Hijab adalah pakaian wanita muslim yang menutup bagian kepala sampai dengan kaki
(termasuk didalamnya jilbab/tudung dan pakaian yang longgar tidak memperlihatkan
lekuk tubuh). Bagi orang awam, masalah hijab mungkin dianggap masalah sederhana.
Padahal sesungguhnya, ia adalah masalah besar. Karena ia adalah perintah Allah
SWT yang tentu didalamnya mengandung hikmah yang banyak dan sangat besar. Ketika
Allah SWT memerintahkan kita suatu perintah, Dia Maha Mengetahui bahwa perintah
itu adalah untuk kebaikan kita dan salah satu sebab tercapainya kebahagiaan,
kemuliaan dan keagungan wanita.
Seperti firman Allah SWT: "Hai Nabi,
katakan kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin
untuk mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka, yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu”.(QS. Al
Ahzab:59)
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah bersabda: "Akan ada di
akhir umatku kaum lelaki yang menunggang pelana seperti layaknya kaum lelaki,
mereka turun di depan pintu masjid, wanita-wanita mereka berpakaian (tetapi)
telanjang, diatas kepala mereka (terdapat suatu) seperti punuk onta yg lemah
gemulai. Laknatlah mereka! Sesunggunya mereka adalah wanita -wanita
terlaknat."(Diriwayatkan oleh Imam Ahmad(2/33))
Sabda Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam juga pernah bersabda: “Dua kelompok termasuk penghuni Neraka,
Aku (sendiri) belum pernah melihat mereka, yaitu seperti orang yg membawa cemeti
seperti ekor sapi, dengannya mereka mencambuki manusia dan para wanita yg
berpakaian (tetapi ) telanjang, bergoyang berlenggak lenggok, kepala mereka (ada
suatu) seperti punuk unta yg bergoyang goyang. Mereka tentu tidak akan masuk
Surga, bahkan tidak mendapat baunya. Dan sesungguhnya bau Surga itu tercium dari
jarak perjalanan sekian dan sekian."(HR. Muslim, hadits no. 2128).
Dimasa
kini banyak alasan atau sebab yang sering dijadikan alasan mengapa para wanita
enggan untuk berhijab, diantaranya:
1. Belum mantap
Bila
ukhti/saudari berdalih dengan syubhat ini hendaknya bisa membedakan antara dua
hal. Yakni antara perintah Tuhan dengan perintah manusia. Selagi masih dalam
perintah manusia, maka seseorang tidak bisa dipaksa untuk menerimanya. Tapi bila
perintah itu dari Allah SWT tidak ada alasan bagi manusia untuk mengatakan saya
belum mantap, karena bisa menyeret manusia pada bahaya besar yaitu keluar dari
agama Allah SWT sebab dengan begitu ia tidak percaya dan meragukan kebenaran
perintah tersebut.
Allah SWT berfirman Allah: "Dan tidak patut bagi
lelaki mukmin dan wanita mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka.
Dan barangsiapa mendurhakai Allah SWT dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia telah
sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36)
2. Iman itu letaknya di
hati bukan dalam penampilan luar
Para ukhti/saudari yang belum berhijab
berusaha menafsirkan hadist, tetapi tidak sesuai dengan yang dimaksudkan,
seperti sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasalam: “Sesungguhnya Allah SWT tidak
melihat pada bentuk-bentuk (lahiriah) dan harta kekayaanmu tapi Dia melihat pada
hati dan amalmu sekalian.”(HR. Muslim, Hadist no. 2564 dari Abu
Hurairah).
Tampaknya mereka menggugurkan makna sebenarnya yang dibelokkan
pada kebathilan. Memang benar Iman itu letaknya dihati tapi Iman itu tidak
sempurna bila dalam hati saja. Iman dalam hati semata tidak cukup menyelamatkan
diri dari Neraka dan mendapat Surga. Karena definisi Iman Menurut jumhur ulama
Ahlus Sunnah wal Jama'ah: "keyakinan dalam hati, pengucapan dengan lisan, dan
pelaksanaan dengan anggota badan". Dan juga tercantum dalam Al-Quran setiap kali
disebut kata Iman, selalu disertai dengan amal, seperti: "Orang yg beriman dan
beramal shalih....". Karena amal selalu beriringan dengan iman, keduanya tidak
dapat dipisah-pisahkan.
3. Allah belum memberiku
hidayah
Ukhti/saudari yang seperti ini terperosok dalam kekeliruan yang
nyata. Karena bila orang yang menginginkan hidayah, serta menghendaki agar orang
lain mendo'akan dirinya agar mendapatkannya, ia harus berusaha keras dengan
sebab-sebab yang bisa mengantarkannya sehingga mendapatkan hidayah tersebut.
Seperti firman Allah SWT: "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS.
Ar-Ra'd: 11).
Karena itu wahai uhkti/saudari, berusahalah mendapatkan
sebab-sebab hidayah, niscaya Anda mendapatkan hidayah tersebut dengan izin Allah
SWT. Diatara usaha itu adalah berdo'a agar mendapat hidayah, memilih kawan yang
shalihah, selalu membaca, mempelajari dan merenungkan Kitab Allah, mengikuti
majelis dzikir dan ceramah agama dan lainnya.
4.Takut tidak laku nikah
Syubhat ini dibisikkan oleh setan dalam jiwa karena perasaan bahwa para
pemuda tidak akan mau memutuskan untuk menikah kecuali jika dia telah melihat
badan, rambut, kulit, kecantikan dan perhiasan sang gadis. Meskipun kecantikan
merupakan salah satu sebab paling pokok dalam pernikahan, tetapi ia bukan
satu-satunya sebab dinikahinya wanita.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam bersabda: "Wanita itu dinikahi karena empat hal; yaitu karena harta,
keturunan, kecantikan dan agamanya. Dapatkanlah wanita yg berpegang teguh dengan
agama,(jika tidak) niscaya kedua tanganmu berlumur debu". (HR. Al Bukhari,
kitaabun nikah,9/115).
5. Ia masih belum Dewasa
Sesungguhnya
para wali, baik ayah atau ibu yang mencegah anak puterinya berhijab, dengan
dalih karena masih belum dewasa, mereka mempunyai tanggung jawab yang besar
dihadapan Allah SWT pada hari Kiamat. Karena menurut syariat ketika seorang
gadis mendapatkan Haidh, seketika itu pula ia wajib untuk berhijab.
6.
Orang tuaku dan suamiku melarang berhijab
Dasar permasalahan ini adalah
bahwa ketaatan kepada Allah SWT harus didahulukan daripada keta’atan kepada
mahluk siapa pun dia. Seperti dalam hadits shahih
disebutkan:
"sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam kebaikan."(HR. Al
Bukhari dan Muslim). Dan sabda Rasul dalam hadist lainnya: "Dan tidak boleh
ta'at kepada mahluk dengan mendurhakai (bermaksiat) kepada Al-Khaliq." (HR. Imam
Ahmad, hadits ini shahih).
Maka dari itu wahai ukhti yang belum berhijab,
semoga tulisan ini mejadi pembuka hati yang terkunci, menggetarkan perasaan yg
tertidur, sehingga bisa mengembalikan segenap akhwat yang belum menta’ati
perintah berhijab, kepada fitrah yang telah diperintahkan Allah SWT.
(Dikutip dari buku terjemahan yg berjudul asli Ila Ukhti Ghairil
Muhajjabah Mal Maani'u Minal Hijab? oleh Syaikh Abdul Hamid Al Bilaly).
Wallahu A’lam.
Hj. Dewi Setiani
Penulis berdomisili di
Jogjakarta.
kafemuslimah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar