Kemiskinan dan
kekayaan. 2 kata yang simpel, saling berlawanan, dan pastinya memiliki makna
yang berbeda-beda tergantung penafsiran dari masing-masing individu. Miskin dan
kaya pada umumnya menggambarkan tingkat kesejahteraan dan status sosial di
masyarakat.
Setiap manusia
yang lahir ke dunia pasti memiliki kadar kepuasan atau tingkat kesyukuran atas
nikmat yang telah Allah karuniakan. Ada seseorang yang dilihat dari pandangan
oranglain dia adalah orang yang bisa dikategorikan miskin. Namun apakah kita
bisa menjamin bahwa orang yang kita pandang sebagai orang yang miskin tadi
adalah benar-benar miskin? Atau mungkin seseorang yang kita pandang kaya itu
benar-benar kaya? Tentu saja tidak kawan. Karena yang merasakan kaya ataupun
miskinnya seseorang itu tergantung dari masing-masing individu tersebut
bersyukur atas nikmat yang telah dikaruniakan Allah kepadanya.
Terkadang
manusia selalu memaknai kemiskinan dan kekayaan itu dari sisi material saja,
contohnya orang yang kaya itu punya banyak uang, kaya raya, punya rumah yang
besar, pekerjaan yang bergengsi, memiliki jabatan yang tinggi, dan lain sebagainya.
Namun apakah kita menyadari bahwa ada hal-hal lain yang sifatnya non material?.
Bukankah Rasulullah pernah bersabda yang diriwayatkan oleh An-Nasai, Ibnu
Hibban dan Tabrani bahwa “Sesungguhnya kekayaan itu adalah kekayaan hati dan
kemiskinan adalah kemiskinan hati.” Nah dari sini kita melihat bahwa sungguh
orang yang paling baik di muka bumi ini saja memaknai kekayaan dan kemiskinana
adalah kekayaan hati dan kemiskinan hati. Lantas apakah kita hanya sebagai
manusia biasa menganggap bahwa kemiskinan dan kekayaan itu dilihat dari sisi
material saja? Tentu saja tidak.
Kemiskinan hati
adalah penyakit berbahaya. Orang miskin hati bisa mengumpulkan harta tanpa
memperdulikan halal atau haram. Tidak jarang mereka berani menipu dalam bisnis,
mengurangi timbangan, mencuri, atau bahkan melakukan kecurangan-kecurangan yang
tentunya bertentangan dengan ajaran agama.
Allah tidak
pernah menjadikan kekayaan dan kekurangan yang meliputi kondisi seseorang
sebagai bentuk peniaian kemuliaan atau kerendahan derajatnya di sisi Allah.
Namun itu semua adalah ujian atau cobaan yang Allah berikan kepada setiap
hamba-nya karena yang menentukan baik buruknya seseorang dilihat dari tingkat
ketaqwaannya kapada Allah. Karena kekayaan yang sifatnya material hanya
merupakan bekal, hanya merupakan wasilah
bagi seseorang menuju akhirat. Meskipun kepentingan di dunia juga selaknya dipenuhi
namun kepentingan akhirat jauh lebih penting dan harus dipenuhi.
Kemiskinan adalah kebalikan
dari kekayaan. Meskipun dua hal ini sangat berbeda, namun kita harus menempatkan
fenomena miskin dan kaya sebagai realitas yang harus bersinergi. Islam
mewajibkan setiap muslim untuk berpartisipasi menanggulangi kemiskinan sesuai
dengan kemampuan dan porsi masing-masing. Keterlibatan seorang muslim dalam memberantas
kemiskinan adalah salah satu bentuk tanggungjawab pribadi muslim dalam
menyucikan jiwa, harta, serta keluarganya. Di sinilah kemudian Islam sangat mengajarkan
solidaritas sosial untuk kesejahteraan bersama.
Kemiskinan dan kekayaan tidak
ada bedanya di mata Allah, yang membedakan manusia di hadapan Allah hanyalah
tingkat ketaqwaan. Sejauh mana kita bersyukur atas karunia-Nya, sabar, ikhlas, berdo’a,
ikhtiar, tawakal dan ridha atas taqdir yang ditentukan-Nya, maka sejauh itu
pula makna dari kemiskinan dan kekayaan yang dirasakan oleh setiap hamba-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar