Pertama-tama adalah mesti
engkau sadari, bahwa sesungguhnya aku tak akan menilai kecantikan wajahmu
dibalik jilbab yan engkau kenakan, serta harta yang kau miliki sebagai daya
tarik untuk menikahimu. Tapi kecantikan hati, perilaku, serta ketaatanmu kepada
Dienul Islam itu yang utama. Memang hal ini sangat musykil di zaman yang telah
penuh dengan noda-noda hitam akibat perbuatan manusia, sehingga wanita-wanitanya
sudah tidak malu lagi untuk menjual kecantikannya dan berlomba-lomba
memperlihatkan aurat dengan sebebas-bebasnya demi memuaskan hawa nafsu jahatnya.
Namun itulah yang diajarkan Rasulullah SAW, kepada kita melalui haditsnya
:
“Janganlah engkau peristrikan wanita karena hartanya, sebab hartanya
itu menyebabkan mereka sombong. Dan jangan pula kamu peristrikan wanita karena
kecantikannya, karena boleh jadi kecantikannya itu dapat menghinakan dan
merendahkan martabat mereka sendiri. Namun peristrikan wanita atas dasar
Diennya. Sesungguhnya budak hitam legam kulitnya tetapi Dienya lebih baik, lebih
patut kamu peristrikan“. (HR. Bukhori)
Dan Allah pun tak akan melihat
kebagusan wajah dan bentuk jasadmu. Tapi Dia menilai hati dan amal yang kau
lakukan. Hendaknya engkau yakin bahwa wanita-wanita salafusshaleh adalah
panutanmu, yang telah mendapat bimbingan dari nabi Muhammad
SAW.
Contohlah Ummu Khomsa yang tersenyum gembira mendengar anak-anaknya
gugur dalam medan pertempuran. Tentunya engkau heran, mengapa seorang ibu
seperti itu ? jawabnya adalah karena ia yakin bahwa jannah telah menanti anaknya
di akhirat, sedangkan engkau tahu, tak seorangpun yang tidak menginginkan akhir
hidup di tempat yang penuh kenikmatan itu.
Katakanlah kepada anak-anakmu
kelak :
…janganlah engkau bimbang dan ragu wahai anakku, kalau kamu syahid
daripada sibuk mengumpulkan hartadan memburu pangkat. Maka kalau kamu ingin
termasuk ke dalam golongan-golongan pejuang ISLAM yang benar-benar
memperjuangkan hak Allah dan Rasul-Nya. Serahkan dirimu dan ketaqwaan yang kuat
dan tanamkan pula dalam hatimu iman serta keinginan untuk menemuin-Nya secara
syahid. Bayangkanlah bahwa jannah sedang menanti, bersama para bidadari yang
sedang berhias menanti kekasih-kekasihnya, yaitu kamu sendiri. Seperti Firman
Allah :
“Dan didalam Jannah itu ada bidadari-bidadari bermata jeli,
laksana mutiara yang tersimpan baik” (QS 56 : 22-23) Ajarkanlah pada anak-anak
kita kelak, bahwa hidup dalam ISLAM tidak berarti mencari kenikmatan semu di
dunia ini sehingga mereka bersenang-senang didalamnya dan lupa akan Akhirat.
Padahal Rasulullah mengajarkan “ Addunya mazra’atul akhiroh (Dunia adalah
ladangnya akhirat). Jadi dunia bukan tujuan akhir, tapi hanya sekedar jembatan
untuk menuju kehidupan akhirat yang lebih baik dan kekal sehingga mereka
mengerti bahwa mencari keridhoan Allah berarti pengorbanan yang terus menerus,
Seperti Firman-Nya :
“ Dan diantara manusia ada orang yang mengorbankan
dirinya karena mencari keridhoan Allah dan Allah maha penyantun kepada
hamba-hambanya”. (QS. Al Baqarah : 207)
Akhirnya merekapun tahu bahwa
jalan yang mereka pilih itu tidak menjanjikan harta di dunia ini yang banyak,
rumah mewah, kendaraan yang banyak, atau kasur-kasur yang empuk, pangkat dan
wanita, tapi jalan mereka semua adalah jalan yang penuh dengan duri-duri cobaan
serta seribu datu macam tantangan. Karena Allah tidak akan memberi Jannah kepada
kita dengan harga yang murah.
Berdo’alah kepada-Nya agar engkau lahirkan
kelak dari rahimmu seorang anak pewaris perjuangan nabi-nabi-Nya yang senantiasa
mereka mendo’akan kita. Didiklah mereka agar taat dan berbuat baik kepada kita
serta tidak menyekutukan Allah, seperti yang diwasiatkan Luqman kepada
anak-anaknya (31:31). Fahamkan mereka bahwa pewaris perjuangan Rasul dan Nabi
bukanlah berarti mereka hanya menjadi pejuang di medan jihad, tapi juga seorang
abid (zuhud) di malam hari. Anak kita kelak adalah amanah dari-Nya oleh sebab
itu Allah akan murka seandainya kita menyia-nyiakannya. Pembentukan pribadi anak
itu sangat tergantung kepada kita yang mendidiknya. Apakah ia akan menjadi orang
yang beriman atau sebaliknya. Hendaklah engkau perhatikan makanan untuk mereka,
pergaulannya serta pilihkan pendidikan yang mereka ikuti.
Jadilah engkau
seperti Siti Maryam yang dapat mendidik Isa a.s. di tengah-tengah cemoohan dan
cacian masyarakat. Atau Siti Asiyah(istri fir'aun) yang dapat memupuk keimanan
Musa a.s. di dalam istana yang penuh dengan kedurhakaan dan kekufuran. Kemudian
Masyitoh yang mampu memantapkan hati anak-anaknya walaupun harus menghadapi air
yang mendidih demi kebenaran. Atau deperti Siti Khadijah R.ha. Aisyah R.ha,
Sayidina Fatimah R.ha yang membesarkan anak-anaknya di tengah-tengah
kemiskinan.
Bila engkau telah memahami tugas terhadap anak-anakmu dalam
Islam, maka mudah-mudahan Allah akan memberkahi ktia dengan memberikan anak-anak
yang sholeh, yang bersedia mengorbankan nyawanya demi mematuhi perintah Allah,
seharusnyalah engkau faham juga bahwa dunia ini adalah perhiasan dan sebaik
baiknya perhiasan adalah wanita sholehah.
Dan salah satu ciri yang harus
engkau miliki jika ingin menjadi wanita sholehah dan bersedia untuk taat
terhadap suamimu kelak seperti Firman-Nya dalam surat An-Nisaa :34 bahwa
laki-laki adalah pemimpin bagi wanita dan istri yang baik adalah mereka yang
setia (taat) kepada suami dan selalu memelihara kehormatannya selama suaminya
tidak ada di rumah.
Hendaklah engkau berbeda dengan wanita-wanita saat
ini yang benyak melalaikan suami dan anak-anaknya, mereka lebih sibuk dengan
karir, arisan, undangan, atau menyia-nyiakan uang dan waktu dengan hal-hal yang
tidak berguna, serta cenderung pamer wajah dan aurat kepada yang bukan
muhrimnya. Carilah ridha suami dengan cara-cara yang telah diyariatkan Islam,
karena Rasulullah telah bersabda :
“Wahai Siti Fatimah, kalau engkau mati
dalam keadaan Ali tidak ridha padamu, niscaya aku ayahandamu tidak akan
menyolatkanmu“.
Jadilah engkau perhiasan yang tinggi nilainya di dalam
rumah tangga, sumber penyejuk dan kebahagiaan hati suami, berhiaslah engkau
untuk menyenangkan suami, jagalah hatinya agar engkau tak menyakiti dia.
Walaupun dengan hal-hal yang kecil. Katakan kepadaku jika akan berangkat mencari
nafkah :
“Wahai suamiku carilah rezeki yang halal disisi Allah, janganlah
engkau pulang membawa rezeki yang haram untuk kami. Kami rela berlapar dan hidup
susah dengan makanan yang halal.”
Dan janganlah engkau cegah, jika aku
hendak meninggalkanmu berhari-hari karena memenuhi panggilan Allah dan
Rasul-Nya. Tabahlah seperti tabahnya Siti Hajar dan Ismail yang ditinggalkan
Ibrahim a.s. ditengah padang pasir yang tandus. Jika aku mengikuti jejak yasir,
maka ikutilah di belakangku sebagai sumayyah, bila kukatakan kepadamu
“perjuangan itu pahit” maka jawablah olehmu “Jannah itu Manis”
Sudah
kiranya yang ingin aku sampaikan padamu, hendaklah engkau pahami dan ikuti
seperti yang telah aku tunjukkan kepadamu tapi harus diingat bahwa engkau
melakukannya karena Allah bukan karena aku, semoga Allah meridhoi kita dan
memberi kemudahan dalam mengikuti petunjuknya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar