Selasa, 25 November 2014

Kesendirian dan Kebersamaan

Hidup selalu dipenuhi dengan misteri. Kita tak bisa mengetahui apa yang akan terjadi kepada kita di waktu selanjutnya, karena sejatinya semuanya masih menjadi rahasia-Nya. Dalam hidup juga tentunya kita tidak bisa lepas dari interaksi kita dengan masyarakat, teman, sahabat, kerabat atau mungkin keluarga. Karena pada hakikatnya kita merupakan makhluk sosial, makhluk yang selalu menginginkan kebersamaan namun terkadang juga menginginkan kesendirian.
Kesendirian dan kebersamaan...
Apapun pilihan hidup kita, entah hidup dalam kesendirian ataupun kebersamaan, pastikanlah bahwa hidup kita bahagia. Terkadang seseorang lebih menikmati hidupnya dalam kesendirian, namun terkadang juga orang lebih memiih hidup dalam kebersamaan. Orang yang hidup dalam kesendirin menganggap bahwa dia bisa melakukan segalanya tanpa dibantu orang lain, padahal jika ia tahu bahwa makna dari sebuah kebersamaan yang sebenarnya maka ia mungkin akan lebih memilih hidup dalam kebersamaan.
Ibarat sebuah lidi, jika digunakan hanya 1 batang lidi untuk menyapu halaman rumah, maka pekerjaan tersebut akan terasa berat karena kita akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyapu halaman tersebut. Namun jika semua batang lidi disatukan, diikat, kemudian digunakan untuk menyapu halaman tadi, maka sapu tersebut akan memudahkan urusan menyapu kita. Begitu juga dengan suatu pekerjaan yang berat, akan terasa ringan, jika dikerjakan bersama-sama.
Kebersamaan...
Kebersamaan yang dibingkai karena cinta kepada-Nya, maka akan menimbulkan harmonisasi dalam kehidupan. Kebersamaan yang dilakukan untuk hal-hal positif akan menimbulkan sebuah kekuatan, sebuah kekuatan untuk terus melakukan kebaikan. Namun jika kebersamaan tersebut dilandasi dengan hal-hal negatif, maka esensi dari kebersamaan itu akan terasa hambar, tak ternilai, bahkan tak berguna.
Terlepas dari itu semua, terkadang kita juga membutuhkan sebuah kesendirian. Ya... Kesendirian untuk memuhasabah diri, kesendirian untuk mendapatkan sebuah ketenangan hati, fikiran, jiwa dan raga, kesendirian untuk merenung sejenak tentang apa dan bagaimana hakikat hidup ini, kontribusi apa yang sudah saya berikan untuk manusia yang lain? Kontribusi apa ayan telah saya persembahkan untuk bangsa dan negara.


Kerugian dan Keberuntungan

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr: 1-3).
Kerugian dan Keberuntungan adalah dua kata yang saling melengkapi, saling mengisi dan saling memberi arti. Harmonisasi dua kata ini membuat hidup menjadi lebih indah, lebih berwarna seperti warna pelangi. Bila pelangi hanya berisi satu warna maka pelangi tidaklah seindah sekarang. Begitu pula dengan hidup kita. Kerugian dan keberuntungan membuat hidup kita menjadi indah dan berwarna. Kita menjadi lebih bisa menghargai suatu keberuntungan setelah kita mengalami suatu kerugian. Kita bisa menjadi lebih lebih arif dan bijaksana mungkin karena suatu kerugian yang kita alami, bukannya suatu keberuntungan.
Pandangan kita terhadap suatu hal, sangat tergantung ‘kaca mata’ yang kita gunakan. Coba kita bayangkan, kalau kita melihat langit biru sambil menggunakan kacamata hitam, apakah langit biru itu akan tetap berwarna biru? Begitu juga kalau kita menggunakan kacamata lensa merah, langit itu pun akan berubah warna. Langit yang sama, bisa berbeda warna bila kita melihatnya dengan kacamata yang berbeda.
Nah, untuk menilai keberuntungan pun seperti itu, tergantung kacamata yang kita gunakan. Seseorang yang mengalami suatu hal bisa dikatakan beruntung, bisa juga dikatakan tidak beruntung, tergantung dilihat dengan ‘kacamata’ apa.
Suatu hal, suatu kondisi dan suatu kejadiaan dianggap suatu kerugian atau suatu keberuntungan sebenarnya tergantung dari mana kita melihat kejadian itu. Suatu kejadian yang kita anggap sebagai suatu keberuntungan mungkin buat orang lain adalah suatu kerugian. Bahkan mungkin oleh diri kita sendiri.
Keberuntungan ada untuk memberikan rasa optimis  pada diri kita, bahwa ada ALLAH yang mendampingi kita, yang membantu kita dan yang menyempurnakan usaha kita, ALLAH yang mempunyai rencana yang indah untuk kita, bukan akal pikiran kita. Maka nikmatilah setiap kerugian dan keberuntungan yang kita hadapi.
Apapun yang terjadi, hidup harus  kita lanjutkan. Karena berhenti berjuang di tengah jalan sama dengan mundur yang artinya kalah sebelum bertarung. Meski masalah menumpuk, cobaan menanti, kita tak boleh menyerah. Kita harus senantiasa menghiasi hari dengan penuh semangat, semangat para mukminin untuk menyambut janji suci dari Sang Maha Suci, Allah Subhanahu wa Ta’alaa. Semangat hidup, harus kita kobarkan, selamanya. Karena hidup, tak mengenal siaran tunda.
Perlahan tapi pasti, waktu berlalu dengan setiap kesannya. Ia  berlalu begitu cepat, tanpa terasa. Ia menipu siapa saja yang tak pernah memperhatikannya. Benarlah apa yang difirmankanNya. “ Demi Masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian.” ( Al Ashr:  1-2 ). Dari ayat ini, kita mengetahui bahwa semua manusia berada dalam kerugian. Rugi dalam berbagai batasnya, rugi dalam berbagai bentuknya. Ada yang rugi karena bisnisnya bangkrut. Ada yang rugi karena ditinggal pasangan hidupnya. Adapula yang rugi karena kehilangan kesempatan berbuat kebaikan. Ada juga yang merugi lantaran melewatkan kesempatan emas untuk memberikan yang terbaik bagi teman hidupnya. Singkatnya, “Mereka yang hari ini sama dengan hari kemarin,”  sebagaimana sabda Nabi,“Adalah orang yang merugi.” 

Adalah tidak adil jika Allah hanya menciptakan rugi tanpa pasangan. Karena sunnahNya berlaku dalam setiap kondisi. Ada benar, pastinya ada salah. Ada laki-laki, pastinya ada wanita. Begitupun seterusnya. Maka, ada rugi pastinya ada pula untung. Lalu , siapakah yang beruntung? “Kecuali orang yang beriman, dan beramal shalih, saling nasihat menasihati dalam kebenaran, dan saling nasihat menasihati dalam kesabaran.” (Al Ashr: 3). Ya. Empat hal itulah yang akan membuat kita beruntung. Empat hal inilah yang merupakan konsep keberuntungan dalam Al Qur’an. Ia adalah manhaj yang sangat jelas. Sebuah panduan yang tidak mungkin keliru. Mereka yang beriman, beramal shalih, saling meningatkan dalam kebenaran dan kesabaran, adalah mereka yang beruntung. 

Cukuplah Allah Sebagai Penolong dan Pelindung Kami

Kelemahan dan kekuatan merupakan dua sisi yang saling melengkapi satu sama lain. Pada dasarnya kita sebagai manusia itu bersifat lemah, tidak memiliki daya dan upaya kecuali atas pertolongan Allah. Oleh sebab itu, kita sebagai manusia tidak boleh berlaku sombong dan merasa bahwa kita bisa melakukan segalanya dengan kemampuan yang kita miliki.
Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini tidaklah terjadi secara kebetulan ataupun dan terjadi begitu saja. Karena pada hakikatnya, ada kekuatan lain, kekuatan yang tidak bisa ditandingi oleh satu makhlukpun yang selalu menyertai kejadian demi kejadian, aktivitas demi aktivitas yang terjadi dalam kehidupan kita. Maka ketika terjadi sesuatu hal di luar dugaan kita, di luar pemikiran kita, di luar logika kita, maka kembalikanlah semua itu hanya kepada Allah. Kita harus meyakini bahwa ada kekuatan lain yang menyebabkan sesuatu itu terjadi, yaitu kekuatan Allah. Ya.. kekuatan Allah, Dia-lah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Allah memerintahkan setiap hamba-Nya yang beriman untuk senantiasa mengingat dan menyebut Nama Allah melalui berdzikir, shalat, ataupun berdo’a. Karena dengan kita melakukan hal tersebut kita bisa mendapatkan sebuah kekuatan, The Power of spiritual, The powar of intelektual, The Power of emotional ataupun kekuatan untuk tetap bisa hidup, kekuatan untuk tetap bisa menuntut ilmu ataupun kekuatan untuk bisa melakukan aktivitas lainnya.
Maka seharusnya kita sebagai seorang manusia biasa selayaknya menggantungkan hidup kita hanya kepada Allah SWT. Karena Allah tempat meminta segala sesuatu dan ketika kita meminta pertolongan hanya kepada Allah, maka yakinlah bahwa pertolongan Allah itu selalu datang tepat waktu dan di waktu yang tepat. Dan pertolongan Allah itu sangatlah dekat.

La Haula Wala Quwwata Illa Billahil ‘Aliyil Adzim. Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan kekuatan Allah. Tidak ada daya dan upaya kecuali atas izin-Nya dan Cukuplah Allah sebagai penolong dan pelindung kami.

Penghianatan dan Kesetiaan

Penghianatan dan kesetiaan merupakan dua sisi yang sangat berbeda dan tentunya sangat bertolak belakang. Penghianatan timbul dari sebuah cinta yang berujung pada kebencian akan sesuatu atau bahkan kepada seseorang. Sedangkan kesetiaan timbul dari rasa cinta dan tetap menjaga kestiaan cinta tersebut. Cinta dan kesetiaan adalah dua sisi dalam satu keping mata uang yang tidak terpisahkan,
Cinta menjadi landasan sebuah kesetiaan, di dalam kesetiaan terkandung nilai cinta yang mempersatukan. Sulit membayangkan ada cinta berdiri sendiri tanpa disertai oleh kesetiaan. Demikian pula sulit memahami, ada sebuah kesetiaan tanpa landasan cinta di dalamnya. Cinta tanpa kesetiaan adalah kesemuan dan kebohongan, dan kesetiaan tanpa didasari cinta adalah kepura-puraan. Dalam kesetiaan ada komitmen melayani tanpa pamrih tulus ikhlas apa adanya dan menerima dalam kondisi apa pun, baik itu suka-duka, bahagia-derita, lapang-sempit, susah-senang, sehat dan sakit.
Kesetiaan akan mendatangkan kebaikan, setia pada Ke-Esaan Allah akan mendapatkan ampunan dan surga-Nya, setia kepada Rasulullah akan mendapatkan syafa’at beliau di akhirat nanti, setia kepada pasangan yang halal akan membuahkan cinta tulusnya, setia pada persahabatan akan mendatangkan kemudahan dan kebaikan.
Kesetiaan itu indah. apalagi jika kita jadikan kesetiaan itu berkilau indah di sisi-Nya. Betapa indahnya cinta dan kesetiaan yang kita bangun jika  kita hiasi dengan menguatkan cinta dan kesetiaan kepada-Nya. Betapa indahnya cinta dan kesetiaan, jika cinta terhadap “harta”, namun kita menghiasi diri kita dengan menjaga cinta dan kesetiaan terhadap-Nya. Contohnya: Menjadikan harta itu lebih bermakna dengan saling berbagi kepada kaum kerabat, tetangga, anak yatim, dan lain-lain, tidak lupa juga selalu membahagiakan kedua orang tua kita.
Kepada apa dan siapapun cinta dan kesetiaan kita, maka buktikan bahwa kesetiaan cinta kita kepada Allah tidak akan berkurang apalagi luntur di tengah zaman. Mari kita bangun dan pertahankan kesetian pada diri kita agar kita mendapatkan kebahagian di dunia dan di akhirat, seperti kalimat yang disampaikan salah satu motivator muda (Kak Setia Furqan Kholid) dalam bukunya ia berkata: “Mari kita bangun cinta, hingga cinta kelak sampai ke surga”

Membenci Karena Allah dan Mencintai Karena Allah

Dunia selalu diliputi oleh 2 hal yang berbeda dan saling melengkapi. Ada laki-laki ada juga perempuan, ada kemiskinan ada juga kekayaan, ada kepedihan ada kenikmatan, ada keburukan ada juga keindahan, ada kebencian, dan ada juga kasih sayang dan lain sebagainya.
Kebencian dan kasih sayang..
Dua hal yang pastinya menurut pandangan kita sangatlah berbeda. Kebencian timbul dari ketidak sukaan kita terhadap sesuatu, atau bahkan kepada seseorang. Sedangkan kasih sayang timbul dari rasa empati, rasa perhatian. Sebagai seorang muslim/ah haruslah menebarkan cinta, dan menebarkan kasih sayang bukan sebatas pada sesama muslim saja, tetapi kepada semua makhluk-Nya. Karena hakikat seorang muslim adalah mencintai Allah, Rasulnya, sesamanya, dan tetangganya melebihi atau sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Sebagaimana dalam sabdanya: “Tali iman yang paling kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.” (HR. At-Tirmidzi). Selanjutnya lagi Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan tidak memberi karena Allah, maka sungguh telah sempurna Imannya.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Dari hal ini kita bisa mengetahui bahwa kita harus memberikan kecintaan dan kesetiaan kita hanya kepada Allah semata. Kita harus mencintai terhadap sesuatu yang dicintai Allah, membenci terhadap segala yang dibenci Allah, ridho kepada apa yang diridhoi Allah, tidak ridho kepada yang tidak diridhoi Allah, memerintahkan kepada apa yang diperintahkan Allah, mencegah segala yang dicegah Allah, memberi kepada orang yang Allah cintai untuk memberikan dan tidak memberikan kepada orang yang Allah tidak suka jika ia diberi.
Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah pernah berkata: “Mencintai apa yang dicintai oleh kekasih adalah kesempurnaan cinta kepada sang kekasih”
Cinta seseorang haruslah berlandaskan pada ketaatan kepada-Nya. Bukankah Allah telah berfirman dalam AS. Ali-Imran: 31 yang berbunyi: “Katakanlah: “Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku (Rasulullah), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.”
Seperti ketika kita jatuh cinta pada seseorang, maka jatuh cintalah karena Allah, jatuh cintalah kepada orang yang senantiasa mendekatkan kita pada Allah, Jatuh cintalah pada orang yang akan membuat Allah semakin cinta kepada pribadi kita. Kalaupun ternyata jatuh cinta yang kita lakukan hanya semakin menghinakan diri kita, menjauhkan diri kita dari Allah, atau bahkan membuat cinta kita untuk Allah semakin berkurang maka cinta yang tak berdasar kepada Allah itu harus kita akhirkan. Sebesar apapun cinta itu dihadapan manusia, Allah tak akan pernah ridho jika cinta itu tidak berlandaskan cinta pada-Nya. Begitupun kita membenci seseorang, jangan sampai kita membenci orang yang salah. Jangan pernah membenci orang karena sifatnya, karena bisa jadi ia dekat dengan Allah meski kita tak suka dengan siatnya. Yang diperbolehkan untuk kita benci adalah orang yang tak disukai Allah, bukan yang tidak kita sukai karena itu hanya berlandaskan perasaan kita. Ketika kita membenci seseorang karena jelas Allah membencinya, maka berarti cinta kita telah berdasar pada-Nya.

Kasih sayang yang dibangun karena kecintaan kepada-Nya, akan lebih bermakna, dibandingkan dengan kasih sayang yang dibangun hanya karena makhluk ciptaan-Nya. Cintailah sesuatu dengan ala kadarnya saja, karena bisa jadi sesuatu yang kita cintai, akan kita benci. Dan bencilah sesuatu itu ala kadarnya juga, karena bisa jadi sesuatu yang kita benci itu, akan kita cintai.

Keburukan VS Keindahan


KEBURUKAN VS KEINDAHAN
Keburukan dan keindahan merupakan dua hal yang saling bertolak belakang. Keburukan itu sesuatu yang paling kita hindari dan jangan sampai sesuatu yang buruk itu menimpa diri kita. Contohnya kehilangan barang kesayangan ataupun kehilangan seseorang yang kita cintai. Sedangkan keindahan itu adalah sesuatu yang menarik jiwa, menarik hati, menarik perhatian kita. Contohnya pemandangan alam, bunga-bunga di taman, dan lain sebagainya.
Terkadang manusia menafsirkan sebuah keburukan dan keindahan hanya pada sesuatu hal yang terlihat saja. Bahkan ketika Allah memberikan sebuah keindahan melalui sebuah keburukan maka yang terlihat hanyalah sebuah keburukan. Contohnya, ketika kita kehilangan sebuah benda yang kita sayangi ataupun kehilangan seseorang yang kita cintai. Mungkin kita sebagai seorang manusia, merasakan kehilangan barang ataupun seseorang itu adalah sebuah keburukan. Namun kita harus mengingat bahwa keindahan dan keburukan itu sifatnya relatif. Bisa jadi kita menganggapnya itu adalah sebuah keburukan, namun di sisi lain itu adalah sebuah keindahan. Ya..ada sebuah keindahan yang lebih yang telah Allah persiapkan untuk diri kita. Karena pada hakikatnya adalah ketika Allah mengambil salah satu nikmat-Nya dari kita, maka Allah pun akan menggantikannya dengan yang lebih baik dari sebelumnya. Allah sungguh Maha Adil, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Semua hal yang ada di dunia ini adalah milik-Nya. Lantas apa yang membuat kita merasa buruk ketika Allah mengambil sesuatu dari kita?. Bukankah kita sebagai manusia, barang yang kita miliki, harta, keluarga, teman, sahabat, kerabat, dan semua yang ada di dunia ini hanyalah sebuah titipan dari-Nya? Lantas ketika sang pemilik yang sesungguhnya datang mengambil kembali barang titipannya, apakah kita merasa bahwa itu adalah sesuatu yang buruk? Tentu saja tidak kawan. Malulah kita terhadap Allah yang telah menganugerahkan begitu banyak nikmat-Nya kepada kita. Karena setiap nikmat yang telah Allah ambil dari kita, maka Allahpun akan menggantikannya dengan sesuatu yang lebih indah, yang jauh lebih kita butuhkan, dan bukan sesuatu yang kita inginkan.
Tak selamanya keindahan itu indah, dan juga tak selamanya keburukan itu buruk. Adakalanya keindahan itu hanya untuk menutupi keburukan, dan adakalanya juga keburukan itu hanya untuk menutupi keindahan. Terkadang keindahan itu muncul karena adanya keburukan, dan terkadang juga keburukan muncul karena ada keindahan. Seringkali keindahan itu membawa keburukan, dan seringkali juga keburukan membawa keindahan. Tak selamanya keindahan itu indah, dan tak selamanya keburukan itu buruk. Terkadang keindahan menghapus keburukan, dan terkadang juga keburukan menghapus keindahan. Adakalanya keindahan dan keburukan menyejukkan mata, dan adakalanya juga keindahan dan keburukan memedihkan mata. Seringkali keindahan dan keburukan membuat hati luka, dan seringkali juga keindahan dan keburukan membuat hati buta.

Dibalik Kepedihan Pasti Ada Kenikmatan


Allah menciptakan kehidupan dengan memasukkan antara kesengsaraan dan kesenangan, antara kebencian dan kecintaan, antara kesulitan dan kemudahan, antara kepedihan dan kenikmatan, antara kesedihan dan kebahagiaan. Tidak ada kesenangan dan kenikmatan tanpa kesengsraan dan kepedihan. Sebuah kesengsaraan ataupun sebuah kepedihan dalam hidup, ketika dijalani segan penuh kesabaran dan keikhlasan, maka akan berbuah kesenangan dan kenikmatan.
Setiap manusia di dunia pasti pernah merasakan sebuah kepedihan. Entah itu kepedihan yang disebabkan oleh tidak tercapainya impian, sakit hati, kehilangan sesuatu, kehilangan seseorang yang kita cintai atau lain sebagainya. Pedih.. ya.. pastinya sangatlah pedih. Namun seberapa pedih yang kita rasakan, yakinlah bahwa itu semua akan tergantikan dengan sebuah kenikmatan yang telah direncanakan oleh-Nya. Karena dibalik setiap kepedihan pasti ada kenikmatan dan kepedihan merupakan awal dari sebuah kenikmatan.
Maka nikmat Tuhanmu yang mana yang akan kau dustakan? Bukankah semua ini sudah ada dalam kitab-Nya? Lalu mengapa kita masih bersedih untuk sesuatu yang telah Allah janjikan kepada kita? Laa yukallifullahunafsan ‘illa wus’ahaa. Sungguh Allah tidak akan membebani seorang di luar batas kemampuan hamba-Nya. Dengan adanya kepedihan tentunya kita bisa merasakan sebuah kenikmatan. Begitupun karena adanya kenikmatan, pasti kita akan merasakan yang namanya sebuah kepedihan.
Seharusnya kita sebagai manusia harus menyadari dan harus selalu introspeksi, bahwa tidak selamanya kepedihan itu sesuatu yang hina dan dibenci. Karena pada hakikatnya, kepedihan itu mendatangkan sebuah kenikmatan. Ya.. sebuah kenikmatan yang tak terhingga dari Allah. Ketika kita mendapatkan ujian dari Allah, kemudian kita menjalaninya dengan sabar, ikhlas, tawakkal, dan selalu berdo’a kepada-Nya, maka ujian itupun bisa kita lewati. Dan ketika ujian itu bisa kita lewati, maka kitapun akan merasakan kepuasan dan terlebih lagi merasakan sebuah kenikmatan.

"Menyibak Makna Di Balik Kemiskinan dan Kekayaan"


Kemiskinan dan kekayaan. 2 kata yang simpel, saling berlawanan, dan pastinya memiliki makna yang berbeda-beda tergantung penafsiran dari masing-masing individu. Miskin dan kaya pada umumnya menggambarkan tingkat kesejahteraan dan status sosial di masyarakat.
Setiap manusia yang lahir ke dunia pasti memiliki kadar kepuasan atau tingkat kesyukuran atas nikmat yang telah Allah karuniakan. Ada seseorang yang dilihat dari pandangan oranglain dia adalah orang yang bisa dikategorikan miskin. Namun apakah kita bisa menjamin bahwa orang yang kita pandang sebagai orang yang miskin tadi adalah benar-benar miskin? Atau mungkin seseorang yang kita pandang kaya itu benar-benar kaya? Tentu saja tidak kawan. Karena yang merasakan kaya ataupun miskinnya seseorang itu tergantung dari masing-masing individu tersebut bersyukur atas nikmat yang telah dikaruniakan Allah kepadanya.
Terkadang manusia selalu memaknai kemiskinan dan kekayaan itu dari sisi material saja, contohnya orang yang kaya itu punya banyak uang, kaya raya, punya rumah yang besar, pekerjaan yang bergengsi, memiliki jabatan yang tinggi, dan lain sebagainya. Namun apakah kita menyadari bahwa ada hal-hal lain yang sifatnya non material?. Bukankah Rasulullah pernah bersabda yang diriwayatkan oleh An-Nasai, Ibnu Hibban dan Tabrani bahwa “Sesungguhnya kekayaan itu adalah kekayaan hati dan kemiskinan adalah kemiskinan hati.” Nah dari sini kita melihat bahwa sungguh orang yang paling baik di muka bumi ini saja memaknai kekayaan dan kemiskinana adalah kekayaan hati dan kemiskinan hati. Lantas apakah kita hanya sebagai manusia biasa menganggap bahwa kemiskinan dan kekayaan itu dilihat dari sisi material saja? Tentu saja tidak.
Kemiskinan hati adalah penyakit berbahaya. Orang miskin hati bisa mengumpulkan harta tanpa memperdulikan halal atau haram. Tidak jarang mereka berani menipu dalam bisnis, mengurangi timbangan, mencuri, atau bahkan melakukan kecurangan-kecurangan yang tentunya bertentangan dengan ajaran agama.
Allah tidak pernah menjadikan kekayaan dan kekurangan yang meliputi kondisi seseorang sebagai bentuk peniaian kemuliaan atau kerendahan derajatnya di sisi Allah. Namun itu semua adalah ujian atau cobaan yang Allah berikan kepada setiap hamba-nya karena yang menentukan baik buruknya seseorang dilihat dari tingkat ketaqwaannya kapada Allah. Karena kekayaan yang sifatnya material hanya merupakan bekal, hanya merupakan wasilah bagi seseorang menuju akhirat. Meskipun kepentingan di dunia juga selaknya dipenuhi namun kepentingan akhirat jauh lebih penting dan harus dipenuhi.
Kemiskinan adalah kebalikan dari kekayaan. Meskipun dua hal ini sangat berbeda, namun kita harus menempatkan fenomena miskin dan kaya sebagai realitas yang harus bersinergi. Islam mewajibkan setiap muslim untuk berpartisipasi menanggulangi kemiskinan sesuai dengan kemampuan dan porsi masing-masing. Keterlibatan seorang muslim dalam memberantas kemiskinan adalah salah satu bentuk tanggungjawab pribadi muslim dalam menyucikan jiwa, harta, serta keluarganya. Di sinilah kemudian Islam sangat mengajarkan solidaritas sosial untuk kesejahteraan bersama.
Kemiskinan dan kekayaan tidak ada bedanya di mata Allah, yang membedakan manusia di hadapan Allah hanyalah tingkat ketaqwaan. Sejauh mana kita bersyukur atas karunia-Nya, sabar, ikhlas, berdo’a, ikhtiar, tawakal dan ridha atas taqdir yang ditentukan-Nya, maka sejauh itu pula makna dari kemiskinan dan kekayaan yang dirasakan oleh setiap hamba-Nya.

Saya dan Tujuan Hidup


Setiap manusia yang lahir ke dunia pasti memiliki tujuan hidup yang berbeda-beda. Ada tujuan hidupnya ingin membahagiakan orangtuanya, ingin jadi kaya, terpandang, memiliki pekerjaan yang gajinya besar, punya suami yang tampan atau istri yang cantik dan lain sebagainya.
Begitupun dengan saya, saya juga memiliki tujuan hidup tersendiri. Awalnya saya berfikir bahwa tujuan hidup itu harus bersifat material, terlihat, dan nampak. Namun setelah melawati proses yang cukup panjang, 4 tahun lamanya sejak saya duduk di bangku SMK sampai duduk di bangku kuliah, maka saya memutuskan bahwa tujuan hidup itu tidak selamanya bersifat material, namun ada hal-hal lain yang lebih penting daripada itu. Dan tujuan hidup sayapun sejak saat itu telah berubah.
Ridha Allah”... Ya Ridha Allah. Mungkin pada sebagian orang tujuan hidup saya biasa-biasa saja bahkan ketika saya kuliah dulu teman saya sempat mempertanyakan tentang tujuan hidup saya. Dalam bahasa sehari-hari orang Gorontalo, ia berkata “Linda.. macam so tidak ada tujuan hidup lain yang ngana mo capai?” kemudian sayapun menjawab: ”Biarlah buruk di hadapan manusia dan baik di hadapan Allah, daripada baik di hadapan manusia tapi buruk di hadapan Allah.”
Nah, maksud dari tujuan hidup saya adalah bahwa setiap aktivitas yang saya lakukan, setiap pekerjaan yang saya kerjakan, dan setiap niat yang saya tekadkan itu semua hanya untuk memperoleh Ridha-Nya, Ya.. memperoleh Ridha Allah. Saya ingin membahagiakan orangtua saya karena Allah, saya melanjutkan studi di Universitas Brawijaya karena ingin memperoleh ilmu melalui Ridha-Nya, dan saya ingin menjadi manusia yang bisa bermanfaat bagi manusia yang lain, menebar kasih dan sayang terhadap semua makhluk-Nya. Khairunnas anfa’uhum linnas.
Saya berfikir bahwa buat apa kita hidup didunia, tapi orientasi kita hanya kepada hal-hal yang bersifat material? Bukankah kita diciptakan oleh Allah hanya untuk beribadah kepada-Nya? Namun apapun tujuan hidup saya, dia, dirinya, kamu, kalian, dan mereka itulah hak prerogatif masing-masing individu. Karena ketika kita telah memilih untuk satu tujuan hidup, maka kita harus menjalani proses demi proses, tahapan demi tahapan, dan menerima segala konsekuensi atas sebuah pilihan tujuan hidup.
Intinya bahwa setiap manusia yang dilahirkan di dunia ini memiliki tujuan hidup yang berbeda-beda. Apapun tujuan hidup kita itulah yang akan kita jalani. Itulah yang akan kita perjuangkan sampai kita mendapatkan apa yang menjadi tujuan hidup kita. Selalu bersyukur, ikhlas dan sabar dalam menjalani hidup ini. dan pastinya harus tetap semangat. Ganbatte  ^_^