Selasa, 27 Januari 2015

The Last Samurai

The Last Samurai merupakan sebuah film yang bercerita tentang sebuah kebudayaan Jepang. Kebudayaan yang berusaha dihilangkan dengan alasan modernisasi dan terinspirasi oleh negara barat. Semua berawal ketika Kapten Nathan Algren (Tom Cruse) disuruh untuk melatih pasukan jepang untuk melawan para samurai. Para samurai dianggap sebagai kaum pemberontak dikarenakan mereka membantah sang Kaisar dengan kebijakannya yang melarang penggunaan pedang dalam sehari-hari. Disini kaum samurai dipimpin oleh Katsumoto (Watanabe Ken) mencoba mempertahankan budayanya mereka.
Perang antara pasukan jepang yang masih amatiran dalam segi berperang yang dipimpin oleh Kapten Algren dan para kaum samurai yang dipimpin oleh Katsumoto tak dapat terelakkan. Berakhir dengan ditawannya Kapten Algren oleh kaum Samurai. Disini saya melihat dalam memperlakukan seorang musuhnya, Katsumoto memperlakukan selayaknya dia adalah keluarga. Itulah kebudayaan mereka, menghormati sebagai tamu meskipun itu adalah musuhnya.
Ketika di tawan, kapten Algren merasakan sebuah kedamaian di desa kaum Samurai ini. Kedisiplinan dan keteraturan sangat terasa ketika dia mengelilingi desa ini. Riuh pikuk perkotaan tidak terasa disini, itu yang membuat dia merasakan bahwa telah terjadi hubungan spiritual dengan alam.
Disini lah dia mempelajari bahwa yang terjadi sebenarnya adalah, Amerika (negara barat) mencoba untuk membuat strategi dagang (senjata mesin) dengan jepang yang juga membuat Kaisar jepang bingung tentang apa yang harus dia prioritaskan, modernisasi atau kebudayaannya. Akhirnya sejak saat itu Kapten Algren memilih untuk berada di pihak Katsumoto untuk mempertahankan kebudayaannya.
Kehidupan bersama para Samurai dia jalani hingga akhir musim dingin. Kapten Algren secara tidak langsung telah membentuk sebuah karakter baru, seorang samurai.Benar ternyata bahwa kepribadian kita itu dibentuk oleh lingkungan kita sendiri.
Perang pun tak dapat dihindari. Katsumoto berusaha mempertahankan prinsipnya tentang jati dirinya, dan para petinggi kerajaan juga telah dibutakan dengan perjanjian-perjanjian oleh negara asing tentang modernisasi. Pasukan Samurai Katsumoto kalah telak. Diakhir perang Katsumoto terduduk untuk melakukan ritual menghunuskan pedang sebagai tanda dia telah kalah di perang ini sebagai bentuk menjaga kehormatannya dengan dibantu oleh Kapten Algren. Pasukan Jepang yang dihadapi oleh Katsumoto pun berlutut pula sebagai bentuk penghormatan terakhirnya kepada orang yang berusaha menjaga kebudayaan bangsanya sendiri.
Sepanjang film, dua hal ini sangat berjalan berdampingan sehingga sulit untuk dipisahkan. Para Samurai memiliki idealisme yang terkait erat dengan budaya nenek moyang yang telah mereka tanamkan secara turun temurun, terikat kuat dibalik jubah perang dan dalam setiap sabetan pedang mereka. Ide idealisme ini membentuk sebuah kebudayaan yang tergambar dari sikap mereka menjalani kehidupan sehari-hari, mulai dari berkeluarga sampai bertata-negara (politik.). Setiap laki-laki terlahir untuk menjadi Samurai dan hidup berjuang demi kelestarian budaya nenek moyang mereka. Para Samurai menjalani kehidupan sehari-hari dengan penuh kedisiplinan, berlatih tanpa lelah dan tanpa tahu diri sudah sehebat apa mereka memainkan pedangnya.  Gara-gara idealismenyamereka rela jika harus bunuh diri lantaran tidak kuat menahan rasa malu akibat kalah bertempur di medan perang.
Politik juga tidak bisa dilepaskan begitu saja dari kehidupan mereka. Cara mereka berpolitik lagi-lagi berdasarkan dari idealisme mereka terhadap budaya nenek moyang yang (sekali lagi) telah tertanam kuat dalam setiap sendi kehidupan mereka. Jadi ketika ada sebagian atau bahkan sebagian besar dari mereka yang berkhianat mereka tidak akan segan untuk memberontak dan melawan. Tidak kenal apapun yang mereka hadapi. Meskipun meriam canggih buatan Jerman, machine gun, dan ratusan ribu tentara, mereka akan tetapi hadapi dengan sebilah pedang mereka yang penuh dengan tekad dan keberanian. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar