Rabu, 10 Juni 2015

SISTEM PENGENDALIAN STRATEJIK : PENEKANAN PADA PENGENDALIAN KEUANGAN

1.        Pusat Pertanggungjawaban (Responsibility Centre)
Menurut Hansen dan Mowen “Pusat pertanggungjawaban merupakan suatu segmen bisnis yang manajernya bertanggungjawab terhadap pengaturan kegiatan-kegiatan tertentu” (Hansen & Mowen, 2006). Sedangkan Hilton menerangkan bahwa “A responsibility center is a subunit in an organization whose manager is held accountable for specified financial results of the subunit’s activities” (Hilton, Hamer, & Frank, 2003).
Dari kedua difinisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pusat pertanggungjawaban merupakan bagian dari sebuah organisasi yang dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggungjawab atas aktivitas-aktivitas operasional bagian dari organisasi yang dipimpinnya.

1.1         Sifat Pusat Pertanggungjawaban
Pusat pertanggungjawaban muncul guna mewujudkan satu atau lebih maksud yang disebut dengan cita-cita atau tujuan. Dalam suatu perusahaan, manajer senior menentukan sejumlah strategi untuk mencapai cita-cita atau tujuan perusahaan. Fungsi dari berbagai pusat pertanggungjawaban dalam perusahaan adalah untuk mengimplementasikan strategi tersebut.

1.2    Cara Kerja Pusat Pertanggungjawaban
Adapun cara kerja pusat tanggungjawab adalah (Anthony & Govindaradjan, 2005):


Pusat tanggungjawab menerima masukan atau input dalam bentuk sumber daya bahan baku, tenaga kerja, dan jasa-jasa. Dengan menggunkan modal kerja capital, peralatan, dan aktiva lainnya, pusat tanggung jawab melaksanakan fungsi-fungsi tertentu dengan tujuan akhir mengubah input menjadi output berupa barang dan jasa. Output yang dihasilkan oleh suatu pusat tanggungjawab kemudian diserahkan kepada pusat tanggungjawab yang lain, dimana output tersebut bisa menjadi input, atau dilempar ke pasar sebagai output organisasi sebagai keseluruhan.


1.3         Jenis-jenis Pusat Pertanggungjawaban
1.3.1        Cost Center (Pusat Biaya)
Pusat biaya menurut Hilton dan kawan-kawan adalah sebagai berikut:
A cost center is an organization subunit, whose manager is responsible for the cost of activity for which a well-defined relationship exists between inputs and outputs”  (Hilton, Hamer, & Frank, 2003).
Dan dari pernyataan diatas, dapat diambil kesimpulan yaitu bahwa pusat biaya adalah suatu subunit dalam organisasi yang mengontrol biaya dari aktivitas produksi yang dilakukan dan tidak mengontrol pendapatan dan investasi, serta ada pembatasan antara masukan dan keluaran karena adanya tanggungjawab biaya yang harus dipertanggungjawabkan oleh manajer. Pusat biaya juga mengkonsumsi masukan dan menghasilkan keluaran, namun keluaran pusat biayanya tidak diukur dalam bentuk pendapatan. Hal ini disebabkan karena manajer pusat biaya tidak dapat mengendalikan pendapatan penjualan atas keluaran yang dihasilkannya dan keluaran pusat biaya tidak dapat atau sulit diukur secara kuantitatif.
Lebih jauh lagi Govindaradjan menjabarkan pusat biaya berdasarkan karakteristik hubungan masukan dengan keluarannya menjadi (Anthony & Govindaradjan, 2005):
1. Pusat Biaya Teknik (engineered expense center)
Yaitu pusat pertanggungjawaban yang sebagian besar masukannya mempunyai hubungan yang nyata dan erat dengan keluaran.
Contoh pusat biaya teknik adalah departemen produksi, pergudangan, dan distribusi. Di suatu pusat beban teknik, output dikalikan dengan biaya standar dari setiap unit untuk mengukur biaya standar dari produk jadi. Manajer pusat biaya memakai biaya standar dan anggaran fleksibel untuk mengendalikan biaya. Hal ini dikarenakan pada pusat tanggungjawab buaya teknik ada hubungan kausal atau sebab akibat antara input dan output. Selisih antara biaya teoritis dan biaya aktual mencerminkan efisiensi dari pusat beban yang sedang diukur. Pusat biaya teknik mempunyai beberapa tugas penting lainnya dan tidak diukur hanya dari biayanya saja.

2. Pusat Biaya Kebijakan (discretionary expense center)
Yaitu pusat pertanggungjawaban yang sebagian besar masukannya tidak mempunyai hubungannya yang nyata dan erat dengan keluarannya.
Contoh pusat biaya kebijakan meliputi unit-unit administratif dan pendukung (seperti akuntansi, hukum, hubungan industrial, hubungan masyarakat dan sumber daya manusia), operasi litbang, dan hampir seluruh aktivitas pemasaran. Dalam pusat biaya kebijakan , input dan outputnya tidak memiliki hubungan yang nyata dan erat. Output dari pusat biaya ini tidak bisa diukur secara moneter. Penilaian manajemen dalam pusat biaya ini dicerminkan pada keputusan pihak manajemen yang berkaitan dengan kebijakan tertentu, seperti apakah akan menyamai atau melampaui usaha pemasaran para pesaing, tingkat pelayanan pada konsumen yang harus diberikan perusahaan, dan jumlah moneter yang akan dikeluarkan dalam aktivitas pusat biaya tersebut.

1.3.2        Revenue Center (Pusat Pendapatan)
Atkinson dan kawan-kawan mendefinisikan pusat pendapatan sebagai berikut:
A Revenue Centers are responsibility centers whose members control revenues, but no control either the manufacturing or the acquisition cost of the product or service they sell or the level of investment made in responsibility centers”.
(Atkinson, Banker, Kaplan, & Young, 2001)
Pusat pendapatan merupakan bagian dari pusat pertanggungjawaban yang mengontrol pendapatan, tetapi tidak mengontrol manufakturing dan biaya akuisisi dari produk atau jasa yang dijual atau tingkat investasi yang dipakai oleh pusat pertanggungjawaban dan manajernya memegang tanggung jawab untuk menentukan pendapatan subunitnya. Jadi pusat pendapatan adalah pusat pertanggungjawaban di dalam suatu organisasi yang prestasinya dinilai berdasarkan pendapatan dan tidak mengontrol biaya serta tingkat investasi. Ukuran prestasi pusat pertanggungjawaban ini yang terpenting adalah pendapatan dan hanya biaya yang dapat dikendalikan langsung oleh setiap pusat pendapatan.

1.3.3        Profit Center (Pusat Laba)
Atkinson dan kawan-kawan mendefinisikan pusat laba sebagai berikut:
Profit Centers are responsibility centers in which managers and other employees control both the revenues and the costs of the product or service they deliver” (Atkinson, Banker, Kaplan, & Young, 2001).
Pusat laba merupakan pusat pertanggungjawaban yang manajernya memiliki tanggungjawab untuk mengontrol pendapatan dan biaya yang dikeluarkan untuk produk atau jasa yang dihasilkan, tidak mengontrol tingkat investasi. Pusat laba prestasinya dinilai atas dasar selisih antara pendapatan dengan biaya dalam pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya. Pada umumnya pusat laba dibentuk jika perusahaan mempunyai usaha yang bervariasi sifatnya sehingga manajemen puncak mendelegasikan wewenangnya ke manajer yang lebih rendah.
1.3.4        Investment Center (Pusat Investasi)
Menurut Hilton pusat investasi adalah sebagai berikut:
A investment center is an organizational subunit whose manager is held accountable for the subunit’s profit and the invested capital used by the sub unit to generate its profit” (Hilton, Hamer, & Frank, 2003).
Pusat investasi mengharuskan manajer dan karyawannya mengontrol pendapatan, biaya dan tingkat investasi dalam pusat pertanggungjawaban, karena manajernya bertanggung jawab untuk keuntungan subunitnya dan penggunaan modal atau investasi ke dalam subunitnya akan menghasilkan laba. Jadi pusat investasi dalam suatu organisasi yang mempunyai pengendalian atas biaya dan pendapatan serta pengendalian atas dana investasi agar memperoleh laba yang lebih besar.
Ukuran prestasi manajer pusat investasi dapat berupa rasio antara laba dengan investasi yang digunakan untuk memperoleh laba tersebut. Rasio ini dikenal dengan pengembalian investasi disingkat ROI (Return on Investment). Rasio lain yang dapat digunakan antara lain residual income, rasio produktivitas dan lain-lain.

2.        Return On Investment (ROI), Residual Income (RI), Economic Value Added (EVA)
2.1  Return On Investment (ROI)
2.1.1        Pengertian Return On Investment (ROI)
Return on investment menunjukkan seberapa banyak yang bisa dipoles dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan” (Husnan dan Pudjiastuti, 2006:74). Menurut Munawir (2004:89) menjelaskan bahwa “return on investment dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan dalam menghasilkan keuntungan dengan keseluruhan dana yang tersedia dalam aktiva perusahaan”.  Menurut Hariadi (2002:295) “return on investment merupakan perhitungan nilai yang menunjukkan tingkat pengembalian dari suatu investasi. Dari beberapa definisi tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa return on investment adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan tingkat pengembalian investasi”.
Rumus untuk menghitung ROI menurut Kasmir (2012:202) sebagai berikut:




2.1.2        Faktor-faktor yang mempengaruhi Return On Investment (ROI)
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai ROI yang dicapai oleh suatu perusahaan. Menurut Munawir (2004:89), nilai ROI dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
(1)      Turnover dari operating assets (tingkat perputaran aktiva yang digunakan untuk operasi).
(2)      Profit margin, yaitu besarnya keuntungan operasi yang dinyatakan dalam prosentase dan jumlah penjualan bersih. Profit margin ini mengukur tingkat keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan dihubungkan dengan penjualannya.

2.1.3        Manfaat Return On Investment (ROI)
Analisis ROI memiliki beberapa manfaat seperti yang dikemukakan oleh Hariadi (2002:299), yaitu:
(1)  Mendorong manajer pusat investasi untuk memusatkan perhatian pada hubungan antar penjualan, biaya dan investasi.
(2)  Mendorong manajer untuk memberikan perhatian pada efisiensi biaya.
(3)  Mendorong manajer untuk memberikan perhatian pada efisiensi aktiva.

2.1.4        Kelebihan dan Kekurangan Return On Investment (ROI)
ROI sebagai alat ukur kinerja perusahaan memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan ROI menurut Hansen dan Mowen (2005:123), yaitu:
(1)  Mendorong manajer untuk memfokuskan pada hubungan antara penjualan, beban, dan investasi, sebagaimana yang diharapkan dari manajer pusat investasi.
(2)  Mendorong manajer memfokuskan pada efisiensi biaya.
(3)  Mendorong manajer memfokuskan pada efisiensi aktiva operasi.

Menurut Munawir (2004:91) menjelaskan kelebihan analisia ROI sebagai berikut:
(1)   Tehnik analisa ROI dapat mengukur eisiensi penggunaan modal yang bekerja, efisiensi bagian produksi dan efisiensi bagian penjualan.
(2)  Analisa ROI dapat membandingkan efisiensi penggunaan modal dengan perusahaan lain yang sejenis.
(3)  Analisa ROI dapat mengukur efisiensi tindakan-tindakan yang dilakukan oleh divisi, yaitu dengan mengalokasikan semua biaya dan modal ke dlam divisi yang bersangkutan.

(4)  Analisa ROI dapat mengukur profitabilitas masing-masing produk yang dihasilkan oleh perusahaan.
(5)  Analisa ROI dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan.

ROI juga memiliki beberapa kekurangan. Menurut Hansen dan Mowen (2005:124) kekurangan ROI, yaitu:
(1)   ROI mengakibatkan fokusan yang sempit pada profitabilitas divisi dengn mengorbankan profitabilitas keseluruhan perusahaan.
(2)   ROI mendorong para manajer untuk berfokus pada kepentingan jangka pendek dengan mengorbankan kepentingan jangka panjang.

Menurut Munawir (2004:92) kekurangan ROI sebagai berikut:
(1)   Penggunaan return on investment sulit dibandingkan antara suatu perusahaan dengan perusahaan lain yang sejenis, karena kemungkinan praktek akuntansi yang digunakan oleh masing-masing perusahaan berbeda.
(2)   Adanya fluktuasi nilai uang.
(3)   Dengan hanya menggunakan analisis return on investment tidak akan dapat mengetahui perbandingan dua perusahaan atau lebih secara menyeluruh.

2.1.5        Cara Meningkatkan ROI
ROI perlu dilakukan perbaikan apabila ROI yang dicapai tidak memenuhi target perusahaan. Cara meningkatkan ROI menurut Garrison dkk (2007:263) sebagai berikut:
(1)  Peningkatan penjualan
 Untuk meningkatkan penjualan maka persentase kenaikan beban operasi harus lebih kecil daripada persentase kenaikan penualan.
(2)  Penurunan beban operasi
 Dengan menurunkan beban operasi akan mengakibatkan kenaikan laba operasi.
(3)  Penurunan aktiva operasi
Untuk mengurangi aktiva operasidilakukan dengan mepercepat penagihan piutang usaha.





2.2  Analisis Residual Income (RI)
2.2.1        Pengertian Residual Income (RI)
Residual Income (RI) adalah laba yang dihasilkan diatas target pengembalian investasi pada suatu pusat laba. Residual Income (RI) dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
RI  =   Laba  -  (Investasi  x  target ROI)

2.2.2        Kelebihan dan Kekurangan Residual Income (RI)
Keunggulan Residual Income (RI) :
a.         Membuat semua pusat laba memiliki sasaran yang sama untuk pusat investasi yang sebanding
b.        Dapat digunakan tarif beban modal yang berbeda untuk aset yang memiliki risiko yang berbeda
Kelemahan Residual Income (RI) :
a.         RI hanya mendorong manajer pusat laba untuk berorientasi pada tujuan-tujuan jangka pendek, karena kinerjanya dibatasi hanya untuk satu periode akuntansi saja
b.        RI sangat dipengaruhi oleh metode depresiasi yang digunakan perusahaan
c.         Karena hasil akhir RI adalah berupa angka absolut, bukan rasio, maka sulit untuk dibandingkan RI dari satu pusat laba dengan RI dari pusat laba lainnya yang memiliki jumlah investasi yang berbeda.

2.3      Economic Value Added (EVA)
2.3.1  Pengertian Economic Value Added (EVA)
 Metode EVA pertama kali dikembangkan oleh Stewart & Stern seorang analis keuangan dari perusahaan Stern Stewart & Co pada tahun 1993. Model EVA menawarkan parameter yang cukup objektif karena berangkat dari konsep biaya modal (cost of capital) yakni mengurangi laba dengan beban biaya modal,
 EVA adalah nilai tambah ekonomis yang diciptakan perusahaan dari kegiatan atau strateginya selama periode tertentu. Prinsip EVA memberikan sistem pengukuran yang baik dalam menilai kinerja dan prestasi keuangan manajemen perusahaan karena EVA berhubungan langsung dengan nilai pasar suatu perusahaan.
EVA merupakan tujuan perusahaan untuk meningkatkan nilai atau value added dari modal yang telah ditanamkan pemegang saham dalam operasi perusahaan. Oleh karenanya EVA merupakan selisih laba operasi setelah pajak (Net Operating Profit After Tax atau NOPAT) dengan biaya modal (Cost of Capital).
Peningkatan EVA dan penciptaan nilai dapat terjadi ketika suatu perusahaan dapat mencapai yang berikut (Young & O’Bryne, 2001:62) :
a.    Meningkatnya pengembalian atas modal yang ada. Jika NOPAT meningkat sedangkan WACC dan modal yang diinvestasikan tetap maka EVA akan meningkat.
b.    Pertumbuhan yang menguntungkan, nilai diciptakan ketika pertumbuhan NOPAT melebihi WACC.
c.    Pelepasan dari aktiva yang memusnahkan nilai. Jika pengurangan modal lebih mengganti kerugian dengan peningkatan perbedaan NOPAT dan WACC, EVA meningkat.
d.    Periode lebih panjang dimana diharapkan NOPAT lebih tinggi dibandingkan WACC.
e.    Pengurangan biaya modal.

2.3.2  Tujuan Penerapan Metode EVA
Menurut Abdullah (2003:142) tujuan penerapan metode EVA adalah sebagai berikut :
Dengan perhitungan EVA diharapkan akan mendapatkan hasil perhitungan nilai ekonomis perusahaan yang lebih realistis. Hal ini disebabkan oleh EVA dihitung berdasarkan perhitungan biaya modal (cost of capital) yang menggunakan nilai pasar berdasarkan kreditur terutama pemegang saham dan bukan menggunakan nilai buku yang bersifat historis. Perhitungan EVA juga diharapkan mendukung penyajian laporan keuangan yang akan mempermudah pengguna laporan keuangan seperti investor, kreditur, karyawan, pemerintah, pelanggan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan lainnya.

2.3.3  Manfaat Penerapan Metode EVA
Manfaat yang diperoleh dalam penerapan model EVA bagi suatu perusahaan adalah :
a.   Penerapan model EVA sangat bermanfaat sebagai alat ukur kinerja perusahaan dimana fokus penilaian kinerja adalah penciptaan nilai (value creation).
b.   Penilaian kinerja keuangan dengan menerapkan model EVA menyebabkan perhatian manajemen sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Dengan EVA para manajer akan bertindak seperti halnya pemegang saham yaitu memilih investasi yang dapat memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahan dapat dimaksimalkan.
c.    EVA mendorong perusahaan untuk lebih memperhatikan kebijakan struktur modalnya.
d.   EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasi proyek atau kegiatan yang memberikan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dari biaya modalnya. Kegiatan atau proyek yang memberikan nilai sekarang dari total EVA yang positif menunjukkan adanya penciptaan nilai dari proyek tersebut dengan demikian sebaiknya diambil, begitu juga sebaliknya.

2.3.4  Metode Perhitungan Economic Value Added

Economic Value Added (EVA) dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
EVA =  NOPAT  -  (Capital  X  WACC)

Dimana :
a.         NOPAT
Net Operating Profit After Tax (NOPAT) atau laba operasi bersih setelah pajak merupakan sejumlah laba yang akan dihasilkan jika perusahaan tidak memiliki utang ataupun aset finansial. NOPAT dapat dihitung sebagai berikut :
NOPAT = EBIT (1 – Tarif Pajak)

Keterangan :
NOPAT : Net Operating Profit After Tax
EBIT : Earning Before Interest and Taxes

b.        Invested Capital
Menurut Young & O’Byrne (2001:39) modal yang diinvestasikan adalah seluruh keuangan perusahaan terlepas dari kewajiban jangka pendek, pasiva tidak menanggung bunga (non interest bearing liability) seperti utang,upah yang akan jatuh tempo (accrued wages),pajak yang akan jatuh tempo (accrued taxes). Modal yang diinvestasikan sama dengan jumlah ekuitas pemegang saham, utang jangka pendek dan utang jangka panjang yang menanggung bunga,dan kewajiban jangka panjang lainnya.

Invested Capital          = (Total Hutang + Ekuitas) – Hutang Jangka Pendek

c.         Weighted Average Cost of Capital (WACC)
Weighted Average Cost of Capital (WACC) adalah hasil penjumlahan dari hasil perkalian besarnya porsi masing-masing jenis modal dengan biaya modal yang bersangkutan. Menurut Durant (1999) modal terdiri dari 2 tipe yaitu pinjaman dan ekuitas. Biaya dari modal yang dipinjam adalah berupa tingkat bunga yang dikenakan oleh pemegang obligasi dan bank, sedangkan biaya ekuitas adalah tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor.
Rumus untuk menghitung WACC adalah (Brigham dan Houston, 2006:484) :
WACC dapat dihitung dengan rumus : WACC = [(D x rd) (1-tax) + (E x re)]
Dimana:

Tingkat Modal (D)                  =

Cost of Debt (rd)                    =  

Tingkat Modal / Ekuitas (E)   =

Cost of Equity (Re)                =  
Tingkat Pajak (Tax)                 =  

Dari perhitungan akan diperoleh kesimpulan dengan interprestasi hasil sebagai berikut:
a.  Jika EVA > 0 hal ini menunjukkan terjadi nilai tambah ekonomis bagi perusahaan.
b.  Jika EVA < 0 hal ini menunjukkan tidak terjadi nilai tambah ekonomis bagi perusahaan.
c.  Jika EVA = 0 hal ini menunjukkan posisi impas karena laba telah digunakan untuk membayar kewajiban kepada penyandang dana baik kreditur maupun pemegang saham.

2.3.5  Keunggulan dan Kelemahan EVA
Salah satu keunggulan EVA sebagai penilai kinerja perusahaan adalah dapat digunakan sebagai penciptaan nilai (value creation). Keunggulan EVA yang lain adalah:
a.    EVA memfokuskan penilaian pada nilai tambah dengan memperhitungan beban sebagai konsekuensi investasi .
b.  EVA dapat menyelaraskan tujuan manajemen dengan kepentingan pemegang saham dimana EVA digunakan sebagai ukuran operasional dari manajemen yang mencerminkan keberhasilan perusahaan didalam menciptaka nilai tambah bagi pemegang saham. Dengan EVA para manajer akan bertindak seperti halnya pemegang saham yaitu memilih investasi yang dapat memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahan dapat dimaksimalkan
c.   Perhitungan EVA dapat dipergunakan secara mandiri tanpa memerlukan data pembanding seperti standar industri atau data perusahaan lain sebagai konsep penilaian.
d.   Konsep EVA dapat digunakan sebagai dasar penilaian pemberian bonus pada karyawan terutama pada divisi yang memberikan EVA lebih sehingga dapat dikatakan bahwa EVA menjalankan stakeholders satisfaction concepts.
e.   EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasi proyek atau kegiatan yang memberikan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dari biaya modalnya. Kegiatan atau proyek yang memberikan nilai sekarang dari total EVA yang positif menunjukkan adanya penciptaan nilai dari proyek tersebut dengan demikian sebaiknya diambil, begitu juga sebaliknya.

Selain berbagai keunggulan, konsep EVA juga memiliki kelemahan-kelemahan. Kelemahan- kelemahan tersebut antara lain:
a.       EVA hanya mengukur hasil akhir (result), konsep ini tidak mengukur aktivitas-aktivitas penentu .
b.      Sulitnya menentykan biaya modal yang benar-benar akurat.
c.       Analisis EVA hanya mengukur faktor kuantitatif saja. Sedangkan untuk mengukur kinerja perusahaan secara optinum, perusahaan juga harus mengukur berdasarkan kuantitatif dan kualitatif.

3.        Transfer Pricing
Transfer pricing adalah suatu kebijakan perusahaan dalam menentukan harga transfer, dimana harga transfer itu sendiri adalah  harga yang ditimbulkan atas penyerahan barang, jasa atau harta tak berwujud lainnya dari satu perusahaan ke perusahaan lain yang masih terikat dalam hubungan kepemilikan.

3.1 Pengelompokan Transfer Pricing
Terdapat dua kelompok transaksi dalam transfer pricing, yaitu intra-company dan inter-company transfer pricing. Intra-company transfer pricing merupakan transfer pricing antardivisi dalam satu perusahaan. Sedangkan intercompany transfer pricing merupakan transfer pricing antara dua perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa. Transaksi  intercompany transfer pricing bisa dilakukan dalam satu negara (domestic transfer pricing), maupun dengan negara yang berbeda (international transfer pricing).Transfer pricing domestik adalah harga transfer barang atau jasa antar badan satu grup perusahaan atau antardivisi dalam satu perusahaan dalam satu wilayah kedaulatan negara, sedang transfer pricing multinasional berkenaan dengan transaksi antardivisi dalam satu unit hukum atau antarunit hukum dalam satu kesatuan ekonomi yang meliputi berbagai wilayah kedaulatan negara.

3.2 Tujuan Perusahaan Melakukan Transfer Pricing
Beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam rangka aplikasi transfer pricing, baik bagi perusahaan domestik maupun bagi perusahaan multinasional, adalah antara lain:
1. Evaluasi Kinerja (mengukur hasil operasi setiap unit)
2. Motivasi Manajemen (penyusunan orientasi produksi dan laba pada semua unit)
3. Pengendalian harga untuk lebih merefleksikan “Cost” dan “margin” yang seharusnya diterima dari pelanggan dan penetapan harga optimal.
4.    Pengendalian pasar untuk mengamankan posisi kompetitif perusahaan.

3.4 Metode Transfer Pricing
Beberapa metode transfer pricing yang sering digunakan oleh perusahaan-perusahaan Multinasional dan divisionalisasi/departementasi dalam melakukan aktifitas keuangannya adalah (Harimurti, 2007):
1. Harga Transfer Dasar Biaya (Cost-Based Transfer Pricing)
Metode ini digunakan pada transfer antar perusahaan yang menggunakan konsep pusat pertanggung jawaban biaya. Kinerja manajer diukur melalui pertanggung jawabannya mengenai pengendalian biaya. Konsep ini sederhana dan menghemat sumber daya karena tersedianya informasi di setiap tingkat aktivitas perusahaan.

2. Harga Transfer atas Dasar Harga Pasar (Market Basis Transfer Pricing)
Berbeda dengan harga transfer berdasarkan biaya, transfer pricing yang mendasarkan pada harga pasar, lebih wajar karena didasarkan pada kekuatan interaksi antara perusahaan dengan pihak luar tanpa dipengaruhi oleh kekurangan-efisienan operasional dari salah satu anggota perusahaan. Kesuraman kinerja salah satu anggota perusahaan dalam satu grup dapat memberikan dampak negatif pada anggota lainnya apabila jumlah harga transfer dihitung berdasarkan biaya nyata dari tiap perusahaan. Karena harga transfer yang dihitung berdasarkan biaya mempunyai kelemahan, yaitu tidak dapat memotivasi dan mengevaluasi kinerja divisi. Harga transfer berdasarkan pada harga pasar dianggap sebagai tolak ukur untuk menilai kinerja manajer divisi karena kemampuannya menghasilkan laba dan merangsang divisi untuk bekerja secara bersaing.
 Metode transfer pricing atas dasar harga pasar merupakan ukuran yang paling memadai karena sifatnya yang independen. Namun keterbatasan informasi pasar terkadang menjadi kendala dalam menggunakan transfer pricing berdasarkan harga pasar.
3. Harga Transfer Negosiasi (Negotiated Transfer Prices)
Baik harga transfer berbasis harga pasar maupun harga transfer berbasis biaya berpotensi untuk tidak tercapainya persetujuan harga antar pihak-pihak, maka tidak jarang harga transfer tersebut dinegosiasikan antara pembeli dan penjual di luar harga yang direferensikan atau berdasarkan penerapan formula biaya yang telah ditetapkan sebelumnya. Juga karena adanya keinginan dari pihak penjual untuk menerapkan kebijakan harga transfer perusahaan yang normal. Sebagai contoh, pusat pertanggungjawaban penjualan mungkin saja akan menjual di bawah harga pasar modal daripada perusahaannya merugi sama sekali, sepanjang pusat pertanggungjawaban pembelian unggul dalam melakukan pembelian-pembelian dengan harga rendah pada saat-saat tertentu. Dalam keadaan semacam itu, para pihak-pihak akan bernegosiasi. Kualitas negoisasi tersebut tentunya sangat tergantung pada posisi tawar-menawar kedua belah pihak. Semakin seimbang posisi keduanya, sangat besar kemungkinannya untuk mendapatkan harga transfer yang memuaskan kedua belah pihak dan memenuhi kewajaran masyarakat. Tetapi, harga transfer berdasar negoisasi mempunyai kelemahan yaitu memakan banyak waktu, mengulang pemeriksaan dan revisi harga transfer.




4.                  Shared Service Allocation

Tujuan utama dari shared cost allocation adalah:

1.             Menyediakan pelanggan dengan transparansi dan kontrol atas penggerak biaya (cost driver).

2.             Memberikan fleksibilitas atas bagaimana sumber daya  bisa digunakan, sekaligus menjaga model alokasi yang konsisten.

3.             Meninggalkan pilihan atas alokasi sumber daya dan pengendalian harian dengan penyedia layanan.

Biaya untuk shared services dapat dibagi menjadi 2 komponen:

1.             Infrastructure cost

2.             People cost

 

Infrastructure cost

Infrastructure cost harus benar-benar terpisah dari biaya overhead dan people cost. Contoh infrastruktur termasuk transfer data, biaya ruang rak, server monitoring outsourcing, dan lain-lain.Setiap item infrastruktur memiliki total biaya yang harus dibagi antara pelanggan sesuai dengan model alokasi yang paling mewakili cost driver.

 

Contoh: Alokasi Biaya Infrastruktur

Transfer data ke pusat data untuk Juli sejumlah $ 100. Model alokasi untuk item infrastruktur ini adalah bytes yang ditransfer oleh masing-masing perusahaan pelanggan. Foo Industries menghasilkan 75% dari lalu lintas selama bulan Juli, sementara Bar Incorporated menghasilkan sisanya 25%. Dengan demikian, tagihan transfer data untuk Foo adalah $ 75 dan Bar adalah $ 25.

Rak untuk server perumahan di pusat data disusutkan pada tingkat $ 50 per bulan. Biaya didistribusikan berdasarkan jumlah server yang digunakan oleh masing-masing perusahaan. Foo memiliki 10 server di tempat, sementara Bar memiliki 15 server. Dengan demikian, biaya rak Foo untuk bulan Juli adalah $ 20, sementara Bar membayar $ 30. Monitoring server adalah wajib untuk server pusat data dan dikenakan biaya $ 200 / server / bulan. Ini ditagihkan langsung ke masing-masing perusahaan berdasarkan pada server mereka di tempat sehingga Foo membayar $ 2.000 dan Bar membayar $ 3.000. Pada akhirnya, dapat dibuat persamaan untuk memberikan biaya operasi perusahaan untuk setiap item infrastruktur, yaitu sebagai berikut:

 

Item Cost to Customer = Total Cost of Item x (Customer Usage / Total Usage)

 

People cost

Orang dalam sebuah shared service menghabiskan waktu mereka dalam 3 hal:

1.             Proyek kerja

2.             Tugas-tugas, manajemen pemeliharaan dan insiden

3.             Mengelola sumber daya manusia lain

 

Setiap orang yang bekerja di shared service memiliki biaya tertentu. Biaya-biaya tersebut diantaranya adalah :

·  Gaji & benefit

·  Biaya bangunan dan ruang  

·  Biaya peralatan

Waktu yang dihabiskan untuk pekerjaan proyek dapat langsung dialokasikan kepada pelanggan, tetapi waktu yang dihabiskan pada manajemen sumber daya manusia lebih sulit untuk diukur. Untuk mengatasi masalah ini, dapat dihitung biaya waktu yang digunakan untuk manajemen sumber daya manusia dan mengalokasikannya antara semua laporan di bawah manajer.

 

Contoh: people cost allocation

Alice adalah manajer shared services  dan menghabiskan 100% dari waktunya untuk mengelola sumber daya manusia. Biayanya, termasuk gaji, biaya bangunan dan peralatan adalah sebesar $ 100.

Alice memiliki 5 laporan langsung, masing-masing memiliki 4 laporan, memberikan total 25 staf di timnya. Biaya Alice dibagi secara merata di antara semua 25 laporan, menambahkan $ 4 untuk biaya setiap orang.

Bob memberikan laporan (reports) kepada Alice. Biayanya, termasuk gaji, bangunan dan peralatan adalah $ 80. Dengan alokasi manajemen dari Alice, biayanya sekarang $ 84.

Bob menghabiskan 50% waktunya di manajemen orang, 25% pada proyek-proyek dan 25% menyelesaikan masalah ad-hoc. Per model, 50% dari total biaya Bob dari $ 84 didistribusikan secara merata diantara 4 laporannya ($ 42/4 = $ 10,50 untuk masing-masing). 25% proyek ($ 21) dan 25% kerja ad-hoc yang diselesaikan oleh Bill ditagih kepada pelanggan secara langsung.

Chris melaporkan kepada Bob dan menghabiskan seluruh waktunya pada tugas-tugas. Biayanya, termasuk gaji, bangunan dan peralatan adalah $ 60. Dengan alokasi manajemen dari Alice dan Bob, biayanya sekarang adalah $ 60 + $ 4 + $ 10,50 = $ 74,50.

Tugas yang dikerjakan oleh Chris, 50% dilakukan untuk Foo Industries dan 50% dilakukan untuk Bar Incorporated. Dengan demikian, biaya Chris untuk Foo Industries adalah $ 37,25 dan untuk Bar Incorporated adalah $ 37,25.

Singkatnya, alokasi people cost berdasarkan prinsip-prinsip seperti di bawah ini:

1.             Semua people cost dialokasikan dan dibayar secara individu. Jadi, sebuah perusahaan yang menggunakan 25% dari waktunya, akan membayar 25% dari total biaya. Ini tidak sama dengan menggunakan 25% dari total waktu yang dihabiskan oleh tim shared services dan membayar 25% dari total biaya mereka. Sebagai contoh, jika kita menggunakan panggilan diselesaikan dengan metrik untuk menentukan waktu ad-hoc yang dihabiskan dan mencakup L1 (rata-rata 300 panggilan) dan L2 (rata-rata 50 panggilan) insinyur dalam perhitungan biaya tidak ada penghargaan (reward) potensial untuk panggilan bergerak dari resolusi L2 ke resolusi L1.

2.             Waktu yang dihabiskan pada manajemen sumber daya manusia (perkiraan kasar untuk setiap manajer) ditambahkan dengan biaya sumber daya manusia yang dikelola. Jadi, Anda hanya dikenakan biaya untuk pekerjaan yang sebenarnya sedang dilakukan tetapi kami mengakui bahwa bagian dari biaya menggunakan sumber daya tim manajemen di tempat.

3.             Waktu yang dihabiskan untuk pekerjaan proyek secara langsung dialokasikan dan ditagihkan ke pelanggan yang meminta proyek. Ini sangat penting untuk memisahkan tugas-tugas. Hal ini memastikan bahwa kita dapat melihat biaya riil dari aktivitas proyek dan membuat tugas ad-hoc cukup konsisten dalam kompleksitas (sehingga biaya didistribusikan merata).

4.             Waktu yang dihabiskan untuk tugas-tugas diasumsikan setelah memperhitungkan waktu yang dihabiskan untuk people management dan waktu yang dihabiskan untuk proyek.