- Beranda
- Akuntansi
- Olah Rasa
- Tujuan Hidup
- Kemiskinan dan Kekayaan
- Kepedihan dan Kenikmatan
- Keburukan dan Keindahan
- Kebencian dan Kasih Sayang
- Penghianatan dan Kesetiaan
- Kelemahan dan Kekuatan
- Kerugian dan Keberuntungan
- Kesendirian dan kebersamaan
- Hakikat Diri Sebagai Manusia
- Hakikat Diri Sebagai Makhluk
- Kematian dan Kehidupan
- Tuhan
- Menu3
- Menu4
- Menu5
Selasa, 30 September 2014
"Homesick? Cukuplah Allah Sebagai Penghibur Hati"
Tak terasa sudah hampir 2 bulan lamanya saya berada di sini, di kota ini, Kota Malang. 2 bulan bukanlah waktu yang singkat untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Namun entah mengapa hati ini selalu ingin kembali, dan tidak bisa dipungkiri bahwa diri ini selalu merindukan mereka yang disana. Homesick? Ya,, mungkin itulah perasaan yang saya rasakan sekarang. Merindukan orang-orang yang mencintai saya dan sayapun mencintai mereka karena Allah. Rindu dengan aktivitas-aktivitas di kampung halamanku Gorontalo, rindu dengan halaqah, rindu dengan para ukhti dan terlebih lagi rindu pada orangtuaku.
Lebaran Idul Adha kini mulai menyapa hati dan kerinduan inipun semakin memuncak tatkala untuk pertama kalinya saya tidak bisa melaksanakan Shalat Idul Adha bersama mereka, berbagi bersama, salam-salaman, cipika-cipiki, foto bersama, dan silaturrahim bersama. Sedih? Ya, pastinya sedih, siapa sih yang tidak sedih tatkala disaat momen-moment bahagia, kita tidak berada disamping mereka?. Namun saya selalu yakin bahwa tidak ada yang kebetulan di dunia ini karena setiap kejadian demi kejadian yang terjadi pasti sudah tertulis dalam kitab-Nya, di Lauhul Mahfuz. Dan saya meyakini bahwa Because Allah, I’m here and I’m here for a reason. Maka dalam setiap kali saya berdo’a, 1 permohonan yang pasti saya panjatkan kepada-Nya adalah. “Ya Rabbi... Janganlah Engkau cabut nyawa hamba dan nyawa orangtua hamba sebelum hamba bisa membahagiakan dan memberikan yang terbaik untuk mereka. Berikan umur yang panjang lagi berkah kepada mereka dan ampunilah dosa hamba dan dosa-dosa mereka. Meskipun jika kelak suatu saat nanti ketika hamba telah benar-benar menjadi seseorang seperti yang mereka impikan, hamba takkan bisa membalas semua jasa, semua pengorbanan yang telah mereka korbankan untuk hamba. Namun setidaknya dalam hidup mereka, hamba bisa memberikan apa yang terbaik yang hamba punya.”
Homesick? dan lagi-lagi homesick, maka tatkala rasa itu datang lagi, cukuplah Allah sebagai penghibur hati. Cukuplah Allah yang selalu menemani setiap perjalanan hidup. Maka tatkala kerinduan itu datang menghampiri, maka Allah-lah tempat saya mengadu, Allah-lah tempat curhatan terbaik, karena segala urusan datangnya dari Allah, dan akan kembali pada-Nya. Seperti kalimat yang sering disampaikan oleh ibu saya adalah ketika kita ingin sesuatu, mintalah kepada-Nya, berdo’a hanya kepada-Nya, selalu kerjakan perintah-Nya dan jauhi larangan-Nya. Maka jika rindu mulai menyapa hati cukuplah Allah sebagai penghibur hati. Karena kerinduan ini akan menjadi kenikmatan yang tak terhingga ketika kita melaluinya dengan penuh keikhlasan, kesabaran, usaha dan kerja keras.
"Saya & Tujuan Hidup"
Setiap manusia yang lahir ke dunia pasti memiliki tujuan hidup yang berbeda-beda. Ada tujuan hidupnya ingin membahagiakan orangtuanya, ingin jadi kaya, terpandang, memiliki pekerjaan yang gajinya besar, punya suami yang tampan atau istri yang cantik dan lain sebagainya.
Begitupun dengan saya, saya juga memiliki tujuan hidup tersendiri. Awalnya saya berfikir bahwa tujuan hidup itu harus bersifat material, terlihat, dan nampak. Namun setelah melawati proses yang cukup panjang, 4 tahun lamanya sejak saya duduk di bangku SMK sampai duduk di bangku kuliah, maka saya memutuskan bahwa tujuan hidup itu tidak selamanya bersifat material, namun ada hal-hal lain yang lebih penting daripada itu. Dan tujuan hidup sayapun sejak saat itu telah berubah.
“Ridha Allah”... Ya Ridha Allah. Mungkin pada sebagian orang tujuan hidup saya biasa-biasa saja bahkan ketika saya kuliah dulu teman saya sempat mempertanyakan tentang tujuan hidup saya. Dalam bahasa sehari-hari orang Gorontalo, ia berkata “Linda.. macam so tidak ada tujuan hidup lain yang ngana mo capai?” kemudian sayapun menjawab: ”Biarlah buruk di hadapan manusia dan baik di hadapan Allah, daripada baik di hadapan manusia tapi buruk di hadapan Allah.”
Nah, maksud dari tujuan hidup saya adalah bahwa setiap aktivitas yang saya lakukan, setiap pekerjaan yang saya kerjakan, dan setiap niat yang saya tekadkan itu semua hanya untuk memperoleh Ridha-Nya, Ya.. memperoleh Ridha Allah. Saya ingin membahagiakan orangtua saya karena Allah, saya melanjutkan studi di Universitas Brawijaya karena ingin memperoleh ilmu melalui Ridha-Nya, dan saya ingin menjadi manusia yang bisa bermanfaat bagi manusia yang lain, menebar kasih dan sayang terhadap semua makhluk-Nya. Khairunnas anfa’uhum linnas.
Saya berfikir bahwa buat apa kita hidup didunia, tapi orientasi kita hanya kepada hal-hal yang bersifat material? Bukankah kita diciptakan oleh Allah hanya untuk beribadah kepada-Nya? Namun apapun tujuan hidup saya, dia, dirinya, kamu, kalian, dan mereka itulah hak prerogatif masing-masing individu. Karena ketika kita telah memilih untuk satu tujuan hidup, maka kita harus menjalani proses demi proses, tahapan demi tahapan, dan menerima segala konsekuensi atas sebuah pilihan tujuan hidup.
Intinya bahwa setiap manusia yang dilahirkan di dunia ini memiliki tujuan hidup yang berbeda-beda. Apapun tujuan hidup kita itulah yang akan kita jalani. Itulah yang akan kita perjuangkan sampai kita mendapatkan apa yang menjadi tujuan hidup kita. Selalu bersyukur, ikhlas dan sabar dalam menjalani hidup ini. dan pastinya harus tetap semangat. Ganbatte ^_^
Senin, 29 September 2014
Menikahlah Sebelum Terlambat
Jodoh, kematian dan rezeki adalah rahasia Allah yang tak bisa ditebak atau prediksi oleh siapa pun makhluk-Nya di bumi ini. Jangankan hanya sekelas dukun, paranormal, mentalis atau profesi sejenis lainnya, Rasulullah Saw sendiri dan para Nabi sebelumnya sama sekali tak diberi bocoran oleh Allah Swt tentang hal ini.
Di antara hikmah dirahasiakannya ketiga hal itu adalah agar seluruh umat manusia senantiasa bersemangat di dalam mengupayakannya.
Agar bersegera dalam bekerja secara keras, cerdas dan ikhlas. Sebab dengan kaya, akan banyak amalan yang bisa dieksekusi. Apalagi dalam Islam, amat banyak ibadah yang hanya bisa dilakukan jika pelakunya kaya, dan tak bisa dilakukan oleh umat yang keadaannya sebaliknya; miskin.
Kematian dirahasiakan jadwalnya agar insan yang hidup selalu istiqamah dalam kebaikan. Sebab tak tahu, kapan nyawanya akan dipanggil. Bisa dibayangkan, jika seseorang mengetahui jadwal kematiannya, tentu akan banyak ketimpangan yang terjadi dan ketakutan massal sebab sakit yang amat sangat ketika dicabut nyawanya oleh sang Izrail.
Pun dengan jodoh. Dirahasiakan (dengan siapa, bagaimana dan kapannya) agar manusia selalu beramal kebaikan, memperbaiki diri dan melayakkannya, serta berupaya semaksimal mungkin dalam mengikhtiari jodoh. Karena, meski jodoh tak akan tertukar, ia tak serta merta diturunkan dari langit ke tujuh. Siapa benar dan sungguh-sungguh mengupayakannya, maka Allah Swt pun akan mendatangkannya sesuai dengan kebenaran dan kesungguhan upayanya itu.
Sejatinya, jodoh tak cocok dikaitkan dengan kata terlambat. Karena semua yang terjadi atau luput di muka bumi ini, ada dalam kendali Kuasa Allah Swt. Semua pastilah memiliki hikmah yang banyak, di balik kejadian ataupun luputnya sesuatu.
Maka, yang dimaksud adalah menyegerakan prosesnya. Baik segera dalam mempersiapkan diri, bersegera dalam mengikhtiarkannya, juga tak berlama-lama ketika peluang sudah ada di depan mata.
Pasalnya, amat sangat banyak penundaan terkait jodoh yang akibatnya fatal. Meskipun, lagi-lagi, hal itu juga termasuk dari bentuk Mahakuasanya Allah Swt.
Bukankah sudah amat banyak kisah, dimana seorang akhwat menolak lamaran yang datang pertama kali hanya karena dalih masih belajar, kemudian jodoh tak kunjung datang padanya?
Bukankah penolakan yang pertama, bisa menjadi pintu bagi penolakan kedua, ketiga dan seterusnya?
Bukankah menolak bermakna menunda pelaksanaan ibadah menikah yang terdapat banyak kebaikan di dalamnya?
Bukankah ikhwan yang lelet, berdalih bersiap diri tapi tak kunjung baik, kemudian banyak alasan, lalu dirinya tak kunjung menikah sebab pilah-pilih dan plin-plan?
Bukankah orang tua yang banyak mau, terlalu hitang-hitung, banyak pertimbangan, menjadi salah satu andil utama bagi terhambatnya pernikahan sang buah hati?
Maka, teringatlah kisah seorang rekan. Jodohnya tak kunjung datang, sebab amat banyak kriteria yang menjadi pertimbangan diri dan orang tuanya.
Ada di antara mereka yang menolak seorang calon istri, hanya karena kulitnya kurang putih, tingginya kurang semampai, rambutnya kurang lurus, panjang dan berkilau.
Sebagian lainnya menolak sang calon mantu setelah melihat foto yang disodorkan oleh buah hati. Serta merta, orang yang diharapkan jadi calon mertua itu justru berkata, “Jangan dengan yang ini, kurang cantik. Terlalu pendek juga.”
Ada pula yang menolak dengan alasan adat. Tak sesuai dengan hitung-hitungan versi leluhurnya. Misalnya, anak ke sekian tak boleh menikah dengan anak ke sekian; bisa terkena “laknat” leluhur. Yang lain; wanita suku A tidak boleh menikah dengan lelaki dari suku C. Karena, dalihnya, sang wanita akan lebih dominan sehingga rumah tangga bisa berantakan. Dan masih banyak lagi dalih-dalih lainnya.
Padahal, jauh-jauh hari, sejak empat belas abad yang lalu, Rasulullah Saw yang mulia itu sudah mewasiatkan dengan amat baik dan masyhur di antara kita. Nikahilah wanita karena paras, keturunan dan harta. Tapi, pilihlah yang paling baik agamanya. Karena hanya dengan baiknya agama itu, sebuah keluarga akan bahagia-barakah, sakinah-mawaddah dan penuh rahmah.
Semoga Allah Swt melindungi kita dari sekian banyaknya syubhat penunda pernikahan. Sekali lagi, tak ada kata terlambat. Yang terpenting adalah segera mengeksekusinya ketika peluang itu datang. Karena peluang, tak mungkin datang dua kali.
Bersegera juga menjadi sebuah semangat. Karena ajal, bisa datang seketika.
Harapannya, kita tak meninggal dalam keadaan membujang. Karena amat banyak “kerugian” yang diperoleh jika mengulur-menunda sehingga tak bersegera. Di samping itu, ketika anda mati dalam keadaan membujang -sebagaimana berlaku pada beberapa suku di negeri ini- di tempat pemakaman anda akan diikat seekor ayam -yang berlainan jenis kelaminnya- yang diasumsikan sebagai pasangan hidup anda di alam kubur.
Mau? Saya tidak, dech!
Penulis: Ustadz Pirman
Kamis, 18 September 2014
Perbedaan Kerangka Konseptual USGAAP dengan IFRS
Kerangka konseptual pelaporan keuangan yang kita kenal selama ini sebagaimana yang diadopsi dalam buku ajar di kampus-kampus adalah kerangka konseptual berdasarkan USGAAP. Sejalan dengan konvergensi International Financial Reporting Standar (IFRS) kedalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), mau tidak mau kita harus merubah mindset kita mengikuti kerangka konseptual IFRS tersebut.
Perbedaan GAAP dengan IFRS
US GAAP menggunakan prinsip laba/rugi yang konservatif sedangkan IFRS menggunakan prinsip laba rugi yang komprehensif
Berdasarkan laporan laba rugi US GAAP, terdapat perbedaan antara penghasilan terealisasi dari transaksi dan biaya histories yang terjadi dalam periode waktu, dengan prinsip akrual, prinsip realisasi dan prinsip penandingan yang sudah diakui oleh banyak studi empiris.
Namun dengan perkembangan ekonomi, bermunculannya perusahaan perusahaan multinasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, membuat prinsip-prinsip dalam US GAAP terlalu konservatif untuk mengevaluasi suatu operasi perusahaan dan biaya histories sudah tidak dapat menggambarkan keadaan asset suatu perusahaan sebenarnya.
Oleh karena itu muncul solusi baru untuk mengikuti perkembangan berbagai hal yang menuntut arus informasi yang berkualitas berupa konsep laba rugi komprehensif yang dapat menjawab semua pertanyaan tersebut.
Dengan berkembangnya perekonomia, ilmu dan teknologi, serta perkembangan kebutuhan informasi bagi stakeholder perusahaan maka laporan laba/rugi yang sudah diakui secara general dirasa kurang relevan untuk memenuhi arus informasi keuangan. Oleh karena itu ada sebuah konsep yang ditawarkan oleh IASB berupa laporan laba rugi komprehensif yang dirasa dapat lebih memberikan gambaran secara menyeluruh terhadap stakeholder.
Seiring berjalannya waktu IASB dengan International Financial Reporting Standards dimana di dalamnya terdapat konsep laba/rugi komprehensif yang nantinya akan menggantikan laba/rugi konsep GAAP sudah mulai diakui secara internasional.
1. Perkembangan Konvergensi PSAK ke IFRS
Sesuai dengan roadmap konvergensi PSAK ke IFRS (International Financial Reporting Standart) maka saat ini Indonesia telah memasuki tahap persiapan akhir (2011) setelah sebelumnya melalui tahap adopsi (2008 – 2010). Hanya setahun saja IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) menargetkan tahap persiapan akhir ini, karena setelah itu resmi per 1 Januari 2012 Indonesia menerapkan IFRS.
Berikut konvergensi PSAK ke IFRS yang direncanakan Dewan Standar Akuntansi Keuangan(DSAK) IAI:
Tahap Adopsi (2008-2010)
Tahap Persiapan Akhir (2008-2010)
Tahap Implementasi (2008-2010)
Adopsi seluruh IFRS ke PSAK
Penyelesaian persiapan Infrastruktur yang diperlukan
Penerapan PSAK berbasis IFRS secara bertahap
Persiapan infrastruktur yang diperlukan
Penerapan secara bertahap beberapa PSAK berbasis IFRSa
Evaluasi dampak penerapan PSAK secara komprehensif
Evaluasi dan kelola dampak adopsi terhadap PSAK yang berlaku
2. Perbandingan PSAK dengan IFRS
Jika kita bandingkan antara semua standar akuntansi yang dimiliki Indonesia dengan IFRS, dengan jelas kita temukan perbedaan kuantitas sebagai berikut:
PSAK
IFRS
43 Standart (PSAK)
37 Standart
8 Syari’ah Standart
8 IFRS
11 Interpretation (ISAK)
29 IAS
4 Tecnical Bulletins
27 Interpretations
1 SAK ETAP (Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik/UKM)
16 IFRIC Interpretation
11 SIC
Di Indonesia juga masih terdapat Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yang masih mengacu pada PSAK lama. Kemungkinan besar setelah konvergensi PSAK ke IFRS akan menyusul perubahan pada SAP.
Tidak semua standar IFRS tersebut diatas dicontek habis dan dirubah menjadi PSAK, itulah mengapa IAI memilih konvergensi dari para adaption dan adoption. Sedikit gambaran saja untuk membedakan ketiga istilah tersebut saya jelaskan dalam tabel berikut:
Perbedaan
Adaption
Convergence
Full Adoption
Arti harafiah
Adaptasi/Penyelarasan
Pertemuan pada suatu titik
Adopsi/pemakaian
Standart akuntansi
Membuat standar yang benar benar baru
Membuat standar baru dengan mempertimbangkan keadaan yang berlaku
Mentranslet standar lama menjadi standar baru
Contoh negara
Indonesia sebelum IFRS
Indonesia setelah 2012
Australia, Hongkong
2.1 Ada tiga perbedaan mendasar
IFRS Convergence telah membawa dunia accounting ke level baru, yaitu:
PSAK yang semula berdasarkan Historical Cost mengubah paradigmanya menjadi Fair Value based.
Terdapat kewajiban dalam pencatatan pembukuan mengenai penilaian kembali keakuratan berdasarkan nilai kini atas suatu aset, liabilitas dan ekuitas. Fair Value based mendominasi perubahan-perubahan di PSAK untuk konvergensi ke IFRS selain hal-hal lainnya. Sebagai contoh perlunya di lakukan penilaian kembali suatu aset, apakah terdapat penurunan nilai atas suatu aset pada suatu tanggal pelaporan. Hal ini untuk memberikan keakuratan atas suatuatas suatu laporan keuangan.
PSAK yang semula lebih berdasarkan Rule Based (sebagaimana USGAAP) berubah menjadi Prinsiple Based.
Apa itu Rule Based?
Rule based adalah manakala segala sesuatu menjadi jelas diatur batasan batasannya. Sebagai contoh adalah manakala sesuatu materiality ditentukan misalkan diatas 75% dianggap material dan ketentuan-ketentuan jelas lainnya.
Apa itu Prinsiple Based?
IFRS menganut prinsip prinsiple based dimana yang diatur dalam PSAK update untuk mengadopsi IFRS adalah prinsip-prinsip yang dapat dijadikan bahan pertimbagan Akuntan / Management perusahaan sebagai dasar acuan untuk kebijakan akuntansi perusahaan.
Pemutakhiran (Update) PSAK untuk memunculkan transparansi dimana laporan yang dikeluarkan untuk eksternal harus cukup memiliki kedekatan fakta dengan laporan internal. Pihak perusahaan harus mengeluarkan pengungkapan pengungkapan (disclosures) penting dan signifikan sehingga para pihak pembaca laporan yang dikeluarkan ke eksternal benar-benar dapat menganalisa perusahaan dengan fakta yang lebih baik.
2.2 Perbedaan Spesifik antara IFRS dengan US GAAP
Perbedaan terbesar antara US GAAP dan IFRS adalah bahwa keseluruhan menyediakan kurang detail. panduan tentang pengakuan pendapatan, misalnya, secara signifikan lebih kecil dari GAAP luas. IFRS juga mengandung relatif sedikit instruksi spesifik industri.
Karena proyek yang sudah berjalan lama konvergensi antara IASB dan FASB, sejauh mana perbedaan spesifik antara IFRS dan GAAP telah mengecil.. Namun perbedaan yang signifikan lakukan tetap, paling salah satu dari yang dapat menghasilkan hasil yang dilaporkan sangat berbeda, tergantung pada perusahaan industri dan individu fakta-fakta dan keadaan.
Contoh:
IFRS tidak mengizinkan Last In, First Out (LIFO).
IFRS menggunakan metode langkah tunggal untuk write-downs kerusakan daripada langkah kedua metode yang digunakan dalam US GAAP, membuat write-downs lebih mungkin.
IFRS memiliki batas probabilitas yang berbeda dan pengukuran objektif untuk kemungkinan.
IFRS tidak mengizinkan utang untuk pelanggaran perjanjian yang telah terjadi harus diklasifikasikan sebagai non-arus pengabaian kecuali kreditur diperoleh sebelum tanggal neraca.
Kerangka konseptual pelaporan keuangan yang kita kenal selama ini sebagaimana yang diadopsi dalam buku ajar di kampus-kampus adalah kerangka konseptual berdasarkan USGAAP. Sejalan dengan konvergensi International Financial Reporting Standar (IFRS) kedalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), mau tidak mau kita harus merubah mindset kita mengikuti kerangka konseptual IFRS tersebut.
Ada beberapa perbedaan dasar antara kedua standar tersebut sebagaimana dijelaskan dalam tabel-tabel dibawah ini. Pada dasarnya batang tubuh kerangka konseptual tersebut masih sama, yaitu level 1: tujuan laporan keuangan, level 2: karakteristik kualitatif dan element laporan keuangan, dan level 3: Asumsi dasar, Prinsip dan kendala.
Berikut adalah Perbedaan keduanya:
Level 1: Tujuan Laporan Keuangan:
US GAAP
IFRS
Menyediakan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan investasi dan kredit.
Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagisejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi jumlah, waktu, dan ketidakpastian arus kas masa depan perusahaan
Pengguna adalah investor, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor usaha lainnya, pelanggan, pemerintah dan masyarakat.
Menyediakan informasi tentang sumber dayaekonomi, klaim terhadap sumber daya tersebut, dan perubahan terhadap keduanya.
Level 2: Karakteristik Kualitatif Informasi Akuntansi
US GAAP
IFRS
Relevan – terdiri dari:
Nilai prediksi – membantu pengguna memprediksi hasil dari kejadian masa lalu, saat ini dan masa depan.
Nilai umpan balik – membantu pengguna mengkonfirmasi dan membetulkan nilai prediksi sebelumnya.
Tepat waktu – tersedia sebelum kehilangan kapasitas untuk mempengaruhi keputusan
Relevan – terdiri dari:
Nilai prediksi
Nilai konfirmasi
Materialitas
Dapat dipercaya – terdiri dari:
Disajikan dengan jujur
Netral
Dapat diferivikasi
Dapat dipercaya – terdiri dari:
Disajikan dengan jujur
Netral
Substansi mengungguli bentuk
Kehati-hatian (dimana ada ketidakpastian, kesalahan dalam menyediakn informasi dan menjamin adanya konservatisme.
Kelengkapan
Dapat dibandingkan
Dapat dibandingkan
Konsisten
Level 2: Element Laporan Keuangan
US GAAP
IFRS
Aset
Kewajiban
Ekuitas
Investasi pemilik
Distribusi kepada pemilik
Laba komprehensif
Pendapatan
Keuntungan
Beban
Kerugian
Aset
Kewajiban
Ekuitas
Pemeliharaan modal (diperoleh dari revaluasi asset dan kewajiban)
Laba (Pendapatan dan keuntungan)
Beban (beban dan kerugian)
Level 3: Pengakuan dan pengukuran – Asumsi dasar
US GAAP
IFRS
Kelangsungan usaha
Entitas ekonomi
Unit moneter
Periodisitas
Kelangsungan usaha
Basis akrual
Level 3: Pengakuan dan pengukuran – Prinsip
US GAAP
IFRS
Biaya historis
Pengakuan pendapatan
Kesesuaian
Pengungkapan penuh
Biaya historis
Biaya sekarang (apa yang harus dibayar hari ini untuk mendapatkan aset. Ini sering diperoleh dalam penilaian yang sama dengan nilai wajar)
Nilai realisasi (jumlah kas yang dapat diperoleh saat ini jika asset dilepas
Nilai wajar
Pengakuan pendapatan
Pengakuan beban
Pengungkapan penuh
Level 3: Pengakuan dan pengukuran – Kendala
US GAAP
IFRS
1. Biaya dan manfaat
2. Materialitas
3. Praktik Industri
4. Konservatisme
Keseimbangan antara biaya dan manfaat
Tepat waktu
Keseimbangan antara karakteristik kualitatif
Sumber: Akuntansi Keuangan I; Dwi Martani
Langganan:
Postingan (Atom)