Background
Terdapat empat kecenderungan
utama yang menunjukan implementasi strategi pada perusahaan multinasional
(MNE). Pertama, kecenderungan untuk
mengalihkan sebuah konseptualisasi strategi MNE yang relatif
sederhana ke konseptualisasi
yang lebih kompleks, dimana penelitian
terdahulu mengonsepsikan strategi MNE dengan menggunakan dua
dimensi yaitu keragaman produk asing
dan penjualan asing sebagai persen dari total penjualan, (Stopford & Wells, 1972)
sedangkan penelitian terbaru menggunakan
standardisasi produk di seluruh negara, lokasi
kegiatan individual dari value chain
anak perusahaan, dan mengatur “global of chess
game”.
Kedua, secara historis, koordinasi dan proses kontrol dalam MNEs melibatkan seluruh
MNE sebagai unit analisis,
dimana fokusnya adalah pemahaman perbedaan antar
karakteristik struktural MNE seperti sentralisasi (Gates
& Egelholff, 1986),
formalisasi (Hedlund, 1981), dan departementalisasi
(Danies, Pitts, &
Trotter, 1984; Fouraken
& Stopford, 1968;
Stopford & Wells,
1972). Sementara penelitian terbaru meneliti
tentang bagaimana keanekaragaman di
anak perusahaan yang mungkin
mengakibatkan perbedaan intra-MNE
dalam koordinasi dan kontrol, (Egelholf, 1988; Ghoshal
& Nohria, 1989,
Gupta & Govindarajan,
1991; Hedlund, 1986;
Martines & Jarillo, 1991, Poyner &
Rugman 1982).
Ketiga, kecenderungan untuk mengalihkan fokus kekuasaan pada struktur
organisasi formal MNEs dengan
mempertimbangkan proses informal,
dimana penelitian sebelumnya hanya berfokus
pada organisasi formal seperti keputusan internasional, struktur daerah, struktur
produk di seluruh dunia atau
matriks global (Danies, Pitts & Trotter,
1984; Fourker &
Stopford, 1986; Franko 1976; Stopford &
Wells, 1972). Sementara penelitian terbaru lebih pada implementasi strategi global dan
juga mekanisme informal dan proses seperti sosialisasi perusahaan dari presiden anak perusahaan (Bartlett & Ghoshal, 1989;
Edstrom & Galoralth,
1977; Ghoshal & Nohria, 1989; Gupta
& Govindarman 1991; Martines &
Jarillo, 1991; Prahalad & Doz, 1987).
Keempat, penelitian
sebelumnya secara implisit mengasumsikan bahwa tanggung jawab utama untuk koordinasi dan kontrol anak perusahaan terletak pada kantor pusat (Fouraker & Stopford
1968; Franko 1976;
Stopford & Wells,
1972) sedangkan penelitian terbaru anak perusahaan itu
sendiri mungkin memainkan peran penting
dalam koordinasi kegiatannya
dengan anak perusahaan lainnya (Bartlett
& Ghoshal, 1989
Gupta & Govindarajan,
1993; Roth &
Marrison, 1992).
Tulisan ini mengkaji empat kecenderungan
yang muncul dalam penelitian implementasi strategi
MNE, yaitu fokus
pada starategi MNE yang lebih kompleks,
strategi yang berfokus pada perbedaan intra MNE,
fokus pada mekanisme implementasi formal dan informal, dan fokus pada kedua
koordinasi secara vertikal dan
horizontal. Secara khusus, tulisan
ini membahas secara teoritis
dan empiris variasi
dalam mekanisme koordinasi dan
kontrol di anak perusahaan yang berbeda satu sama lain dimana mereka memiliki konfigurasi value chain yang
secara substansial berbeda dalam penyertaan atau perkecualiaan penelitian dan pengembangan
(R&D), manufaktur,
dan kegiatan pemasaran dan penjualan dalam charter anak perusahaan. Data untuk penelitian ini dikumpulkan langsung dari presiden anak
perusahaan asing yang berjumlah 374 orang dari 75 kantor pusat MNEs di
Amerika Serikat, Jepang dan Eropa.
The Phenomenon of Interest
Alternative
Value chain Configurations
Dari penelitian sebelumnya (Ghoshal, 1987; Hirseh, 1976; Kogut, 1984, 1985;
Porter 1986; Root, 1987; Vernon, 1971) dapat disimpulkan bahwa karakteristik
struktural industri ditambah dengan perbedaan keunggulan komparatif dari
berbagai negara pada umumnya akan menghasilkan situasi dimana anak perusahaan
asing yang berbeda memiliki charter strategis
yang berbeda pula dalam lingkup value
chain yang terdapat di anak perusahaan. Sementara Porter
(1986) dan lainnya
berpendapat bahwa desain
perbedaan konfigurasi ini merupakan
inti dari strategi global setiap perusahaan.
Selanjutnya,
perbedaan yang paling signifikan antara konfigurasi value chain terletak
pada tingkat kelengkapan value
chain anak perusahaan
baik termasuk
atau
tidak termasuk R&D, manufaktur, dan pemasaran/penjualan, kegiatan dalam charter anak
perusahaan. Mengadopsi perspektif proses, maka pertanyaan
kritis yang difokuskan
dalam penelitian ini adalah apakah
sifat koordinasi dan
mekanisme kontrol yang mengatur hubungan
kantor pusat-anak
perusahaan tergantung pada
tingkat kelengkapan
value chain anak
perusahaan, dan
jika demikian, bagaimana?
Corporate
Control Over Subsidiaries
Pada penelitian ini, karakteristik tim manajemen puncak anak perusahaan
dioperasionalisasikan dalam hal kewarganegaraan presiden anak perusahaan dan
sisanya tim manajemen (Tung, 1982; Zeira, 1976). Mengacu dari penelitian
sebelumnya atas mekanisme kontrol baik secara umum (Ouchi, 1977, 1979) maupun
dalam konteks MNE (Ricks, Toyne, dan Martines, 1990), penelitian ini
mengoperasionalkan kendali perusahaan atas anak perusahaan pada dua dimensi,
yaitu tingkat kontrol dan jenis kontrol.
Tingkat kontrol dalam penelitian ini dioperasionalisasikan dalam hal
desentralisasi kantor pusat ke anak perusahaan dalam pengambilan keputusan,
(Gates & Egelhoff, 1986; Geringer & Herbert, 1989: Tannenbaum, 1968;
Vancil 1980). Sementara jenis kontrol (Ouchi (1975, 1977, 1979) dalam
penelitian ini terdiri dari:
1).
Clan kontrol,
yaitu jenis kontrol dioperasionalkan dalam hal sosialisasi perusahaan dari
presiden anak perusahaan (Bartled & Ghoshal, 1989; Edstrom & Galbralth,
1977; Vaan Maanen & Schein, 1979).
2).
Behavior
control, yaitu jenis kontrol yang dioperasionalkan dalam hal frekuensi
komunikasi antara perusahaan induk dan presiden anak perusahaan (Allen &
Cohen, 1979; Jablin, 1979; Tushman, 1977).
3).
Output control,
yaitu jenis kontrol yang dioperasionalkan dalam hal tingkat ketergantungan pada
kinerja sekelompok anak perusahaan (berbeda dengan ketergantungan pada fokus
kinerja anak perusahaan) dalam menentukan kompensasi presiden anak perusahaan
(Lawler, 1990; Salter 1973).
Hipotesis dalam penelitian ini mengenai dampak konfigurasi value chain anak
perusahaa pada hubungan
antara anak
perusahaan dengan yang dikembangkan
kedalam dua tahap.
Tahap pertama, penelitian difokuskan pada implikasi pola saling
ketergantungan organisasi yang berbeda terkait dengan berbagai tingkat
kelengkapan value chain. Tahap kedua, penelitian difokuskan pada kasus tertentu dari anak
perusahaan dengan value chains yang lengkap.
Hipotesis penelitian
ini didasarkan pada dua premis berikut (i) Premis Pertama – Value chain yang kurang lengkap dari anak
perusahaan, akan memperbesar hubungan saling ketergantungan antar anak
perusahaan dengan bersandar pada MNE.(ii) Premis 2 – Value chain yang lebih
lengkap dari anak perusahaan, akan memperbesar hubungan saling ketergantungan
dengan lingkungan lokal negara tujuan anak perusahaan diinvestasikan. Maka dari
itu dalam penelitian ini membuat 11 buah hipotesis, sebagai berikut.
Pembentukan hipotesis 1 dan 2
didasarkan pada penelitian Tung (1982); Zeira (1976) yang menyatakan bahwa
secara khusus, relatif, untuk warga negara asing, warga negara tuan rumah telah
dianggap menjadi lebih akrab dengan Lingkungan setempat, seperti mengembangkan
hubungan yang lebih kuat dengan manajer lokal dan sebagai mengembangkan
identifikasi kuat dengan dan komitmen untuk anak perusahaan lokal untuk
Perusahaan induk.
Hipotesis
1 : Kelengkapan
Value chain akan berhubungan positif terhadap presiden anak perusahaan yang
berkebangsaan lokal.
Hipotesis
2 : Kelengkapan
value chain akan
berhubungan
secara positif terhadap proporsi warga lokal dalam tim manajemen tingkat atas
anak perusahaan (tidak termasuk presiden anak perusahaan).
Pembentukan hipotesis 3 didasarkan
pada penelitian Ford & Slocum (1977) yang menyatakan bahwa mengoperasionalkan
tingkat Pengendalian dalam hal sistem desentralisasi otoritas pembuatan
keputusan dari presiden anak perusahaan oleh pimpinan pusat perusahaan. Dan
penelitian Govindarajan (1986a 1986b); Lorsch & Alien (1973); Thompson (1967);
Vancil (1980) yang menyatakan bahwa sebaliknya, untuk sub-unit dengan rendahnya
tingkat interkoneksi dengan Lingkungan setempat, desentralisasi yang lebih
besar dalam pengambilan keputusan di tingkat unit yang lain menjadi cara yang
disukai. Sehingga:
Hipotesis
3
: kelengkapan
value chain akan berhubungan secara positif terhadap desentralisasi kantor
pusat anak perusahaan.
Pembentukan hipotesis 4 berdasarkan
pada penelitian Ouchi (1977, 1980); Pfeffer (1983); Van Maanen Schein (1979)
yang menyatakan bahwa diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk Kerjasama
dan pengambilan keputusan dengan metode partisipatif. Sehingga:
Hipotesis
4 : Kelangkapan
value chain akan berhubungan secara negatif terkait dengan sosialisasi
perusahaan yang dilakukan oleh presiden anak perusahaan.
Pembentukan hipotesis 5 berdasarkan
pada penelitian Allen & Cohen (1969), Jablin (1979); Thusman (1997) yang
menyatakan bahwa komunikasi antara kantor Perusahaan dengan sub-unit dikaitkan
dengan Integratif organisasi yang lebih besar; integrasi tersebut memfasilitasi
koordinasi yang lebih baik lintas sub-unit sehingga berhubungan terhadap saling
ketergantungan antar manajemen yang lebih baik. Sehingga:
Hipotesis
5 : Kelengkapan
value chain akan berhubungan secara negatif terkait dengan frekuansi komunikasi
antar perusahaan induk dengan prsiden anak perusahaan.
Pembentukan hipotesis 6 berdasarkan
pada penelitian Salter (1973) yang menyatakan bahwa insentif presiden anak
perusahaan bisa menjadi berdasarkan total laba Perusahaan secara keseluruhan
atau hanya pada laba anak perusahaan atau campuran dari keduanya. Dan
penelitian Sebelum Penelitian Guptan & Govindarajan (1986), Hill, Hitt
& Hoskisson (1992) yang menyatakan bahwa di perusahaan multi Bisnis
ditemukan bahwa ketika Unit Bisnis yang interdependen, berdasarkan pada Bonus General
Manajer tentang Kinerja Perusahaan secara keseluruhan cenderung membantu
perkembangan yang lebih besar atas kerjasama inter-unit. Sehingga:
Hipotesis
6 : Kelengkapan
value chain akan berhubungan secara negatif terkait dengan memperpanjang
ketergantungan pada kinerja kelompok anak perusahaan dalam memutuskan
kompensasi untuk presiden anak perusahaan.
Pembentukan hipotesis 7 berdasarkan
penelitian Eisenhardt (1989); Fama &
Jensen (1983); Jensen &
Meckling (1976)
yang menyatakan bahwa masalah keagenan akan ada setiap kali salah
satu pihak (prinsipal) mendelegasikan pengambilan keputusan kepada otoritas lain (agen) dan
tindakan agen yang akan menyimpang dari memaksimalkan kesejahteraan
pemilik (prinsipal). Seperti juga diterima banyak dan benar dalam literatur yang masih ada (misalnya, Fama &
Jensen, 1983; Holmstrom,
1979; Pratt &
Zeekhausen, 1984), munculnya masalah keagenan
membutuhkan kehadiran secara
simultan dari dua jenis
asimetri antara pemilik
(prinsipal) dengan agen: (i) asimetri tujuan, dan (ii)
asimetri informasi.
Jika perusahaan induk melihat adanya
keterlibatan dalam permainan catur
secara
global dengan pesaing multinasional lainnya (Ghosal, 1987; Hamet & Prahalad, 1985),
mungkin lebih memilih untuk mengorbankan
keuntungan di negara tertentu untuk menuai keuntungan di tempat lain di dalam sebuah jaringan.
Sehingga:
Hipotesis 7 : Interaksi antara
kelengkapan value
chain dengan warga lokal yang menjadi presiden anak
perusahaan akan berhubungan negatif dengan desentralisasi induk
perusahaan anak.
Pembentukan hipotesis 8 berdasarkan
pada penelitian yang dilakukan Govindarajan
& Fisher
(1990); Ouchly (1977, 1980)
yang menyatakan bahwa tiga mekanisme yang
dapat digunakan untuk meminimalkan asimetri tujuan: (a)
perasionalan; (b) kontrak
insentif; dan (c)
penunjukan warga
negara asing dalam tim manajemen puncak
anak perusahaan
tersebut. Sosialisasi
merupakan upaya untuk meminimalkan
asimetri tujuan, yaitu
meminimalkan perbedaan dalam tujuan antara prinsipal
dan agen.
Sehingga:
Hipotesis 8 : Interaksi kelengkapan value
chain dan presiden anak
perusahaan yang berkewarganegaraan lokal akan
berhubungan positif dengan sosialisasi perusahaan yang
dilakukan oleh presiden anak perusahaan.
Pembentukan hipotesis 9 berdasarkan
pada penelitian yang dilakukan Jensen
& Meckling (1976)
yang menyatakan bahwa tujuan dari agen dapat
disejajarkan dengan beberapa
principal juga melalui insentif. Sehingga:
Hipotesis
9 : Interaksi kelengkapan value chain dan presiden anak
perusahaan
yang berkewarganegaraan lokal akan berhubungan
secara positif dengan ketergantungan pada kinerja sekelompok anak
perusahaan
dalam menentukan kompensasi presiden
anak perusahaan.
Pembentukan hipotesis 10 berdasarkan
asumsi bahwa mekanisme ketiga untuk mengurangi asimetri tujuan akan
memiliki ekspatriat proporsional lebih tinggi dalam tim manajemen puncak anak perusahaan. Sehingga:
Hipotesis
10 : interaksi kelengkapan value chain dan presiden anak
perusahaan
yang berkewarganegaraan lokal akan berhubungan
positif dengan proporsi yang
lebih tinggi dari warga
negara asing di seluruh tim manajemen puncak anak perusahaan.
Pembentukan hipotesis 11 berdasarkan
penelitian Jensen & Meckling (1976)
yang menyatakan bahwa asimetri informasi dapat diminimalkan melalui pemantauan. Sehingga:
Hipotesis
11 : Interaksi kelengkapan value
chain dan presiden anak
perusahaan
yang berkewarganegaraan lokal akan berhubungan
positif terhadap frekuensi komunikasi antara perusahaan
induk dengan presiden anak perusahaan.
Penelitian ini memakai variabel
control berupa pengendalian efek region yang berupa peninggalan administrasi Eropa, Amerika dan Jepang dengan stategi paralel
MNEs baik secara multidomestik, internasional,
maupun secara global. Variabel control lainnya adalah usia anak perusahaan,
ukuran anak perusahaan, kepemilikikan modal, dan cara masuk (mode of entry).
METODE
1. SAMPEL
Review sampel
Langkah-langkah pengembangan kuisioner: Langkah pertama pengembangan kuisioner
digunakan dengan cara mewawancarai presiden dan eksekutif anak perusahaan untuk
memahami dan menjelaskan beberapa fenomena yang menarik. Langkah kedua, dilakukan peninjauan kembali pada penelitian
sebelumnya untuk menemukan langkah yang tepat dalam menangkap konstuksi yang
diteliti, salah satu peninjauan yang dimaksud oleh peneliti adalah dengan cara
melihat tindakan dalam kuisioner yang digunakan dalam penelitian lain dengan
hasil yang dapat diterima untuk keandalan validitas. Akan tetapi untuk
menyesuaikan kuisioner penelitian sebelumnya peneliti memodifikasi kuisioner
agar bisa digunakan oleh perusahaan dalam konteks multinasional. Langkah ketiga, pra uji terhadap
kuisioner dilakukan melalui wawancara dengan empat presiden anak perusahaan
diberi catatan dalam penelitian ini empat presiden tersebut diambil sebanyak
dua orang dari amerika dan dua orang yang diluar amerika (jepang dan eropa)
Untuk memasitikan bahwa hasil kuisioner yang telah
diisi oleh responden itu tidak dibaca oleh orang lain maka pengiriman kuisioner
dilengkapi dengan amplop yang berfungsi agar kuisioner tersebut terlindungi
dari dibacanya hasil kuisioner oleh orang lain yang berada diperushaan
mereka.sebanyak 374 kuisioner yang dikembalikan oleh responden (38%) yang jika
dirinci AS mengembalikan kuisioner sebanyak 117 (28%), JEpang 112 (41%) dan Eropa
145 (46%).
2.
Pengukuran
Untuk pengukuran yang dilakukan oleh peneliti berbanding lurus dengan
hipotesis yang peneliti rumuskan seperti
Hipotesis 1: nilai rantai kelengkapan akan berpengaruh positif dengan
lokal nasional dari subsidiary presiden
Pengukuran yang dirumuskan adalah
Untuk nilai kelengkapan rantai, setiap anak presiden diminta memberikan
jawaban ya atau tidak atas tiga pertanyaan pertama
apakah anak perusahaan memiliki satu atau lebih fasilitas penelitian dan
pengembangan? Kedua apakah anak perusahaan
memiliki satu atau lebih fasilitas manufaktur? Ketiga apakah anak perusahaan memiliki satu atau lebih fasilitas pemasaran dan penjualan?
Hipotesis 4: nilai rantai kelengkapan akan berpengaruh negatif terkait
dengan sosialisasi perusahaan.
Pengukuran yang dirumuskan
Sosialisasi perushaan anak presiden. Langkah ini diadaptasi dari
Bartlett dan Gosal (1986), responden diminta untuk memberikan jawaban atas
empat pertanyaan berikut (1) apakah anda bekerja untuk satu tahun atau lebih
dikantor pusat perusahaan, (2) apakah anda bekerja satu tahun atau lebih pada
anak perusahaan lain? (3) apakah anda berpartisioasi dalam program pengembangan
eksekutif yang melibatkan peserta dari anak perusahaan? Dan (4) apakah anda
memiliki mentor di kantor pusat perusahaan?
HASIL
Dari hasil pengolahan data maka dapat disimpulkan bahwa dari kesepuluh
hipotesis ada dua hipotesis yang ditolak yaitu hipotesis 5 dan hipotesis 7,
untuk lebih jelasnya menegnai perumusan dan hasil pengujian hipotesis dapat
dilihat di bawah ini:
Kelengkapan value Chain:
dampak terhadap Tim top manajemen dan desain system control
·
Hipotesis 1: value chain kelengkapan akan positif
dengan local nasional yang memimpin anak perusahaan dan hasil pengujian
hipotesis 1 ini menunjukan bahwa terdapat kelngkapan value chain hubungan
positif dan signifikan (hipotesis
diterima)
·
Hipotesis 2: kelengkapan value chain akan
berhubungan positif dengan proporsi local nasional pada sisa dari tim top
manajemen dan hasil pengujian hipotesis 2 ini menunjukan bahwa value chain
berhubungan positif dan signifikan (hipotesis
diterima)
·
Hipotesis 3: kelngkapan value chain akan
berhubungan secara positif dengan desentralisasi markas besar anak perusahaan
dan hasil pengujian hipotesis 3 ini menunjukan bahwa kelengkapan value chain berhubungan
positif dan signifikan (hipotesis
diterima)
·
Hipotesis 4: kelengkapan value chain akan
berpengaruh negative terdadap sosialisasi perusahaan untuk direktur perusahaan
untuk direktur perusahaan. Dan hasil pengujian hipotesis ini menunjukan bahwa
kelengkapan value chain berpengaruh
negative dan signifikan (hipotesis
diterima)
·
Hipotesis 5: kelengkapan value chain akan
berpengaruh negative terkait dengan frekuensi komunikasi antara perusahaan
induk dan direktur utama perusahaan dan hasil pengolahan data ini menunjukan
bahwa kelengkapan value chain tidak signifikan (hipotesis ditolak)
·
Hipotesis 6: kelengkapan value chain akan
berpengaruh negative dengan memperpanjang ketergantungan pada bonus sebuah
kelompok anak perusahaan dan hasil penelitian menunjukan bahwa kelengkapan
value chain berpengaruh negative dan signifikan (hipotesis diterima)
Kelengkapan Value Chain:
Masalah Agensi Dan Implikasi Control Perusahaan
·
Hipotesis 7: interaksi kelengkapan value chain dan
kewarganegaraan lokal (local nationality) dari direktur anak perusahaan akan
berhubungan negative dengan desentralisasi markas anak perusahaan hasil dan
hasil pengolahan data ini menunjukan bahwa seperti yang diperkirakan yaitu
berhubungan negative tetapi tidak signifikan (hipotesis ditolak)
·
Hipotesis 8: interaksi kelengkapan value chain dan
kewarganegaraan local (local natinality) anak perusahaan akan berhubungan
positif dengan sosialisasi perusahaan pada presiden anak perusahaan. Hasil
pengolahan data menunjukan bahwa syarat interaksi adalah positi dan signifikan (hipotesis diterima)
·
Hipotesis 9 interaksi kelengkapan value chain dan kewarganegaraan local (local natinality)
presiden anak perusahaan akan berhubungan positif dengan ketergantungan pada
kinerja sekelompok anak perusahaan dana membantu kompensasi presiden anak
perusahaan hasil pengolahan data menunjukan bahwa seperti yang dihipotesiskan
berpengaruh positif dan signifikan (hipotesis
diterima)
·
Hipotesis 10: interaksi kelengkapan value chain dan
kewarganegaraan local presiden anak akan berhubungan positif dengan proposi
yang lebih tinggi dari ekspatriat di seluruh tim manajemen puncak anak
perusahaan dan hasil penelitian menunjukan bahwa syarat interaksi berpengaruh
negative dan signifikan (hipotesis ditolak)
·
Hipotesis 11 : Interaksi kelengkapan value
chain dan presiden anak
perusahaan
yang berkewarganegaraan lokal akan berhubungan
positif terhadap frekuensi komunikasi antara
perusahaan induk dengan presiden
anak perusahaan.
Hasil penelitian (tidak didukung)
DISKUSI
DAN KESIMPULAN
Dalam penelitian ini, peneliti berpendapat bahwa konteks
stratejik dari anak-anak perusahaan di dalam MNE yang sama dapat berbeda pada
hal yang penting dan bahwa ada kebutuhan untuk riset penggabungan oranisasi
strategi yang menggunakan anak perusahaan masing-masing sebagai unit analisis.
Peneliti mengkonseptualisasikan konteks stratejik anak perusahaan dalam hal
tingkat kelengkapan value chain di
tingkat anak perusahaan.
Temuan
Riset
Peneliti ini menguji dampak dari kelengkapan
rantai nilai anak perusahaan pada hubungan
kantor pusat anak perusahaan dalam dua tahap. pada tahap pertama, peneliti
mempertimbangkan efek utama dari dampak
kelengkapan rantai nilai pada pemilihan tim manajemen
puncak anak
perusahaan dan pembentukan mekanisme
kontrol atas anak perusahaan. pada tahap kedua, peneliti meneliti efek interaktif antara "kelengkapan rantai nilai x
kebangsaan seorang
general
manager " dan perbedaan koordinasi dan mekanisme kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemilihan manajemen
puncak anak perusahaan secara sistematis
terkait dengan kelengkapan rantai nilai
anak perusahaan. Sebagai hipotesis, anak perusahaan rantai
nilai penuh dikelola oleh warga setempat untuk tingkat yang lebih besar yang tidak lengkap
anak rantai nilainya. Temuan ini,
serta temuan lain
dari studi ini, diamati setelah mengontrol
usia anak
perusahaan, ukuran anak perusahaan, persentase kepemilikan
modal, dan
mode
of entry pada variabel dependen.
Hasil lebih lanjut menunjukkan bahwa kelengkapan rantai nilai berhubungan positif
dengan tingkat desentralisasi di tingkat anak
perusahaan, "tingkat kontrol", dan proporsi yang lebih tinggi dari warga lokal
di seluruh tim manajemen
puncak anak perusahaan termasuk
manajer umum ("staf") dan negatif terkait
dengan sosialisasi perusahaan
dari general manager anak
perusahaan ("control klan")
dan ketergantungan bonus manajer umum anak
perusahaan pada kinerja sekelompok
anak perusahaan ("control output").
Hasil ini konsisten dengan prediksi
teoritis. sebagai pengamatan secara keseluruhan, perlu dicatat bahwa. selama
lima sampai enam hipotesis
yang berkaitan dengan "efek
utama," ada perbedaan intra-MNE yang signifikan. Hasil ini memberikan bantuan yang kuat untuk gagasan yang muncul dari MNEs sebagai
jaringan anak perusahaan yang berbeda (Bartlett & Goshal, 1989), Ghoshal &
Nobria, 1989; Martinez
& Jarillo, 1991)
dan konsekuensi implikasi bahwa pengendalian strategis dalam sistematis MNC bervariasi antar anak perusahaan. Hasil ini sama dengan hasil
dari Ghoshal dan Nobria (1989) dan Martinez
dan Jarillo (1991),
sangat jelas bahwa pemahaman tentang bagaimana strategi kontrol beroperasi dalam MNEs yang dasarnya membutuhkan fokus tidak hanya
pada perusahaan, tetapi juga pada tingkat
analisis anak perusahaan.
Pandangan lain dari temuan ini adalah bahwa MNEs tampaknya
menggunakan susunan staf, tingkat kontrol, kontrol klan, dan pengendalian
output sebagai alat untuk
mengelola berbagai tingkat saling
ketergantungan muncul dari berbagai tingkat kelengkapan
rantai nilai. Namun, bertentangan
dengan prediksi teoritis peneliti, kantor pusat perusahaan tampaknya tidak menggunakan kontrol perilaku, yaitu,. frekuensi
komunikasi antara perusahaan induk
dan presiden anak perusahaan, dalam pengelolaan saling ketergantungan.
dan penjelasan untuk temuan ini mungkin bahwa
biaya yang terkait dengan kontrol perilaku dalam konteks NE,
relatif terhadap mekanisme koordinasi dan kontrol lainnya, akan sangat tinggi.
Temuan peneliti mengenai efek interaktif
adalah sebagai berikut. konsisten dengan
hasil teori peneliti,
menunjukkan bahwa hilangnya lembaga terkait dengan rantai
nilai penuh
anak perusahaan yang dikelola oleh warga
setempat diminimalkan melalui tiga mekanisme yang
dirancang untuk mengurangi kesenjangan
tujuan: (1) sosialisasi presiden anak perusahaan yang tinggi; (2) ketergantungan
yang tinggi terhadap bonus
presiden anak
perusahaan dalam kinerja sekelompok anak
perusahaan; dan
(3) proporsi yang lebih tinggi dari ekspatriat di tim
manajemen puncak anak perusahaan (termasuk presiden anak
perusahaan).
Peneliti juga mengharapkan bahwa interaksi kelengkapan rantai nilai dan
kebangsaan lokal presiden anak perusahaan akan terkait negatif
dengan desentralisasi kantor
pusat anak
perusahaan . harapan
ini tidak didukung. Penjelasan untuk temuan ini mungkin
bahnwa Sentralisasi dalam konteks MNE memiliki biaya yang signifikan,
sebagian karena hambatan jarak dan waktu, perbedaan budaya dan bahasa antar negeri, and keheterogenan dalam lingkungan antar
negeri. Dengan demikian, penurunan kerugian agency melalui pengurangan kebijaksanaan dan
sentralisasi, tidak muncul menjadi solusi yang layak.
Berangkat dari prediksi teori peneliti,
hasilnya juga menunjukkan bahwa orang tua eksekutif (perusahaan induk) tidak
menggunakan pemantauan langsung (yaitu frekuensi komunikasi dari kantor pusat - anak perusahaan)
sebagai cara untuk mengurangi kesenjangan
informasi,
penjelasan untuk hasil ini mungkin sebagai berikut.Menurut teori keagenan,
efektifitas pengawasan meningkat jika tugas akurat (Eisenhardt, 1989), karena
tugas manajer anak perusahaan tidak didefinisikan dengan baik, maka pemantauan akan
tidak layak, mahal, atau rawan kesalahan: ketika tugas agen yang tidak terstruktur,
ketergantungan pada mekanisme self-regulatory seperti sosialisasi perusahaan
dan kontrak insentif akan
sangat sesuai untuk
mengkompensasi kerugian agency.
Hasilnya, secara keseluruhan,
menunjukkan konfigurasi tertentu dari mekanisme koordinasi dan kontrol untuk rantai nilai penuh anak perusahaan, disisi lain, dan pola yang
berbeda dari mekanisme koordinasi dan kontrol untuk rantai nilai yang tidak lengkap.
Dalam penelitian ini memiliki 2 implikasi yaitu:
1)
Implikasi Untuk
Praktek
Pemilihan tim manajemen
puncak anak perusahaan dan koordinasi
dan pengendalian anak perusahaan
adalah salah
satu tantangan organisasi yang paling kritis yang dihadapi eksekutif senior
dalam setiap MNE.
Meskipun sifat alami
deskriptif dari studi ini jelas
menyiratkan bahwa kita harus hati-hati dalam membuat resep yang kuat untuk
praktek, hasil menunjukkan bahwa, dalam kasus anak perusahaan dengan rantai
nilai lengkap, (perusahaan
induk) mungkin ingin mengelola anak perusahaan tersebut melalui pengurangan desentralisasi pengambilan keputusan,
melalui sosialisasi presiden anak perusahaan, melalui hubungan erat antara
bonus presiden anak perusahaan dan kinerja
sekelompok anak
perusahaan, dan melalui penunjukan proporsi yang tinggi dari
ekspatriat untuk menjadi bagian dari tim manajemen puncak anak perusahaan.
Ketika seluruh rantai nilai ditempatkan dalam anak perusahaan, eksekutif (perusahaan induk) mungkin ingin mengelola anak perusahaan tersebut melalui penunjukan nasional lokal untuk memimpin anak perusahaan yang diberi derajat yang tinggi dalam pengambilan keputusan, namun dalam kondisi ini, insentif yang didasarkan kelompok sosialisasi perusahaan bagi presiden anak perusahaan, dan proporsi yang lebih tinggi dari ekspatriat di seluruh tim manajemen puncak anak perusahaan mungkin diperlukan untuk mengatasi masalah potensial keagenan.
Ketika seluruh rantai nilai ditempatkan dalam anak perusahaan, eksekutif (perusahaan induk) mungkin ingin mengelola anak perusahaan tersebut melalui penunjukan nasional lokal untuk memimpin anak perusahaan yang diberi derajat yang tinggi dalam pengambilan keputusan, namun dalam kondisi ini, insentif yang didasarkan kelompok sosialisasi perusahaan bagi presiden anak perusahaan, dan proporsi yang lebih tinggi dari ekspatriat di seluruh tim manajemen puncak anak perusahaan mungkin diperlukan untuk mengatasi masalah potensial keagenan.
2)
Implikasi teori
dan penelitian masa depan
Dari sudut pandang pembangunan teori,
makalah ini adalah diposisikan pada persimpangan
empat pola yang muncul dalam studi hubungan kantor pusat-anak perusahaan dalam MNE, fokus pada konseptualisasi yang lebih kaya dari strategi MNE
(Bartlett & Ghosal, 1989: Hamel & Prahalad, 1985; porter, 1986: Prahalad
& Doz, 1987: Yip, 1989) lokus pada perbedaan antar anak perusahaan dalam implementasi strategi (Ghosal
& Nohrin 1989: Martinez & Jarillo, 1991), fokus pada kedua sistem dan
proses formal dan informal (Bartlett & Goshal) 1989: Edstrom &
Galbraith, 1977: Martinez & Jarillo, 1991), dan fokus tidak hanya pada
pengendalian hirarkis tetapi juga pada koordinasi horizontal atau lateral dan
kontrol (Gupta & Govindarajan, 1993: Roth & Morrison, 1992 studi) . studi in adalah langkah
kecil menuju pengembangan teoritis yang lebih luas dan lebih kompleks, kerangka untuk mempelajari implementasi
strategi, masalah dalam MNEs.
Penelitian masa depan bisa
memperpanjang dan / atau memodifikasi temuan penelitian ini dengan berfokus
pada beberapa keterbatasan kunci dari studi saat ini.Pertama, meskipun diskusi teoritis sebelumnya
semua hipotesis menyiratkan kausalitas tertentu dalam setiap kasus, tes untuk
kausalitas seperti itu.
Kritik:
1.
Abstrak yang ideal terdiri
dari tujuan penelitian, metode penelitian, hasil penelitian dan implikasi
penelitian, dan key word. Sementara abstrak dalam penelitian ini tidak menyebutkan metode penelitian yang digunakan dan implikasi
penelitian yang telah dilakukan. Selain itu, peneliti juga tidak mencantumkan key words atau kata kunci. Sehingga pembaca tidak mendapatkan informasi secara
umum dari penelitian ini. Selain itu juga akan mengurangi minat pembaca untuk
membaca lebih lanjut.
2.
Sebuah latar belakang yang ideal harus menyajikan fenomena atau permasalahan,
penelitian terdahulu, riset gap, alasan dilakukannya sebuah penelitian,
perbedaan dengan penelitian terdahulu, tujuan penelitian, dan objek penelitian.
Sehingga, dari penelitian ini dapat dikritisi bahwa:
(1)
Pada bagian atau sub bahasan latar belakang, peneliti tidak menyebutkan
fenomena yang terjadi sehingga penelitian tersebut dilakukan. Latar belakang
yang disajikan peneliti hanya berfokus pada empat kecenderungan implementasi
strategi pada perusahaan multinasional (MNE) dengan menitikberatkan pada
perbandingan penelitian terdahulu dengan penelitian terbaru. Perbandingan
penelitian tersebut juga tidak menyajikan riset gap.
(2)
Pada bagian ini, peneliti juga
tidak mencantumkan alasan dilakukannya penelitian.judul
(3)
Tujuan penelitian tidak disebutkan secara eksplisit oleh peneliti,
melainkan secara implisit atau dengan kata lain
tujuan pada latar belakang ini hanya merupakan tujuan penulisan, bukan
merupakan tujuan penelitian, sehingga tujuan dari penelitian ini tidak relevan
dengan judul yang dirumuskan oleh peneliti. Namun ironisnya, tujuan penelitian
artikel ini baru disebutkan pada sub bahasan atau bagian pembahsan dan
kesimpulan.
(4)
Peneliti menyebutkan populasi dan sampel yang
digunakan dalam penelitian, padahal hal tersebut harusnya disajikan pada bagian
atau sub bahasan metode penelitian.
3.
Penyajian fenomena dalam penelitian ini disajikan pada sub bahasan
tersendiri, yaitu The Phenomenon of
Interest. Padahal, fenomena yang melatarbelakangi suatu penelitian harus
disajikan dalam sub bahasan latar belakang, bukan pada sub bahasan tersendiri
sebagaimana penyusunan latar belakang yang ideal yang disebutkan pada nomor 2
di atas. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa fenomena penelitian dalam artikel
ini yang dijadikan sub bahasan tersendiri harus disajikan pada bagian atau sub
bahasan latar belakang.
4.
Pada pembentukan hipotesis muncul
variabel kontrol yang notabene peneliti tidak menjelaskan sebelumnya mengenai
alasan dan penguatan untuk memasukkan variabel kontrol ini meskipun peneliti
telah berperspektif pada penelitian terdahulu. Seharusnya peneliti lebih
menekankan bahwa kegunaan variabel kontrol adalah untuk menentukan kesamaan
sifat dari sampel yang akan diambil.
5.
Pada pembentukan hipotesis 10, peneliti
tidak memiliki dasar mengenai penelitian terdahulu. Sehingga mungkin munculnya
hipotesis hanya berdasarkan logika yang diutarakan oleh peneliti. Sebaiknya
peneliti menambahkan penelitian terdahulu yang relevan dengan pembentukan
hipotesis 10 ini, agar pembentukan hipotesis memiliki dasar yang kuat.
6.
Peneliti tidak menyebutkan secara
eksplisit mengenai variabel dependen dan variabel independen, sehingga pembaca
akan kesulitan dalam memahami bauran variabel dalam penelitian. Seharusnya
peneliti lebih mengelompokkan variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian.
7.
Tidak terdapat konsistensi antara judul
penelitian, tujuan penelitian, pengembangan hipotesis, hasil penelitian, dan
kesimpulan penelitian. Hal ini ditunjukkan dengan Judul penelitian yaitu IMPACT OF VALUE CHAIN CONFIGURATION ON HEADQUARTERS FOREIGN SUBSIDIARY
RELATIONSHIPS WITHIN MNEs.
Namun Hipotesis yang diajukan oleh peneliti, misalnya pada hipotesis pertama
yang berbunyi: Hypothesis
1: value Chain completeness will be positively associated with local nationally
of the subsisdiary president,
yang artinya: Hipotesis 1: Kelengkapan value chain akan berhubungan
positif terhadap presiden anak perusahaan yang berkebangsaan lokal. Dari judul
dan hipotesis tersebut terdapat dua kata, yaitu impact (dampak) dan associated
(hubungan), dimana kata “impact” (dampak) dan “associated”
(hubungan) memiliki arti yang berbeda. Sementara
tujuan penelitian dalam latar belakang tidak dijelaskan secara eksplisit,
apakah menguji dampak atau hubungan. Bahkan pada bagian pembahasan dan
kesimpulan, peneliti kembali menekankan bahwa tujuan penelitian adalah “impact”
(dampak), dan menyebutkan bahwa hipotesis mengenai “associated”
(hubungan) diterima. Sehingga akan menimbulkan ambiguitas dalam pemahaman
terhadap isi artikel.
8. Kritik
terhadap sampel
Beberapa
poin yang patut untuk dikritisi dalam metode penyampelan yang digunakan oleh
Govindarajan adalah pada jumlah sampel yang digunakan untuk langkah kedua
dinyatakan bahwa penelitian sebelumnya menggunakan kuisioner penelitian
sebelumnya tetapi tidak dijelaskan bagaimana memodifikasi agar kuisioner
tersebut dapat diterima dan siap digunakan dalam yang dalam konteks perusahaan
multinasional. Kemudian untuk kritisi berikutnya adalah focus kepada langkah
ketiga dimana Govindarajan menjelaskan menggunakan pra uji kuisioner maka
dilakukanlah wawancara tatap muka dengan empat anak presiden dua dari amerika
dan dua dari non amerika. Menurut saya ini kurang relevan terutama dengan
menguji kuisioner dengan cara melakukan wawancara tatap mura, karena pada
hakikatnya kan untuk menjawab kuisioner maka responden harus membaca dan
merepresentasikannya sendiri bukan dibacakan oleh peneliti dengan melakukan
wawancara, berikutnya juga untuk jumlah orang yang digunakan pra coba kuisioner
yaitu dua orang dari amerika dan dua orang dari non amerika, hal ini juga
menurut saya kurang relevan atatu bisa saja menimbulkan bias karena
ketidaksamaan jumlah orang yang digunakan sebagai percobaan prakuisioner,
REDESAIN
Redesain
yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Karena penelitian ini menggunakan variabel kontrol dengan
metode penelitian survey maka disarankan alangkah lebih baiknya variabel
kontrol tersebut dijadikan sebagai criteria sampel. Sehingga penelitian ini
menggunakan teknik purposive sampling. Dimana dalam penentuan
kriterianya dapat diuraikan sebagai berikut:
1.) Rata-rata umur anak perusahaan tidak berjauhan
2.) Efek wilayah tidak jauh berbeda
3.) Rata-rata ukuran anak perusahaan tidak berjauhan
4.) Proporsi kepemilikan ekuitasnya relative sama
2 Tujuan
penelitian, pengembangan pembentukan hipotesis, hasil dan pembahasan, serta kesimpulan
dirumuskan dan disajikan untuk menyatakan “impact” (dampak). Sehingga terjadi
keselarasan dalam penelitian dan tidak menimbulkan sebuah ambiguitas.
3 sampe;
penelitian, Saran yang bisa saya
tambahkan dalam penelitian ini khususnya untuk metode sampel yang digunakan
yaitu sebaiknya pada langkah kedua dijelaskan bagaimana mentransformasi
kuisioner yang di ambil dari penelitian terdahulu, misalnya saja dengan cara pertama meminta izin kepada peneliti
terdahulu, kedua meninta bantuan kepada
ahli bahasa untuk mentraslatenya misalnya mentraslate kuisioner yang aslinya
bahasa inggris ke bahasa Indonesia, kemudian dengan orang yang berbeda meminta
hasil traslatean kuisioner yang berbahasa Indonesia di traslatekan lagi kedalam
bahasa inggris hal ini dilakukan agar timbul kepercayaan yang kuat terhadap
kuisiner yang akan kita bagikan nanti dan juga mencegah dari yang namanya salah
penafsiran. Berikutnya saran saya pada langkah
ketiga adalah untuk adalah untuk lebih menyeimbangkan respinden yang diuji
coba dengan cara mengambil minimal dua dari perwakilan masing-masing Negara.
Kemudian juga sebaiknya dijelaskan alur kuisioner sampai pada tangan responden
jika dijelaskan alur bagaimana kuisioner tersebut sampai keresponden menurut
kami akan sangat baik, karena berkaca pada penelitian yang sama yaitu survey
yang dilakukan oleh bapak Mahfoedz (1999) yang meneliti persepsi mahasiswa
terhadap profesionalisme dosen akuntansi perguruan tinggi, dalam penelitiannya
mahfoedz dijelaskan bagimana kuisioner tersebut bisa sampai kepada mahasiswa
akuntansi, yaitu dengan diberikannya kepada ketua jurusan, kemudian ketua
jurusan memberikan kepada dosen dan terakhir kuisioner tersebut diberikan
kepada masing-masing mahasiswa, langkah-langkah atau mungkin lebih tepatnya
disebut dengan alur agar kuisiner tersebut sampai kepada responden tidak
dijelaskan, sehingga membunggungkan pembaca apakah quisiner yang disampaikan
ini sudah benar-benar handal dalam pengambilan data atau tidak,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar