BAITUL MAAL WATTAMWIL
Makalah
Disusun untuk melengkapi Tugas pada Mata Kuliah Bank
dan Lembaga Keuangan Syariah
Oleh
SRI
APRIYANTI HUSAIN
921409015
PROGRAM
STUDI S1 AKUNTANSI
JURUSAN
AKUNTANSI
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS
NEGERI GORONTALO
GORONTALO,
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Pendahuluan
Lembaga bisnis Islami
(syariah) merupakan salah satu instrument yang digunakan untuk mengatur
aturan-aturan ekonomi Islam. Sebagai bagian dari sistem ekonomi, lembaga
tersebut merupakan bagian dari keseluruhan sistem sosial. Oleh karenanya,
keberadaannya harus dipandang dalam konteks keseluruhan keberadaan masyarakat
(manusia), serta nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Islam menolak pandangan
yang menyatakan bahwa ilmu ekonomi merupakan ilmu yang netral-nilai.
Padahal ilmu ekonomi merupakan ilmu yang syarat orientasi nilai. Sebenarnya, bisnis
secara syariah tidak hanya berkaitan dengan larangan bisnis yang berhubungan
dengan, seperti masalah alkohol, pornografi, perjudian, dan aktivitas lain yang
menurut pandangan Islam seperti tidak bermoral dan antisosial. Akan tetapi
bisnis secara syariah ditunjukan untuk memberikan sumbangan positif terhadap
pencapaian tujuan sosial-ekonomi masyarakat yang lebih baik. Bisnis secara
syariah dijalankan untuk menciptakan iklim bisnis yang baik dan lepas dari
praktik kecurangan.
Dalam segenap aspek
kehidupan bisnis dan transaksi, dunia Islam mempunyai sistem perekonomian yang
berbasiskan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Syariah yang bersumber dari Al
Quran dan Al Hadits serta dilengkapi dengan Al Ijma dan Al Qiyas. Sistem
perekonomian Islam, saat ini lebih dikenal dengan istilah Sistem Ekonomi
Syariah.
Al Quran mengatur
kegiatan bisnis bagi orang-perorang dan kegiatan ekonomi secara makro bagi
seluruh umat di dunia secara eksplisit dengan banyaknya instruksi yang sangat
detail tentang hal yang dibolehkan dan tidak dibolehkan dalam menjalankan
praktek-praktek sosial-ekonomi. Para ahli yang meneliti tentang hal-hal yang
ada dalam Al Quran mengakui bahwa praktek perundang-undangan Al Quran selalu
berhubungan dengan transaksi. Hal ini, menandakan bahwa betapa aktivitas
ekonomi itu sangat penting menurut Al Quran.
Ekonomi Syariah
menganut faham Ekonomi Keseimbangan, sesuai dengan pandangan Islam, yakni bahwa
hak individu dan masyarakat diletakkan dalam neraca keseimbangan yang adil
tentang dunia dan akhirat, jiwa dan raga, akal dan hati, perumpamaan dan
kenyataan, iman dan kekuasaan. Ekonomi Keseimbangan merupakan faham ekonomi
yang moderat tidak menzalimi masyarakat, khususnya kaum lemah sebagaimana yang
terjadi pada masyarakat kapitalis. Di samping itu, Islam juga tidak menzalimi
hak individu sebagaimana yang dilakukan oleh kaum sosialis, tetapi Islam
mengakui hak individul dan masyarakat.
Dari kajian-kajian yang
telah dilakukan, ternyata Sistem Ekonomi Syariah mempunyai konsep yang lengkap
dan seimbang dalam segala hal kehidupan, namun sebagian umat Islam, tidak
menyadari hal itu karena masih berpikir dengan kerangka ekonomi
kapitalis-sekuler, sebab telah berabad-abad dijajah oleh bangsa Barat, dan juga
bahwa pandangan dari Barat selalu lebih hebat. Padahal tanpa disadari ternyata
di dunia Barat sendiri telah banyak negara mulai mendalami sistem perekonomian
yang berbasiskan Syariah.
Lembaga Keuangan
Syariah sebagai bagian dari Sistem Ekonomi Syariah, dalam menjalankan bisnis
dan usahanya juga tidak terlepas dari saringan Syariah. Oleh karena itu,
Lembaga Keuangan Syariah tidak akan mungkin membiayai usaha-usaha yang di
dalamnya terkandung hal-hal yang diharamkan, proyek yang menimbulkan
kemudharatan bagi masyarakat luas, berkaitan dengan perbuatan mesum/ asusila,
perjudian, peredaran narkoba, senjata illegal, serta proyek-proyek yang dapat
merugikan syiar Islam. Untuk itu dalam struktur organisasi Lembaga Keuangan
Syariah harus terdapat Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi produk
dan operasional lembaga tersebut.
Lembaga Keuangan
Syariah, dalam setiap transaksi tidak mengenal bunga, baik dalam menghimpun
tabungan investasi masyarakat ataupun dalam pembiayaan bagi dunia usaha yang
membutuhkannya. Menurut Dr. M. Umer Chapra , penghapusan bunga akan
menghilangkan sumber ketidakadilan antara penyedia dana dan pengusaha.
Keuntungan total pada modal akan dibagi di antara kedua pihak menurut keadilan.
Pihak penyedia dana tidak akan dijamin dengan laju keuntungan di depan meskipun
bisnis itu ternyata tidak menguntungkan.
Sistem bunga akan
merugikan penghimpunan modal, baik suku bunga tersebut tinggi maupun rendah.
Suku bunga yang tinggi akan menghukum pengusaha sehingga akan menghambat
investasi dan formasi modal yang pada akhirnya akan menimbulkan penurunan dalam
produktivitas dan kesempatan kerja serta laju pertumbuhan yang rendah.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya yaitu:
1) Apakah Pengertian Baitul
Maal Wattamwil
2) Bagaimana Sejarah Berdirinya
Baitul Maal Wattamwil
3) Bagaimana Organisasi Baitul
Maal Wattamwil
4) Apa Saja Prinsip Operasi
Baitul Maal Wattamwil
5) Penghimpunan Dana pada
Baitul Maal Wattamwil
6) Bagaimana Cara Mendirikan Baitul
Maal Wattamwil
7) Apa Kendala Pengembangan
Baitul Maal Wattamwil
8) Bagaimana Strategi
Pengembangan Baitul Maal Wattamwil
1.3
Tujuan Penulisan
1) Untuk mengetahui apa
Pengertian Baitul Maal Wattamwil
2) Untuk mengetahui Sejarah
Berdirinya Baitul Maal Wattamwil
3) Untuk mengetahui Organisasi
Baitul Maal Wattamwil
4) Untuk Mengetahui Prinsip
Operasi Baitul Maal Wattamwil
5) Untuk mengetahui
Penghimpunan Dana pada Baitul Maal Wattamwil
6) Untuk mengetahui Cara
Mendirikan Baitul Maal Wattamwil
7) Untuk mengetahui
Pengembangan Baitul Maal Wattamwil
8) Untuk mengetahui Strategi
Pengembangan Baitul Maal Wattamwil
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Baitul Maal
Wattamwil
Secara garis besar BMT
memiliki 2 fungsi utama:
Bait al maal :
lembaga yang mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non
profit, sepertihalnya zakat, infaq, dan sadaqoh. Bait at tamwil :
lembaga yang mengarah pada usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial.
Dari
definisi Sudarsono diatas dapat disimpulkan bahwa BMT mempunyai dua fungsi,
yaitu fungsi non profit department sebagai landasan histories bahwa baitul maal
pada masa Islam klasik adalah berfungsi sebagai dana umat dan penyeimbang
perekonomian, sedangkan fungsi kedua yaitu fungsi profit department karena
sebagai panjang tangan dari bank Syariah yang di atas sudah dijelaskan bahwa
kemampuan perbankan sangat terbatas untuk menjangkau sector usaha mikro dan
kecil sehingga dibutuhkan lembaga keuangan yang komersial seperti bank sehingga
dapat menjangkau sector tersebut, dan alternative pemikir ekonomi Islam untuk
lembaga itu adalah BMT tersebut.
Baitul
Maal wat Tamwil (BMT) atau Balai Usaha Mandiri Terpadu, adalah lembaga keuangan
mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan derajat
dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas
prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan
berlandaskan pada system ekonomi yang salaam.
2.2
Sejarah Berdirinya Baitul
Maal Wattamwil
Setelah berdirinya Bank
Muamalat Indonesia (BMI) timbul peluang untuk mendirikan untuk bank-bank yang
berprinsip syariah. Operasionalisasi BMI kurang menjangkau usaha masyarakat
kecil dan menengah, maka muncul usaha untuk mendirikan bank dan lembaga
keuangan mikro, seperti BPR Syariah dan BMT yang bertujuan untuk mengatasi
hambatan operasionalisasi daerah.
Disamping itu, ditengah-tengah
kehidupan masyarakat yang hidup serba berkecukupan muncul kekhawatiran akan
timbulya pengikisan akidah. Pegikisan akidah ini bukan hanya dipengaruhi dari
aspek syiar islam tetapi juga dipengaruhi oleh ekonomi masyarakat. Sebagaimana
diriwayatkan dari Rasulullah SAW,”Kefakiran itu mendekati kekufuran” maka
keberadaan BMT diharapkan mampu mengatasi masalah ini lewat pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan ekonomi masyarakat.
Di lain pihak, beberapa
masyarakat harus menghadapi rentenir atau lintah darat. Maraknya rentenir
ditengah-tengah masyarakat mengakibatkan masyarakat semakin terjerumus pada
masalah ekonomi yang tidak menentu. Besarnya pengaruh rentenir terhadap
perekonomian masyarakat tidak lain karena tidak adanya unsur-unsur yang cukup
akomodatif dalam menyelesaikan masalah yang masyarakat hadapi. Oleh karena itu,
BMT diharapkan mampu berperan lebih aktif dalam memperbaiki kondisi ini.
Dengan keadaan tersebut
keberadaan BMT setidaknya mempunyai beberapa peran :
1) Menjauhkan masyarakat dari
praktek ekonomi non-syariah. Aktif melakukan sosialisasi di tengah masyarakat
tentang arti penting sistem ekonomi islam. Hal ini bisa dilakukan dengan
pelatihan-pelatihan mengenai cara-cara bertransaksi yang islami, misalnya
supaya ada bukti dalam transaksi, dilarang curang dalam menimbang barang, jujur
terhadap konsumen dan sebagainya
2) Melakukan pembinaan dan
pendanaan usaha kecil. BMT harus bersikap aktif menjalankan fungsi sebagai
lembaga keuangan mikro, misalnya dengan jalan pendampingan, pembinaan,
penyuluhan, dan pengawasan terhadap usaha-usaha nasabah atau masyarakat umum
3) Melepaskan ketergantungan
pada rentenir, masyarakat yang masih tergantung pada rentenir disebabka
rentenir mampu memenuhi keinginan masyarakat dalam memenuhi dana dengan segera.
Maka BMT harus mampu melayani masyarakat lebih baik, misalnya selalu tersedia
dana setiap saat, birokrasi yang sederhana dan lain sebagainya
4) Menjaga keadilan ekonomi
masyarakat dengan distribusi yang merata. Fungsi BMT langsung berhadapan dengan
masyarakat yang kompleks dituntut harus pandai bersikap, oleh karena itu
langkah-langkah untuk melakukan evauasi dalam rangka pemetaan skala prioritas
yang harus diperhatikan.
2.3
Organisasi Baitul Maal
Wattamwil
Untuk memperlacar tugas BMT,
maka diperlukan struktur untuk mendeskripsikan alur kerja yang harus dilakukan
oleh personil yang ada di dalam BMT tersebut. Struktur organisasi BMT meliputi
musyawarah anggota pemegang simpanan pokok, dewan syariah, Pembina manajemen,
manajer, pemasaran, kasir, dan pembukuan. Adapun tugas dari masing-masing struktur
tersebut adalah:
1) Musyawarah anggota pemegang
simpanan pokok memegang kekuasaan tertinggi di dalam memutuskan
kebjakan-kebijakan makro BMT
2) Dewan Syariah bertugas
mengawasi dan menilai opersionalisasi BMT
3) Pembina Manajemen bertugas
untuk membina jalannya BMT dalam merealisasikan programnya
4) Pemasaran betugas untuk
mensosialisasikan dan mengelola produk-produk BMT
5) Kasir bertugas melayani
nasabah
6) Pembukuan bertugas untuk
melakukan pebukuan atas asset dan omzet BMT
2.4
Prinsip Operasi Baitul Maal
Wattamwil
1) Prinsip Bagi Hasil
Bagi
hasil dilakukan antara BMT dengan pengelola dana dan antara BMT dengan penyedia
dana (penyimpan/penabung). Bagi hasil ini dibedakan atas:
a) Musyarakah,
adalah suatu perkongsian antara dua pihak atau lebih dalam suatu proyek dimana
masing-masing pihak berhak atas segala keuntungan dan bertanggung jawab atas
segala kerugian yang terjadi sesuai dengan penyertaannya masing-masing
b) Mudharabah,
adalah perkongsian antara dua pihak dimana pihak pertama (shahib al amal)
menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan
usaha. Keuntungan dibagikan sesuai dengan rasio laba yang telah disepakati
bersama terlebih dahulu di depan. Manakala rugi, shahib al amal akan kehilangan sebagian
imbalan dari kerja keras dan manajerial skill selama proyek berlangsung
c) Murabahah,
adalah pola jual beli dengan membayar tangguh, sekali bayar.
d) Muzaraah,
adalah dengan memberikan l kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara
dengan imbalan bagian tertentu (prosentase) dari hasil panen
e) Musaaqot,
adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzaraah
dimana si penggarapnya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan.
Sebagai imbalan si penggarap berhak atas rasio tertentu dari hasil panen.
2) Jual
Beli dengan Mark Up (tambahan atas modal)
Jual
beli dengan mark up merupakan tata cara jual beli yang dalam pelaksanaannya,
BMT mengangkat nasabah sebagai agen (yang diberi kuasa) melakukan pembelian
barang atas nama BMT, kemudian BMT bertindak sebagai penjual kepada nasabah
dengan harga sejumlah harga beli tambah keuntungan bagi BMT atau sering disebut
margin/mark up. Keuntungan
yang diperoleh BMT akan dibagi kepada penyedia dan penyimpan dana.
Jenis-jenisnya adalah:
a) Bai
Bitsaman Ajil (BBA), adalah proses jual beli dimana
pembayaran dilakukan secara lebih dahulu dan penyerahan barang dilakukan
kemudian.
b) Bai
As Salam, proses jual beli dimana pembayaran
dilakukan terlebih dahulu dan penyerahan barang dilakukan kemudian
c) Al
Istishna, adalah kontrak order yang
ditandatangani bersamaan antara pemesan dengan produsen untuk pembuatan jenis
barang tertentu
d) Ijarah
atau Sewa, adalah dengan memberi penyewa untuk
mengambil pemanfaatan dari sarana barang sewaan untuk jangka waktu tertentu
dengan imbalan yang besarnya telah disepakati bersama
e) Bai
Ut Takjiri, adakah suatu kontrak sewa yang
diakhiri dengan penjualan. Dalam kontrak ini pembayaran sewa telah
diperhitungkan sedemikian rupa sehingga padanya merupakan pembelian terhadap
barang secara berangsur
f) Musyarakah
Mutanaqisah, adalah kombinasi antara musyawarah
dengan ijarah (perkongsian dengan sewa). Dalam kontrak ini kedua belah pihak
yang berkongsi menyertakan modalnya masing-masing.
3) Pembiayaan
Non Profit
Sistem
ini disebut juga pembiayaan kebajikan. Sistem ini lebih bersifat sosial dan
tidak profit oriented. Dalam BMT pembiayaan ini sering dikenal dengan Qard
yang bertujuan untuk kegiatan produktif yang secara aplikatif peminjam dana
hanya perlu mengembalikan modal yang dipinjam dari BMT apabila sudah jatuh
tempo, yang tentu dengan beberapa criteria UMK yang harus dipenuhi.
Dalam operasionalnya,
Lembaga Keuangan Syariah berada dalam koridor-koridorprinsip-prinsip:
1) Keadilan,
yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi dan resiko
masing-masing pihak
2) Kemitraan,
yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna dana, serta
lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling
bersinergi untuk memperoleh keuntungan
3) Transparansi,
lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan keuangan secara terbuka dan berkesinambungan
agar nasabah investor dapat mengetahui kondisi dananya
4) Universal,
yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat
sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Ciri-ciri sebuah
Lembaga Keuangan Syariah dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:
1) Dalam
menerima titipan dan investasi, Lembaga Keuangan Syariah harus sesuai dengan
fatwa Dewan Pengawas Syariah
2) Hubungan
antara investor (penyimpan dana), pengguna dana, dan Lembaga Keuangan Syariah
sebagai intermediary institution, berdasarkan kemitraan, bukan hubungan
debitur-kreditur
3) Bisnis
Lembaga Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan profit orianted, tetapi juga
falah orianted, yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat
4) Konsep
yang digunakan dalam transaksi Lembaga Syariah berdasarkan prinsip kemitraan
bagi hasil, jual beli atau sewa menyewa guna transaksi komersial, dan
pinjam-meminjam (qardh/ kredit) guna transaksi sosial
5) Lembaga
Keuangan Syariah hanya melakukan investasi yang halal dan tidak menimbulkan
kemudharatan serta tidak merugikan syiar Islam
Dalam membangun sebuah
usaha, salah satu yang dibutuhkan adalah modal. Modal dalam pengertian ekonomi
syariah bukan hanya uang, tetapi meliputi materi baik berupa uang ataupun
materi lainnya, serta kemampuan dan kesempatan. Salah satu modal yang penting
adalah sumber daya insani yang mempunyai kemampuan di bidangnya.
Sumber Daya Insani
(SDI) yang dibutuhkan oleh sebuah lembaga keuangan syariah, adalah seorang yang
mempunyai kemampuan profesionalitas yang tinggi, karena kegiatan usaha lembaga
keuangan secara umum merupakan usaha yang berlandaskan kepada kepercayaan
masyarakat.
Untuk SDI lembaga
keuangan syariah, selain dituntut memiliki kemampuan teknis perbankan juga
dituntut untuk memahami ketentuan dan prinsip syariah yang baik serta memilik
akhlak dan moral yang Islami, yang dapat dijabarkan dan diselaraskan dengan
sifat-sifat yang harus dipenuhi, yakni:
1)
Siddiq, yakni bersikap
jujur terhadap diri sendiri, terhadap orang, dan Allah SWT
2)
Istiqomah, yakni
bersikap teguh, sabar dan bijaksana
3)
Fathonah, yakni
professional, disiplin, mentaati peraturan, bekerja keras, dan inovatif
4)
Amanah, yakni penuh
tanggungjawab dan saling menghormati dalam menjalankan tugas dan melayani mitra
usaha
5)
Tabligh, yakni bersikap
mendidik, membina, dan memotivasi pihak lain untuk meningkatkan fungsinya
sebagai kalifah di muka bumi.
Selain peningkatan
kompetensi dan profesionalisme melalui pendidikan dan pelatihan, perlu juga
diciptakan suasana yang mendukung di setiap lembaga keuangan syariah, tidak
terbatas hanya pada layout serta physical performance, melainkan juga nuansa
non fisik yang melibatkan gairah Islamiyah.
Hal ini perlu dilakukan
sebagai environmental enforcement, mengingat agar sumber daya yang telah
belajar dan mendapatkan pendidikan serta pelatihan yang baik, ketika masuk ke
dalam pekerjaannya menjadi sia-sia karena lingkungannya tidak mendukung.
Bisnis berdasarakan syariah
di negeri ini tampak mulai tumbuh. Pertumbuhan itu tampak jelas pada sektor
keuangan. Dimana kita telah mencatat tiga bank umum syariah, 78 BPR Syariah,
dan lebih dari 2000 unti Baitul Mal wa Tamwil. Lembaga ini telah mengelola
berjuta bahkan bermiliar rupiah dana masyarakat sesuai dengan prinsip syariah.
Lembaga keuangan tersebut harus beroperasi secara ketat berdasarkan
prinsip-prinsip syariah. Prinsip ini sangat berbeda dengan prinsip yang dianut
oleh lembaga keuangan non-syariah.
Adapun prinsip-prinsip yang dirujuk adalah:
1) Larangan menerapkan bunga
pada semua bentuk dan jenis transaksi
2) Menjalankan aktivitas bisnis
dan perdagangan berdasarkan pada kewajaran dan keuntungan yang halal
3) Mengeluarkan zakat dari
hasil kegiatannya
4) Larangan menjalankan
monopoli
5) Bekerja sama dalam membangun
masyarakat, melalui aktivitas bisnis dan perdagangan yang tidak dilarang oleh
Islam
2.5
Penghimpunan Dana pada
Baitul Maal Wattamwil
2.5.1
Penyimpanan dan Penghimpunan
Dana
1) Sumber dana BMT
-
Dana masyarakat
-
Simpanan biasa
-
Simpanan berjangka atau deposito
-
Lewat kerja antara lembaga atau institusi
2) Kebiasaan penggalangan dana
-
Penyandang dana rutin tapi tetap, besarnya dana biasanya
variatif
-
Penyandang dana rutin tidak tetap besarnya dana biasanya
variatif
-
Penyandang dana temporal-deposito minimal Rp. 1.000.000,- sampai
Rp. 5.000.000,-
3) Pengambilan dana
-
Pengambilan dana rutin tertentu yang tetap
-
Pengambilan dana tidak rutin tetapi tertentu
-
Pengambilan dana tidak tentu
-
Pengambilan danasejumlah tertentu tapi pasti
4) Penyimpanan dan penggalangan
dana dalam masyarakat dipengaruhi
-
Memperhatikan momentum
-
Mampu memberukan keuntungan
-
Memberikan rasa aman
-
Pelayanan optimal
-
Profesionalisme
2.5.2
Penggunaan Dana
1) Penggalangan dana digunakan
untuk:
-
Penyaluran melalui pembiayaan
-
Kas tangan
-
Ditabungkan di BPRS aau di bank syariah
2) Penggunaan dana masyarakat
yang harus disalurkan kepada:
-
Penggunaan dana BMT yang rutin dan tetap
-
Penggunaan dana BMT yang tidak rutin tapi tetap
-
Penggunaan dana BMT yang tidak tentu tapi tetap
-
Penggunaan dana BMT tidak tentu
3) Sistem pengangsuran atau
pengembalian dana
-
Pengangsuran yang rutin dan tetap
-
Pengangsuran yang tidak rutin dan tetap
-
Pengangsuran yang jatuh tempo
-
Pengangsuran yang tidak tentu
4) Klasifikasi pembiayaan
-
Perdagangan
-
Industry rumah tangga
-
Pertanian/peternakan/perikanan
-
Konveksi
-
Kontruksi
-
Percetakan
-
Jasa-jasa/lain
5) Jenis angsuran
-
Harian
-
Mingguan
-
2 mingguan
-
Bulanan
-
Jatuh tempo
6) Antisipasi kemacetan dalam
pembiayaan BMT
-
Ealuasi terhadap kegiatan pembiayaan
-
Erevisi segala kegiatan pembiayaan
-
Pemindahan akad baru
-
Mencarikan donator yang biasa menutup pembiayaan
2.5.3
Pelayanan Zakat Dan Shadaqah
1) Penggalangan dana zakat,
infaq, dan shadaqah(ZIS)
-
ZIS masyarakat
-
Lewat kerjasama antar BMT dengan Lembaga Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah(BAZIS)
2) Dalam penyaluran dana ZIS
-
Digunakan untuk pemberian pemberian pembiayaan yang sifatnya
hanya membantu
-
Pemberian beasiswa bagi peserta yang berprestasi aatu kurang
mampu dalam membayar SPP
-
Penutupan terhadap pembiayaan yang macet karena fakto
kesulitan pelunasan
-
Membantu masyarakat yang perlu pengobatan
2.6
Cara Mendirikan Baitul Maal
Wattamwil
2.6.1
Modal Pendirian BMT
BMT dapat didirikan dengan
modal awal Rp. 20.000.000,- atau lebih. Namun demikian, jika terdapat kesulitan
dalam mengumpulkan modal awal, dapat dimulai dengan modal Rp. 10.000.000,- bahkan Rp. 5.000.000,-. Modal awal ini dapat
berasal dari satu atau beberapa tokoh masyarakat setempat, yayasan, kas masjid,
atau BAZIS setempat. Namun sejak awal anggota pendiri BMT harus terdiri antara
20 sampai 44 anggota pendiri, agar BMT menjadi milik masyarakat setempat.
2.6.2
Badan Hukum BMT
BMT dapat didirikan dalam
bentuk kelompok swadaya masyarakat atau koperasi
1) KSM adalah Kelompok Swadaya
Masyarakat dengan mendapat surat keterangan operasional dan PINBUK
2) Koperasi serba usaha atau
koperasi syariah
3) Koperasi simpan pinjam
syariah
2.6.3
Tahap Pendirian BMT
Adapun tahap-tahap pendirian BMT yaitu:
1) Pemrakarsa membentuk panitia
penyiapan pendirian BMT di lokasi tertent, seperti masjid, kelurahan,
kecamatan, dan lainnya
2) P3B mencari modal awa atau
modal perangsang sebesar Rp. 5.000.000,- sampai p. 10.000.000,- atau lebih
besar mencapai Rp. 20.000.000,- untuk segera memulai langkah opersional
3) Atau langsung mencari
pemodal-pemodal pendiri dari sekitar 20 sampai 44 orang di kawasan itu untuk
mendapatkan dana urunan hingga mecapai jumlah Rp. 20.000.000,- atau minimal Rp.
5.000.000,-
4) Jika calon pemodal telah ada
maka dipilih pengurus yang ramping untuk mewakili pendiri dalam mengarahkan
kebijakan BMT
5) Melatih 3 calon pengelola
denga menghubungi pusdiklat PINBUK Provinsi atau Kabupaten/Kota
6) Melaksanakan
persiapan-persiapan sarana perkantoran dan formulir yang diperlukan
7) Menjalankan bisnis operasi
BMT secara professional dan sehat
2.7
Kendala Pengembangan Baitul
Maal Wattamwil
Prospek BMT
sangat bagus, meski sama-sama menjalankan fungsi sebagai intermediasi dan masa
pertumbuhan yang berbarengan, produk yang ditawarkan BMT lebih inovatif dan
variatif disbanding Bank Syariah.
Direktur KBC
(Karim Business Consulting) Adiwarman Karim pada Penguatan SDM pada praktisi
BMT mengatakan. Akad murabahah BMT jauh lebih rumit dibanding yang dipraktikkan
Bank Syariah. Karena di BMT banyak membiayai pedagang kelontong dengan puluhan
item barang. Dari sisi asset, BMT memang masih kecil. Karena itu
pembiayaanyapun membidik usaha mikro dan kecil. Namun dia yakin BMT akan
memberikan kontribusi yang besar dalam pengembangan perekonomian syariah karena
jumlahnya besar dan lokasinya pun tersebar hingga kedaerah terpencil.
Untuk itu
Adi menghimbau sebuah komite pengembangan BMT yang terdiri dari praktisi BMT.
Tugasnya mengembangkan produk BMT serta standar akuntansi dan legal formal
transaksi BMT.
Menurut M.
Burhan, pengurus BMT Safinah di Klaten, BMT belum dikawal dengan DPS yang
mumpuni. Tak heran beberapa praktik BMT akhirnya tidak sesuai syariah akibat
ketidaktahuan pengurus dan lemahnya peran DPS.
Dalam perkembangan BMT
tentunya tidak lepas dari berbagai kendala. Adapun kendala-kendala tersebut
diantaranya:
1)
Akumulasi kebutuhan dana masyarakat
belum bisa dipenuhi BMT
2)
Adanya rentenir yang
memberikan dana yang memadai dan pelayanan yang baik dibanding BMT
3)
Nasabah bermasalah
4)
Persaingan tidak Islami antar
BMT
5)
Pengarahan pengelola pada
orientasi bisnis terlalu dominant sehingga mengikis sedikit rasa idealis
6)
Ketimpangan fungsi utama BMT,
antara baitul mal dengan baitutamwil.
7)
SDM kurang.
Ada beberapa
strategi yang dapat digunakan dalam mengatasi problematika ekonomi yang ada di
BMT saat ini :
1)
Optimalisasi SDM yang ada di
BMT
2)
Strategi pemasaran yang lebih
meluas
3)
Inovasi Produk sesuai
kebutuhan masyarakat
4)
Pengembangan asset
paradigmatic
5)
Fungsi partner BMT harus
digalakkan bukan menjadi lawan
6)
Evaluasi Bersama BMT
2.8
Strategi Pengembangan Baitul
Maal Wattamwil
Semakin berkembangnya
masalah ekonomi masyarakat, maka berbagai kendala tidak mungkin dilepaskan dari
BMT. Oleh karena itu perlu strategi yang jitu guna mempertahankan eksistensi
BMT tersebut. Strategi tersebut adalah:
1) Sumberdaya manusi yang
kurang memadai kebanyakan berkorelasi dari tingkat pendidikan dan pengetahuan
2) Strategi pemasaran yang
local oriented berdampak pada lemahnya upaya BMT untuk mensosialisasikan
produk-produk BMT di luar masyarakat di mana BMT itu berada
3) Perlunya inovasi
4) Untuk meningkatkan kualitas
layanan BMT diperlukan pengetahuan strategic dalam bisnis
5) Pengembangan aspek
paradigmatic, diperlukan pengetahuan mengenai aspek bisnis islami sekaligus
meningkatkan muatan-muatan islam dalam setiap perilaku pengelola dan karyawan
BMT dengan masyarakat pada umumnya dan nasabah pada khususnya
6) Sesama BMT sebagai partner
dalam rangka mengentaskan ekonomi masyarakat, demikian antara BPRS dan BMT
maupun Bank Syariah merupakan satu kesatuan yang berkesinambungan antara satu
dengan lainnya mempunyai tujuan untuk menegakkan syariat islam di bidang
ekonomi
7) Perlu adanya evaluasi
bersama guna memberikan peluang bagi BMT untuk lebih kompetitif
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
atau Balai Usaha Mandiri Terpadu, adalah lembaga keuangan mikro yang
dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan derajat dan
martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa
dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada
system ekonomi yang salaam.
Adapun sejarah berdirinya
BMT Yaitu: Setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) timbul peluang
untuk mendirikan untuk bank-bank yang berprinsip syariah. Operasionalisasi BMI
kurang menjangkau usaha masyarakat kecil dan menengah, maka muncul usaha untuk
mendirikan bank dan lembaga keuangan mikro, seperti BPR Syariah dan BMT yang
bertujuan untuk mengatasi hambatan operasionalisasi daerah.
Untuk memperlacar tugas BMT,
maka diperlukan struktur untuk mendeskripsikan alur kerja yang harus dilakukan
oleh personil yang ada di dalam BMT tersebut. Struktur organisasi BMT meliputi
musyawarah anggota pemegang simpanan pokok, dewan syariah, Pembina manajemen,
manajer, pemasaran, kasir, dan pembukuan
3.2 Saran
Ada beberapa strategi untuk
mengatasi masalah pendanaan BMT yang dapat diterapkan:
1)
Optimalisasi lembaga
pemerintahan yang mengadakan pendanaan BMT.
2) Optimalisasi linkage program untuk penambahan
permodalan BMT, baik itu antara BMT dan BPRS serta Bank Syariah, sehingga
kemungkinan likuidasi BMT terjadi akan semakin mengecil.
3) Adanya pengawasan dan
pembimbingan oleh instansi pemerintah terhadap sistem dan operasional BMT agar
tercipta keterpaduan di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Muhamad, 2000. Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, UII Press Yogyakarta,
Muhamad, Prinsip-prinsip
Akuntansi dalam Al-Quran, UII Press Yogyakarta
Heri Sudarsono. 2007. cetakan ke-empat. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi
dan Ilustrasi. Ekonosia. Yoyakarta