dan dengarkan dari para pemakai kendaraan, infrastruktur pendukung dan law enforcement masih sangat rendah. Ujung-ujungnya, aturan tidak jalan dan para pengguna kendaraan bermotor cuek-bebek. Padahal masalah polusi pada akhirnya adalah masalah bersama. Jika bukan diri sendiri, ya keluarga kita!
Bagi seorang bikers, di ujung semua ini, adalah ancaman bagi kesehatan. Sebab bikers merupakan orang yang lama, kalau bukan yang terlama, menghirup gas beracun di jalan raya.

6.2   Teori Etika Lingkungan
Terdapat 3 (tiga) pandangan teori mengenai etika lingkungan, sebagaimana diuraikan sebagai berikut:
6.2.1 Teori Antroposentrisme
Teori ini memandang manusia sebagai pusat dari system alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitannya dengan alam, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat perhatian dan nilai sejauh menunjang kepentingan manusia. Bagi teori ini etika hanya berlaku bagi manusia, segala tuntutan terhadap kewajiban dan tanggungjawab moral manusia terhadap lingkungan hidup dianggap sesuatu yang berlebihan, kalaupun ada itu semata-mata demi memenuhi kepentingan sesama manusia.
Teori semacam ini dinilai bersifat instrumentalistik (karena meng­anggap pola hubungan manusia dan alam dilihat hanya dalam relasi instru­mental, kalaupun peduli demi memenuhi kebutuhan manusia) dan egoistis (karena hanya mengutamakan kepentingan manusia).

6.2.2  Teori Biosentrisme
Teori ini menganggap alam mempunyai nilai pada dirinya sendiri lepas dari kepentingan manusia. Ciri etika ini adalah biocentric, karena menganggap setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri. Alam perlu diperlakukan secara moral terlepas dari apakah ia berguna atau tidak bagi manusia. Sehingga etika tidak lagi dipahami secara terbatas pada komunitas manusia, namun berlaku juga bagi seluruh komunitas biotis, termasuk komunitas makhluk hidup lain.

6.2.3  Teori Ekosentrisme
Etika ini memusatkan pada seluruh komunitas ekologis baik yang hidup maupun tidak, karena secara ekologis makhluk hidup dan benda-benda abiotis lainnya saling terkait satu sama lain. Salah satu versi yang terkenal dari teori ini adalah Deep Ecology.
Teori ini memusatkan perhatian pada kepada semua spesies, termasuk spesies bukan manusia, dan menekankan perhatiannya pada jangka panjang, dan tak kalah pentingnya merupakan gerakan diantara orang-orang yang mempunyai sikap dan keyakinan yang sama, mendukung suatu gaya hidup yang selaras dengan alam, dan sama-sama memperjuangkan isu  lingkungan dan politik.

6.3   Prinsip Etika Lingkungan Hidup
Prinsip ini menjadi pegangan dan tuntutan bagi perilaku kita dalam berhadapan dengan alam, baik perilaku terhadap alam secara langsung maupun perilaku terhadap sesama manusia yang berakibat tertentu terhadap alam (Keraf, 2002):
(1)  Sikap Hormat terhadap Alam (Respect for Nature)
Pada dasarnya semua teori etika lingkungan mengakui bahwa alam semesta perlu untuk dihormati. Secara khusus sebagai pelaku moral, manusia mem-punyai kewajiban moral untuk menghormati kehidupan, baik pada manusia maupun makhluk lain dalam komunitas ekologis seluruhnya. Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya.
(2)  Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility for Nature)
Setiap bagian dan benda di alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan dengan tujuannya masing-masing, terlepas dari apakah tujuan itu untuk kepentingan manusia atau tidak. Oleh karena itu, manusia sebagai bagian dari alam semesta bertanggungjawab pula untuk menjaganya. Tanggung jawab ini bukan saja bersifat individual tetapi juga kolektif. Kelestarian dan kerusakan alam merupakan tanggungjawab bersama seluruh umat manusia. Semua orang harus bisa bekerjasama bahu membahu untuk menjaga dan meles-tarikan alam dan mencegah serta memulihkan kerusakan alam, serta saling mengingatkan, melarang dan menghukum siapa saja yang merusak alam.
(3)  Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity)
Dalam diri manusia timbul perasaan solider, senasib sepenanggungan dengan alam dan sesama makhluk hidup lain. Prinsip ini bisa mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan dan semua kehidupan di alam ini. Prinsip ini berfungsi sebagai pengendali moral untuk mengharmonisasikan manusia dengan ekosistemnya dan untuk mengontrol perilaku manusia dalam batas-bats keseimbangan kosmis. Solidaritas ini juga mendorong manusia untuk mengutuk dan menentang setiap tindakan yang menyakitkan binatang tertentu atau bahakn memusnakan spesies tertentu.
(4)  Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian (Caring for Nature)
Prinsip ini tidak didasarkan pada pertimbangan kepentingan pribadi, tetapi semata-mata demi kepentingan alam. Dengan semakin peduli terhadap alam, maka manusia menjadi semakin matang dengan identitas yang kuat.
(5)  Prinsip ”No Harm”
Terdapat kewajiban, sikap solider dan kepedulian, paling tidak dengan tidak melakukan tindakan yang merugikan atau mengancam eksistensi makhluk hidup lain di alam semesta ini (no harm). Jadi kewajiban dan tanggung jawab moral dapat dinyatakan dengan merawat, melindungi, menjaga dan melestarikan alam, dan tidak melakukan tindakan seperti membakar hutan dan membuang limbah sembarangan.
(6)  Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras dengan Alam
Prinsip ini menekankan pada nilai, kualitas, cara hidup yang baik, bukan menekankan pada sikap rakus dan tamak. Ada batas untuk hidup secara layak sebagai manusia, yang selaras dengan alam.
(7)  Prinsip Keadilan
Prinsip ini menekankan bahwa terdapat akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota masyarakat untuk ikut dalam menentukan kebijakan pengelplaan dan pelestarian serta pemanfaatan sumber daya alam.
Dalam prinsip ini kita perlu memerhatikan kepentingan masyarakat adat secara lebih khusus, karena dalam segi pemanfaatan sumber daya alam dibandingkan dengan masyarakat modern akan kalah dari segi permodalan, teknologi, informasi dan sebagainya, sehingga kepentingan masyarakat sangat rentan dan terancam.
(8)  Prinsip Demokrasi
Prinsip ini terkait erat dengan hakikat alam, yaitu keanekaragaman dan pluralitas. Demokrasi memberi tempat seluas-luasnya bagi perbedaan, keanekaragaman dan pluraritas. Prinsip ini sangat relevan dengan pengam-bilan kebijakan di bidang lingkungan, dan memberikan garansi bagi kebijakan yang pro lingkungan hidup.
Dalam prinsip ini tercakup beberapa prinsip moral lainnya, yaitu,
a.      Demokrasi menjamin adanya keanekaragaman dan pluralitas yang memungkinkan nilai lingkungan hidup mendapat tempat untuk diperjuangkan sebagai agenda politik dan ekonomi yang sama pentingnya dengan agenda lain.
b.         Demokrasi menjamin kebebasan dalam mengeluarkan pendapat dan memperjuangkan nilai yang dianut oleh setiap orang dan kelompok masyarakat dalam bingkai kepentingan bersama.
c.      Demokrasi  menjamin  setiap  orang  dan kelompok  masyarakat  ikut berpartisipasi dalam menentukan kebijakan publik dan memperoleh manfaatnya.
d.         Demokrasi menjamin sifat transparansi.
e.         Adanya akuntabilitas publik.
(9)  Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini terutama untuk pejabat publik, agar mempunyai sikap dan perilaku moral yang terhormat serta memegang teguh prinsip-prinsip moral yang mengamankan kepentingan publik, untuk menjamin kepentingan di bidang lingkungan.
Sedangkan para penganut deep ecology menganut delapan prinsip, diantaranya yaitu:
(1)       Kesejahteraan dan keadaan baik dari kehidupan manusiawi ataupun bukan di bumi mempunyai nilai intrinsik.
(2)    Kekayaan dan keanekaragaman bentuk-bentuk hidup menyumbangkan kepada terwujudnya nilai-nilai ini dan merupakan nilai-nilai sendiri.
(3)       Manusia tidak berhak mengurangi kekayaan dan keanekaragaman ini, kecuali untuk memenuhi kebutuhan vitalnya.
(4)       Keadaan baik dari kehidupan dan kebudayaan manusia dapat dicocok-kan dengan dikuranginya secara substansial jumlah penduduk.
(5)       Campur tangan manusia dengan dunia bukan manusia kini terlalu besar
(6)       Kebijakan umum harus dirubah, yang menyangkut struktur-struktur dasar di bidang ekonomis, teknologis, dan ideologis.
(7)       Perubahan  ideologis  terutama  menghargai  kualitas  kehidupan  dan bukan berpegang pada standar hidup yang semakin tinggi.
(8)       Mereka yang ifltjiyetujui buur-butir sebelumnya berkewajiban secara langsung dan tidak iangsung untuk berusaha mengadakan perubahan-perubahan yang perlu.
Prinsip-prinsip etika lingkungan perlu diupayakan dan diimplemen-tasikan dalam kehidupan manusia karena krisis, persoalan ekologi dan bencana aiam yang terjadi pada dasamya diakibatkan oleh pemahaman yang salah.  Yaitu  bahwa  alam  adalah  obyek  yang  boleh  diberlakukan   dan dieksploitasi sekehendak kita.
Pola pembangunan yang berlangsung saat ini perlu diubah dan diimplementasikan secara jelas. Aspek pembangunan tidak semata-mata hanya pemenuhan kebutuhan aspek ekonomi namun juga perlu memberikan bobot yang setara pada aspek-aspek sosial, budaya dan lingkungan. Kerusakan yang terjadi pada masa sekarang, tidak hanya dirasakan oleh kita sekarang ini, namun juga akan dirasakan pula oleh generasi yang akan datang. Pembangunan yang dilakukan harus merupakan pembangunan membumi yang selalu selaras dengan keseimbangan alam. Pembangunan membumi dapat dikatakan identik dengan pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.


Daftar Pustaka

Ernawan, Erni. 2011. Business Ethics. Penerbit: Alfabeta. Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar