Selasa, 07 Oktober 2014

"Menyibak Makna Di Balik Kemiskinan & Kekayaan”


Kemiskinan dan kekayaan. 2 kata yang simpel, saling berlawanan, dan pastinya memiliki makna yang berbeda-beda tergantung penafsiran dari masing-masing individu. Miskin dan kaya pada umumnya menggambarkan tingkat kesejahteraan dan status sosial di masyarakat. Setiap manusia yang lahir ke dunia pasti memiliki kadar kepuasan atau tingkat kesyukuran atas nikmat yang telah Allah karuniakan. Ada seseorang yang dilihat dari pandangan oranglain dia adalah orang yang bisa dikategorikan miskin. Namun apakah kita bisa menjamin bahwa orang yang kita pandang sebagai orang yang miskin tadi adalah benar-benar miskin? Atau mungkin seseorang yang kita pandang kaya itu benar-benar kaya? Tentu saja tidak kawan. Karena yang merasakan kaya ataupun miskinnya seseorang itu tergantung dari masing-masing individu tersebut bersyukur atas nikmat yang telah dikaruniakan Allah kepadanya. Terkadang manusia selalu memaknai kemiskinan dan kekayaan itu dari sisi material saja, contohnya orang yang kaya itu punya banyak uang, kaya raya, punya rumah yang besar, pekerjaan yang bergengsi, memiliki jabatan yang tinggi, dan lain sebagainya. Namun apakah kita menyadari bahwa ada hal-hal lain yang sifatnya non material?. Bukankah Rasulullah pernah bersabda yang diriwayatkan oleh An-Nasai, Ibnu Hibban dan Tabrani bahwa “Sesungguhnya kekayaan itu adalah kekayaan hati dan kemiskinan adalah kemiskinan hati.” Nah dari sini kita melihat bahwa sungguh orang yang paling baik di muka bumi ini saja memaknai kekayaan dan kemiskinana adalah kekayaan hati dan kemiskinan hati. Lantas apakah kita hanya sebagai manusia biasa menganggap bahwa kemiskinan dan kekayaan itu dilihat dari sisi material saja? Tentu saja tidak. Kemiskinan hati adalah penyakit berbahaya. Orang miskin hati bisa mengumpulkan harta tanpa memperdulikan halal atau haram. Tidak jarang mereka berani menipu dalam bisnis, mengurangi timbangan, mencuri, atau bahkan melakukan kecurangan-kecurangan yang tentunya bertentangan dengan ajaran agama. Allah tidak pernah menjadikan kekayaan dan kekurangan yang meliputi kondisi seseorang sebagai bentuk peniaian kemuliaan atau kerendahan derajatnya di sisi Allah. Namun itu semua adalah ujian atau cobaan yang Allah berikan kepada setiap hamba-nya karena yang menentukan baik buruknya seseorang dilihat dari tingkat ketaqwaannya kapada Allah. Karena kekayaan yang sifatnya material hanya merupakan bekal, hanya merupakan wasilah bagi seseorang menuju akhirat. Meskipun kepentingan di dunia juga selaknya dipenuhi namun kepentingan akhirat jauh lebih penting dan harus dipenuhi. Kemiskinan adalah kebalikan dari kekayaan. Meskipun dua hal ini sangat berbeda, namun kita harus menempatkan fenomena miskin dan kaya sebagai realitas yang harus bersinergi. Islam mewajibkan setiap muslim untuk berpartisipasi menanggulangi kemiskinan sesuai dengan kemampuan dan porsi masing-masing. Keterlibatan seorang muslim dalam memberantas kemiskinan adalah salah satu bentuk tanggungjawab pribadi muslim dalam menyucikan jiwa, harta, serta keluarganya. Di sinilah kemudian Islam sangat mengajarkan solidaritas sosial untuk kesejahteraan bersama. Kemiskinan dan kekayaan tidak ada bedanya di mata Allah, yang membedakan manusia di hadapan Allah hanyalah tingkat ketaqwaan. Sejauh mana kita bersyukur atas karunia-Nya, sabar, ikhlas, berdo’a, ikhtiar, tawakal dan ridha atas taqdir yang ditentukan-Nya, maka sejauh itu pula makna dari kemiskinan dan kekayaan yang dirasakan oleh setiap hamba-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar