Ketika pasukan negara imperialis terbesar
di dunia saat itu, Romawi Timur (Byzantium), kian mendekati Madinah, Rasulullah
SAW memberangkatkan pasukan menghadangnya. Menjelang kawasan Mu'tah, tepatnya di
Desa Mu'an, kaum Muslimin berhenti dua hari dua malam. Tanpa diduga, bersama
aliansinya, seperti Bani Ghassan, Lakham, Juzam, dan lain-lain, Romawi
menyiapkan lebih dari 200 ribu anggota pasukan bersenjata lengkap. Padahal,
serdadu Islam hanya 3.000 orang.
Sebagian dari kaum Muslimin ingin mundur karena merasa mustahil menghadapi lawan. Yang lain, mau mengabari dulu Rasulullah SAW seraya meminta tambahan pasukan. Tiba-tiba, Abdullah bin Rawwahah angkat suara, ''Saudara-saudara sekalian, demi Allah sesungguhnya yang kalian benci itulah tujuan kalian kemari, yakni mati syahid. Kita berperang melawan musuh bukanlah karena senjata lengkap dan tentara yang banyak.
Melainkan, karena dengan agama ini Allah akan memuliakan kita. Karena itu, mari maju meraih salah satu dari dua kebaikan: kemenangan atau mati syahid.'' Kata-kata Abdullah menyadarkan semua pasukan. Musuh jangan dicari, tapi jika telah di depan mata, jangan sekali-kali lari. Akhirnya, pasukan Islam sukses memorak-morandakan Romawi. Gagallah maksud buruk mereka ingin memperluas jajahan, sekaligus merusak kemuliaan Islam. Barangkali, jika menunda menghadapi Romawi agar pasukan bertambah, belum tentu menang.
Keimanan dan disiplin beramal saleh dari Abdullah dan para sahabat Rasul membuat mereka berani menghadapi tantangan, walau ternyata lebih besar dari yang diduga. Sayangnya, kita tidak begitu. Ada kecenderungan suka lari dari masalah dan gemar menunda menyelesaikan tugas, jika dirasa masalahnya berat sekali. Dirasa susah sedikit, disikapi dengan dikerjakan belakangan. Itu pun menjelang batas akhir. Beberapa kebiasan buruk misalnya, siswa dan mahasiswa baru belajar keras menjelang ujian. Atau, para pembesar yang membiarkan masalah saat masih kecil, bahkan meremehkannya.
Namun, menjadi panik dan baru mencari pertolongan ke sana ke mari saat telah mepet, sementara energi dan dana sudah menipis. Akibatnya, kalaupun masalah terselesaikan, pengorbanannya begitu besar dibanding jika diselesaikan jauh-jauh hari sebelumnya. Mutu kerja merosot, sementara tugas dan urusan lain terbengkalai. Meningkatkan keimanan, jumlah, dan kualitas amal saleh akan membuat berani menghadapi masalah, meski lebih berat dari sangkaan. Bagaimanapun, jika sungguh-sungguh berikhtiar dan berdoa, setiap masalah teratasi. Tiada masalah kecuali sebatas kesanggupan manusia (QS 2:286). Lari atau menunda menghadapinya justru memperbesar masalah dan memperberat dampak buruknya.(Fahmi AP Pane)
Sebagian dari kaum Muslimin ingin mundur karena merasa mustahil menghadapi lawan. Yang lain, mau mengabari dulu Rasulullah SAW seraya meminta tambahan pasukan. Tiba-tiba, Abdullah bin Rawwahah angkat suara, ''Saudara-saudara sekalian, demi Allah sesungguhnya yang kalian benci itulah tujuan kalian kemari, yakni mati syahid. Kita berperang melawan musuh bukanlah karena senjata lengkap dan tentara yang banyak.
Melainkan, karena dengan agama ini Allah akan memuliakan kita. Karena itu, mari maju meraih salah satu dari dua kebaikan: kemenangan atau mati syahid.'' Kata-kata Abdullah menyadarkan semua pasukan. Musuh jangan dicari, tapi jika telah di depan mata, jangan sekali-kali lari. Akhirnya, pasukan Islam sukses memorak-morandakan Romawi. Gagallah maksud buruk mereka ingin memperluas jajahan, sekaligus merusak kemuliaan Islam. Barangkali, jika menunda menghadapi Romawi agar pasukan bertambah, belum tentu menang.
Keimanan dan disiplin beramal saleh dari Abdullah dan para sahabat Rasul membuat mereka berani menghadapi tantangan, walau ternyata lebih besar dari yang diduga. Sayangnya, kita tidak begitu. Ada kecenderungan suka lari dari masalah dan gemar menunda menyelesaikan tugas, jika dirasa masalahnya berat sekali. Dirasa susah sedikit, disikapi dengan dikerjakan belakangan. Itu pun menjelang batas akhir. Beberapa kebiasan buruk misalnya, siswa dan mahasiswa baru belajar keras menjelang ujian. Atau, para pembesar yang membiarkan masalah saat masih kecil, bahkan meremehkannya.
Namun, menjadi panik dan baru mencari pertolongan ke sana ke mari saat telah mepet, sementara energi dan dana sudah menipis. Akibatnya, kalaupun masalah terselesaikan, pengorbanannya begitu besar dibanding jika diselesaikan jauh-jauh hari sebelumnya. Mutu kerja merosot, sementara tugas dan urusan lain terbengkalai. Meningkatkan keimanan, jumlah, dan kualitas amal saleh akan membuat berani menghadapi masalah, meski lebih berat dari sangkaan. Bagaimanapun, jika sungguh-sungguh berikhtiar dan berdoa, setiap masalah teratasi. Tiada masalah kecuali sebatas kesanggupan manusia (QS 2:286). Lari atau menunda menghadapinya justru memperbesar masalah dan memperberat dampak buruknya.(Fahmi AP Pane)
sumber : Republika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar