Senin, 16 April 2012

Transaksi dan Akad dalam Operasi Lembaga Keuangan (Bank) Syariah


TRANSAKSI DAN AKAD DALAM OPERASI LEMBAGA KEUANGAN (BANK) SYARIAH

A.    TRANSAKSI DALAM OPERSI LEMBAGA KEUANGAN(BANK) SYARIAH
1. Al-wadi’ah (Simpanan)
Al-Wadi’ah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan, merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikain kapan saja bila si penitip menghendaki. Dalam praktiknya nisbah antara bank (shahibul maal) dengan deposan (mudharib) biasanya bonus untuk giro wadiah sebesar 30%, nisbah 40%:60% untuk simpanan tabungan dan nisbah 45%:55% untuk simpanan deposito.

Contoh rekening giro Wadiah :
Tn. Baris memiliki rekening giro wadiah di Bank Muamalat Sungailiat dengan saldo rata-rata pada bulan Mei 2002 adalah Rp 1.000.000,-. Bonus yang diberikan Bank Muamalat Sungailiat kepada nasabah adalah 30% dengan saldo rata-rata minimal Rp 500.000,-. Diasumsikan total dana giro wadiah di Bank Muamalat Sungailiat adalah Rp 500.000.000,-. Pendapatan Bank Muamalat Sungailiat dari penggunaan giro wadiah adalah Rp 20.000.000,-.
Pertanyaan : Berapa bonus yang diterima oleh Tn. Baris pada akhir bulan Mei 2002.
Jawab :
Rp 1.000.000,-
Bonus yang diterima = x Rp 20.000.000,- x 30 % Tn. Baris Rp 500.000.000,- (sebelum dipotong pajak) = Rp 12.000,-­

Contoh Perhitungan Keuntungan Tabungan Mudharabah :
Tn. Derani memiliki tabungan di Bank Syariah Pangkal Pinang. Pada bulan juni 2002 Saldo rata-rata tabungan Tn. Derani adalah sebesar Rp 10.000.000,-. Perbandingan bagi hasil (nisbah) antara Bank Syariah Pangkal Pinang dengan deposan adalah 40%:60%. Saldo rata-rata tabungan per-bulan di seluruh Bank Syariah Pangkal Pinang adalah Rp 10.000.000.000,-. Kemudian pendapatan Bank Syariah Pangkal Pinang yang dibagihasilkan adalah Rp 40.000.000,-.
Pertanyaan : Berapa keuntungan Tn. Derani pada bulan yang bersangkutan.
Jawab :
Rp 10.000.000,-­
Keuntungan = x Rp 40.000.000,- x 60 %
Tn. Derani Rp 10.000.000.000,- (sebelum dipotong pajak) = Rp 24.000,­-

Contoh Perhitungan Keuntungan Deposito Mudharabah :
Tn. Rahman Hakim memiliki deposito sebesar Rp 100.000.000, ­untuk jangka waktu 1 bulan di Bank Syariah Belinyu. Bagi hasil (nisbah) antara Bank Syariah Belinyu dengan nasabah adalah 45%:55%. Saldo rata-rata deposito per bulan di Bank Syariah Belinyu adalah Rp 10.000.000.000,-. Kemudian pendapatan yang dibagihasilkan di Bank Syariah Belinyu adalah Rp 500.000.000, -.
Pertanyaan : Berapa keuntungan Tn. Rahman Hakim dari nisbah yang ditetapkan.
Jawab:
Rp 100.000.000,-
Keuntungan = x Rp 500.000.000,- x 55% nasabah Rp 10.000.000.000,- (sebelum dipotong pajak) = Rp 2.750.000,­-

2. Pembiayaan dengan bagi basil
a. Al-musyarakah
Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau le­bih untuk melakukan usaha tertentu. Masing-masing pihak membe­rikan dana atau amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
mengembalikan dana yang dipakai nasabah. Al-musyarakah dapat pula dilakukan untuk kegiatan investasi seperti pada lembaga keuangan modal ventura.
b. AI-mudharabah
Pengertian AI-mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak, di mana pihak pertama menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi maka akan ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Apabila kerugian diakibatkan kelalaian pengelola, maka si pengelolalah yang bertanggung jawab.
Mudharabah muthlaqah merupakan kerja sama antara pihak pertama dan pihak lain yang cakupannya lebih luas. Maksudnya tidak dibatasi oleh waktu, spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
Mudharabah muqayyadah merupakan kebalikan dari mudharabah muthlaqah di mana pihak lain dibatasi oleh waktu spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
c. Al-muzara'ah
Pengertian AI-muzara'ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap.
d. Al-musaqah
Pengertian AI-musaqah merupakan bagian dari al-muza'arah yaitu penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pe­meliharaan dengan menggunakan dana dan peralatan mereka sendiri.
3. Bai'al Murabahah
Pengertian Bai'al-Murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus terlebih dulu memberitahukan harga pokok yang ia beli ditambah keuntungan yang diinginkannya.
Sebagai con­toh harga pokok barang "X" Rp 100.000,-. Keuntungan yang diharap­kan adalah sebesar Rp 5.000,-, sehingga harga jualnya Rp 105.000,-. Kegiatan Bai'al-Murabahah ini baru dilakukan setelah ada kesepa­katan dengan pembeli, baru kemudian dilakukan pemesanan. Dalam dunia perbankan kegiatan Bai'al-Murabahah pada pembiayaan pro­duk barang-barang investasi baik dalam negeri maupun luar negeri seperti Letter of credit atau lebih dikenal dengan nama L/C.
Sebagai contoh Ny. Pariani memerlukan sebuah mobil senilai Rp 30.000.000,-. Jika Bank Syariah Tanjung Pandan yang membiayai pembelian mobil tersebut maka Bank Syariah Tanjung Pandan mengharapkan suatu keuntungan sebesar Rp 6. 000.000,- selama 3 tahun, maka harga yang ditetapkan kepada Ny. Pariani adalah Rp 36.000.000, Kemudian jika nasabah setuju maka nasabah dapat mencicil dengan angsuran Rp 1.000.000,-. per bulan (diperoleh dari Rp 36.000.000,- : 36 bulan) kepada Bank Syariah Tanjung Pandan.
4. Bai'as-salam
Bai'as-salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemu­dian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Sebagai contoh seorang petani lada yang bernama Tn. Ivan Pratama hendak menanam lada dan membutuhkan dana sebesar Rp 200.000.000, untuk satu hektar. Bank Syariah Toboali menyetujui dan melakukan akad di mana Bank Syariah Toboali akan membeli hasil lada tersebut sebanyak 10 ton dengan harga Rp 200.000.000,-. Pada saat jatuh tempo petani harus menyerahkan lada sebanyak 10 ton. Kemudian Bank Syariah Toboali dapat menjual lada ter­sebut dengan harga yang relatif lebih tinggi misalnya Rp 25.000,- per. kilo. Dengan demikian penghasilan bank adalah 10 ton x Rp 25.000, = Rp 250.000.000,-. Dari hasil tersebut Bank Syariah Toboali akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 50.000.000,-. setelah dikurangi modal yang diberikan oleh Bank Syariah Toboali yaitu Rp 250.000.000,­ dikurangi Rp 200.000.000,-.
5. Bai'Al istishna'
Bai' Al istishna' adalah kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen (pembuat ba­rang). Kedua belah pihak harus saling menyetujui atau sepakat lebih dulu tentang harga dan sistem pembayaran. Kesepakatan harga dapat dilakukan tawar-menawar dan sistem pembayaran dapat dilakukan di muka atau secara angsuran per bulan atau di belakang.
CV. Sungai Layang yang bergerak dalam bidang pembuatan dan penjualan sepatu memperoleh order untuk membuat sepatu anak sekolah SMU senilai Rp 60.000.000,- dan mengajukan permodalan kepada Bank Syariah Koba. Harga perpasang sepatu yang diajukan adalah Rp 85.000,- dan pembayarannya diangsur selama tiga bulan. Harga perpasang sepatu dipasaran sekitar Rp 90.000,-. Dalam hal ini Bank Syariah Koba tidak tahu berapa biaya pokok produksi. CV. Su­ngai Layang hanya memberikan keuntungan Rp 5000,- persepasang sepatu atau keuntungan keseluruhan adalah Rp 3.529.412,- yang diperoleh dari hitungan:
Rp 60.000.000,­-
x Rp 5.000,- = Rp 3.529.412,-
Rp 85.000,-­
Bank Syariah Koba dapat menawar harga yang diajukan oleh CV. Sungai Layang dengan harga yang lebih murah, sehingga dapat dijual kepada masyarakat dengan harga murah pula. Katakanlah misalnya Bank Syariah Koba menawar harga Rp 86.000,- per pasang, sehingga masih untung Rp 4.000,- per pasang dan keuntungan keseluruhan adalah :
Rp 60.000.000,­-
x Rp 4.000,- = Rp 2.790.697,­-
Rp 86.000,­-
6. Al-Ijarah (Leasing)
Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas ba­rang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Dalam praktiknya kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan leasing, baik untuk kegiatan operating lease maupun financial lease.
7. Al-Wakalah (Amanat)
Wakalah atau wakilah artinya penyerahan atau pendelegasian atau pemberian mandat dari satu pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai dengan yang telah disepakati oleh si pem­beri mandat.
8. Al-Kafalah (Garansi)
Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan penanggung ke­pada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.
9. Al-Hawalah
Al-Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang ber­utang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban utang dari satu pihak kepada lain pi­hak.
10. Ar-Rahn
Ar-Rahn merupakan kegiatan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti jaminan utang atau gadai.
B.    AKAD DALAM OPERSI LEMBAGA KEUANGAN(BANK) SYARIAH
Fikih muamalat Islam membedakan antara wa’ad dengan akad. Wa’ad adalah janji (promise) antara satu pihak kepada pihak lainnya, sementara akad adalah kontrak antara dua belah pihak. Wa’ad hanya mengikat satu pihak, yakni pihak yang memberi janji berkewajiban untuk melaksanakan kewajibannya. Sedangkan pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apa-apa terhadap pihak lainnya. Dalam wa’ad, terms and condition-nya belum ditetapkan secara rinci da spesifik (belum well defined). Bila pihak yang berjanji tidak dapat memenuhi janjinya, maka sanksi yang diterimanya lebih merupakan sanksi moral.
Di lain pihak, akad mengikat kedua belah pihak yang saling bersepakat, yakni masing-masing pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-masing yang telah disepakati terlebih dahulu. Dalam akad, terms and condition-nya sudah ditetapkan secara rinci dan spesifik (sudah well-defined). Bila salah satu atau kedua pihak yang terikat dalam kontrak itu tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka ia/mereka menerima sanksi seperti yang sudah disepakati dalam akad. Fikih muamalat membagi lagi akad menjadi dua bagian, yakni akad tabarru’ dan akad tijarah/mu’awadah.
1.     AKAD TABARRU’
Akad tabarru’ (gratuitous contract) adalah segala macam perjanjian yang menyangkut not-for profit transaction (transaksi nirlaba). Transaksi ini pada hakekatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersil. Akad Tabarru yaitu akad yang dimaksudkan untuk menolong sesama dan murni semata-mata mengharap ridha dan pahala dari Allah SWT, sama sekali tidak ada unsur mencari return, ataupun suatu motif. Yang termasuk katagore akad jenis ini diantaranya adalah Hibah,  Ibra, Wakalah, Kafalah, Hawalah, Rahn  dan Qirad.. 3 (tiga) bentuk umum akad tabarru’, yakni:
a.      Meminjamkan Uang (lending $
b.     Meminjamkan Jasa Kita (lending yourself)
c.      Memberikan sesuatu (giving something)

2.     AKAD TIJARAH
Seperti yang telah kita singgung di atas, berbeda dengan akad tabarru’, maka akad tijarah/mu’awadah (compensational contract) adalah segala macam perjanjian yang menyangkut for profit transaction. Akad-akad ini dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan, karena itu bersifat komersil. berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperolehnya, akad tijarah pun dapat kita bagi menjadi dua kelompok besar, yakni:
a.      Natural Uncertainty Contracts
b.     Natural Certainty Contracts




DAFTAR PUSTAKA
-------------Gemala Dewi, Wirdyaningsih, Yeni Salma Barlinti, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Prenada Media, Jakarta 2005


Baitul Maal Wattamwil


BAITUL MAAL WATTAMWIL

Makalah
Disusun untuk melengkapi Tugas pada Mata Kuliah Bank dan Lembaga Keuangan Syariah

Oleh
SRI APRIYANTI HUSAIN
921409015






PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
GORONTALO, 2012



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Pendahuluan
Lembaga bisnis Islami (syariah) merupakan salah satu instrument yang digunakan untuk mengatur aturan-aturan ekonomi Islam. Sebagai bagian dari sistem ekonomi, lembaga tersebut merupakan bagian dari keseluruhan sistem sosial. Oleh karenanya, keberadaannya harus dipandang dalam konteks keseluruhan keberadaan masyarakat (manusia), serta nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Islam menolak pandangan yang menyatakan bahwa ilmu ekonomi merupakan ilmu yang netral-nilai. Padahal ilmu ekonomi merupakan ilmu yang syarat orientasi nilai. Sebenarnya, bisnis secara syariah tidak hanya berkaitan dengan larangan bisnis yang berhubungan dengan, seperti masalah alkohol, pornografi, perjudian, dan aktivitas lain yang menurut pandangan Islam seperti tidak bermoral dan antisosial. Akan tetapi bisnis secara syariah ditunjukan untuk memberikan sumbangan positif terhadap pencapaian tujuan sosial-ekonomi masyarakat yang lebih baik. Bisnis secara syariah dijalankan untuk menciptakan iklim bisnis yang baik dan lepas dari praktik kecurangan.
Dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi, dunia Islam mempunyai sistem perekonomian yang berbasiskan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Syariah yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadits serta dilengkapi dengan Al Ijma dan Al Qiyas. Sistem perekonomian Islam, saat ini lebih dikenal dengan istilah Sistem Ekonomi Syariah.
Al Quran mengatur kegiatan bisnis bagi orang-perorang dan kegiatan ekonomi secara makro bagi seluruh umat di dunia secara eksplisit dengan banyaknya instruksi yang sangat detail tentang hal yang dibolehkan dan tidak dibolehkan dalam menjalankan praktek-praktek sosial-ekonomi. Para ahli yang meneliti tentang hal-hal yang ada dalam Al Quran mengakui bahwa praktek perundang-undangan Al Quran selalu berhubungan dengan transaksi. Hal ini, menandakan bahwa betapa aktivitas ekonomi itu sangat penting menurut Al Quran.
Ekonomi Syariah menganut faham Ekonomi Keseimbangan, sesuai dengan pandangan Islam, yakni bahwa hak individu dan masyarakat diletakkan dalam neraca keseimbangan yang adil tentang dunia dan akhirat, jiwa dan raga, akal dan hati, perumpamaan dan kenyataan, iman dan kekuasaan. Ekonomi Keseimbangan merupakan faham ekonomi yang moderat tidak menzalimi masyarakat, khususnya kaum lemah sebagaimana yang terjadi pada masyarakat kapitalis. Di samping itu, Islam juga tidak menzalimi hak individu sebagaimana yang dilakukan oleh kaum sosialis, tetapi Islam mengakui hak individul dan masyarakat.
Dari kajian-kajian yang telah dilakukan, ternyata Sistem Ekonomi Syariah mempunyai konsep yang lengkap dan seimbang dalam segala hal kehidupan, namun sebagian umat Islam, tidak menyadari hal itu karena masih berpikir dengan kerangka ekonomi kapitalis-sekuler, sebab telah berabad-abad dijajah oleh bangsa Barat, dan juga bahwa pandangan dari Barat selalu lebih hebat. Padahal tanpa disadari ternyata di dunia Barat sendiri telah banyak negara mulai mendalami sistem perekonomian yang berbasiskan Syariah.
Lembaga Keuangan Syariah sebagai bagian dari Sistem Ekonomi Syariah, dalam menjalankan bisnis dan usahanya juga tidak terlepas dari saringan Syariah. Oleh karena itu, Lembaga Keuangan Syariah tidak akan mungkin membiayai usaha-usaha yang di dalamnya terkandung hal-hal yang diharamkan, proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat luas, berkaitan dengan perbuatan mesum/ asusila, perjudian, peredaran narkoba, senjata illegal, serta proyek-proyek yang dapat merugikan syiar Islam. Untuk itu dalam struktur organisasi Lembaga Keuangan Syariah harus terdapat Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi produk dan operasional lembaga tersebut.
Lembaga Keuangan Syariah, dalam setiap transaksi tidak mengenal bunga, baik dalam menghimpun tabungan investasi masyarakat ataupun dalam pembiayaan bagi dunia usaha yang membutuhkannya. Menurut Dr. M. Umer Chapra , penghapusan bunga akan menghilangkan sumber ketidakadilan antara penyedia dana dan pengusaha. Keuntungan total pada modal akan dibagi di antara kedua pihak menurut keadilan. Pihak penyedia dana tidak akan dijamin dengan laju keuntungan di depan meskipun bisnis itu ternyata tidak menguntungkan.
Sistem bunga akan merugikan penghimpunan modal, baik suku bunga tersebut tinggi maupun rendah. Suku bunga yang tinggi akan menghukum pengusaha sehingga akan menghambat investasi dan formasi modal yang pada akhirnya akan menimbulkan penurunan dalam produktivitas dan kesempatan kerja serta laju pertumbuhan yang rendah.
1.2            Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya yaitu:
1)     Apakah Pengertian Baitul Maal Wattamwil
2)     Bagaimana Sejarah Berdirinya Baitul Maal Wattamwil
3)     Bagaimana Organisasi Baitul Maal Wattamwil
4)     Apa Saja Prinsip Operasi Baitul Maal Wattamwil
5)     Penghimpunan Dana pada Baitul Maal Wattamwil
6)     Bagaimana Cara Mendirikan Baitul Maal Wattamwil
7)     Apa Kendala Pengembangan Baitul Maal Wattamwil
8)     Bagaimana Strategi Pengembangan Baitul Maal Wattamwil
1.3            Tujuan Penulisan
1)     Untuk mengetahui apa Pengertian Baitul Maal Wattamwil
2)     Untuk mengetahui Sejarah Berdirinya Baitul Maal Wattamwil
3)     Untuk mengetahui Organisasi Baitul Maal Wattamwil
4)     Untuk Mengetahui Prinsip Operasi Baitul Maal Wattamwil
5)     Untuk mengetahui Penghimpunan Dana pada Baitul Maal Wattamwil
6)     Untuk mengetahui Cara Mendirikan Baitul Maal Wattamwil
7)     Untuk mengetahui Pengembangan Baitul Maal Wattamwil
8)     Untuk mengetahui Strategi Pengembangan Baitul Maal Wattamwil




BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Baitul Maal Wattamwil
Secara garis besar BMT memiliki 2 fungsi utama:
Bait al maal : lembaga yang mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, sepertihalnya zakat, infaq, dan sadaqoh. Bait at tamwil : lembaga yang mengarah pada usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial.
Dari definisi Sudarsono diatas dapat disimpulkan bahwa BMT mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi non profit department sebagai landasan histories bahwa baitul maal pada masa Islam klasik adalah berfungsi sebagai dana umat dan penyeimbang perekonomian, sedangkan fungsi kedua yaitu fungsi profit department karena sebagai panjang tangan dari bank Syariah yang di atas sudah dijelaskan bahwa kemampuan perbankan sangat terbatas untuk menjangkau sector usaha mikro dan kecil sehingga dibutuhkan lembaga keuangan yang komersial seperti bank sehingga dapat menjangkau sector tersebut, dan alternative pemikir ekonomi Islam untuk lembaga itu adalah BMT tersebut.
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) atau Balai Usaha Mandiri Terpadu, adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada system ekonomi yang salaam.

2.2  Sejarah Berdirinya Baitul Maal Wattamwil
Setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) timbul peluang untuk mendirikan untuk bank-bank yang berprinsip syariah. Operasionalisasi BMI kurang menjangkau usaha masyarakat kecil dan menengah, maka muncul usaha untuk mendirikan bank dan lembaga keuangan mikro, seperti BPR Syariah dan BMT yang bertujuan untuk mengatasi hambatan operasionalisasi daerah.
Disamping itu, ditengah-tengah kehidupan masyarakat yang hidup serba berkecukupan muncul kekhawatiran akan timbulya pengikisan akidah. Pegikisan akidah ini bukan hanya dipengaruhi dari aspek syiar islam tetapi juga dipengaruhi oleh ekonomi masyarakat. Sebagaimana diriwayatkan dari Rasulullah SAW,”Kefakiran itu mendekati kekufuran” maka keberadaan BMT diharapkan mampu mengatasi masalah ini lewat pemenuhan kebutuhan-kebutuhan ekonomi masyarakat.
Di lain pihak, beberapa masyarakat harus menghadapi rentenir atau lintah darat. Maraknya rentenir ditengah-tengah masyarakat mengakibatkan masyarakat semakin terjerumus pada masalah ekonomi yang tidak menentu. Besarnya pengaruh rentenir terhadap perekonomian masyarakat tidak lain karena tidak adanya unsur-unsur yang cukup akomodatif dalam menyelesaikan masalah yang masyarakat hadapi. Oleh karena itu, BMT diharapkan mampu berperan lebih aktif dalam memperbaiki kondisi ini.
Dengan keadaan tersebut keberadaan BMT setidaknya mempunyai beberapa peran :
1)     Menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi non-syariah. Aktif melakukan sosialisasi di tengah masyarakat tentang arti penting sistem ekonomi islam. Hal ini bisa dilakukan dengan pelatihan-pelatihan mengenai cara-cara bertransaksi yang islami, misalnya supaya ada bukti dalam transaksi, dilarang curang dalam menimbang barang, jujur terhadap konsumen dan sebagainya
2)     Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil. BMT harus bersikap aktif menjalankan fungsi sebagai lembaga keuangan mikro, misalnya dengan jalan pendampingan, pembinaan, penyuluhan, dan pengawasan terhadap usaha-usaha nasabah atau masyarakat umum
3)     Melepaskan ketergantungan pada rentenir, masyarakat yang masih tergantung pada rentenir disebabka rentenir mampu memenuhi keinginan masyarakat dalam memenuhi dana dengan segera. Maka BMT harus mampu melayani masyarakat lebih baik, misalnya selalu tersedia dana setiap saat, birokrasi yang sederhana dan lain sebagainya
4)     Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata. Fungsi BMT langsung berhadapan dengan masyarakat yang kompleks dituntut harus pandai bersikap, oleh karena itu langkah-langkah untuk melakukan evauasi dalam rangka pemetaan skala prioritas yang harus diperhatikan.

2.3  Organisasi Baitul Maal Wattamwil
Untuk memperlacar tugas BMT, maka diperlukan struktur untuk mendeskripsikan alur kerja yang harus dilakukan oleh personil yang ada di dalam BMT tersebut. Struktur organisasi BMT meliputi musyawarah anggota pemegang simpanan pokok, dewan syariah, Pembina manajemen, manajer, pemasaran, kasir, dan pembukuan. Adapun tugas dari masing-masing struktur tersebut adalah:
1)     Musyawarah anggota pemegang simpanan pokok memegang kekuasaan tertinggi di dalam memutuskan kebjakan-kebijakan makro BMT
2)     Dewan Syariah bertugas mengawasi dan menilai opersionalisasi BMT
3)     Pembina Manajemen bertugas untuk membina jalannya BMT dalam merealisasikan programnya
4)     Pemasaran betugas untuk mensosialisasikan dan mengelola produk-produk BMT
5)     Kasir bertugas melayani nasabah
6)     Pembukuan bertugas untuk melakukan pebukuan atas asset dan omzet BMT

2.4  Prinsip Operasi Baitul Maal Wattamwil
1)     Prinsip Bagi Hasil
Bagi hasil dilakukan antara BMT dengan pengelola dana dan antara BMT dengan penyedia dana (penyimpan/penabung). Bagi hasil ini dibedakan atas:
a)     Musyarakah, adalah suatu perkongsian antara dua pihak atau lebih dalam suatu proyek dimana masing-masing pihak berhak atas segala keuntungan dan bertanggung jawab atas segala kerugian yang terjadi sesuai dengan penyertaannya masing-masing
b)     Mudharabah, adalah perkongsian antara dua pihak dimana pihak pertama (shahib al amal) menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan dibagikan sesuai dengan rasio laba yang telah disepakati bersama terlebih dahulu di depan. Manakala rugi, shahib al amal akan kehilangan sebagian imbalan dari kerja keras dan manajerial skill selama proyek berlangsung
c)     Murabahah, adalah pola jual beli dengan membayar tangguh, sekali bayar.
d)     Muzaraah, adalah dengan memberikan l kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (prosentase) dari hasil panen
e)     Musaaqot, adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzaraah dimana si penggarapnya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan si penggarap berhak atas rasio tertentu dari hasil panen.
2)     Jual Beli dengan Mark Up (tambahan atas modal)
Jual beli dengan mark up merupakan tata cara jual beli yang dalam pelaksanaannya, BMT mengangkat nasabah sebagai agen (yang diberi kuasa) melakukan pembelian barang atas nama BMT, kemudian BMT bertindak sebagai penjual kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli tambah keuntungan bagi BMT atau sering disebut margin/mark up. Keuntungan yang diperoleh BMT akan dibagi kepada penyedia dan penyimpan dana. Jenis-jenisnya adalah:
a)     Bai Bitsaman Ajil (BBA), adalah proses jual beli dimana pembayaran dilakukan secara lebih dahulu dan penyerahan barang dilakukan kemudian.
b)     Bai As Salam, proses jual beli dimana pembayaran dilakukan terlebih dahulu dan penyerahan barang dilakukan kemudian
c)     Al Istishna, adalah kontrak order yang ditandatangani bersamaan antara pemesan dengan produsen untuk pembuatan jenis barang tertentu
d)     Ijarah atau Sewa, adalah dengan memberi penyewa untuk mengambil pemanfaatan dari sarana barang sewaan untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan yang besarnya telah disepakati bersama
e)     Bai Ut Takjiri, adakah suatu kontrak sewa yang diakhiri dengan penjualan. Dalam kontrak ini pembayaran sewa telah diperhitungkan sedemikian rupa sehingga padanya merupakan pembelian terhadap barang secara berangsur
f)      Musyarakah Mutanaqisah, adalah kombinasi antara musyawarah dengan ijarah (perkongsian dengan sewa). Dalam kontrak ini kedua belah pihak yang berkongsi menyertakan modalnya masing-masing.
3)     Pembiayaan Non Profit
Sistem ini disebut juga pembiayaan kebajikan. Sistem ini lebih bersifat sosial dan tidak profit oriented. Dalam BMT pembiayaan ini sering dikenal dengan Qard yang bertujuan untuk kegiatan produktif yang secara aplikatif peminjam dana hanya perlu mengembalikan modal yang dipinjam dari BMT apabila sudah jatuh tempo, yang tentu dengan beberapa criteria UMK yang harus dipenuhi.
Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah berada dalam koridor-koridorprinsip-prinsip:
1)     Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi dan resiko masing-masing pihak
2)     Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan
3)     Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan keuangan secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui kondisi dananya
4)     Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Ciri-ciri sebuah Lembaga Keuangan Syariah dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:
1)     Dalam menerima titipan dan investasi, Lembaga Keuangan Syariah harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah
2)     Hubungan antara investor (penyimpan dana), pengguna dana, dan Lembaga Keuangan Syariah sebagai intermediary institution, berdasarkan kemitraan, bukan hubungan debitur-kreditur
3)     Bisnis Lembaga Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan profit orianted, tetapi juga falah orianted, yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat
4)     Konsep yang digunakan dalam transaksi Lembaga Syariah berdasarkan prinsip kemitraan bagi hasil, jual beli atau sewa menyewa guna transaksi komersial, dan pinjam-meminjam (qardh/ kredit) guna transaksi sosial
5)     Lembaga Keuangan Syariah hanya melakukan investasi yang halal dan tidak menimbulkan kemudharatan serta tidak merugikan syiar Islam
Dalam membangun sebuah usaha, salah satu yang dibutuhkan adalah modal. Modal dalam pengertian ekonomi syariah bukan hanya uang, tetapi meliputi materi baik berupa uang ataupun materi lainnya, serta kemampuan dan kesempatan. Salah satu modal yang penting adalah sumber daya insani yang mempunyai kemampuan di bidangnya.
Sumber Daya Insani (SDI) yang dibutuhkan oleh sebuah lembaga keuangan syariah, adalah seorang yang mempunyai kemampuan profesionalitas yang tinggi, karena kegiatan usaha lembaga keuangan secara umum merupakan usaha yang berlandaskan kepada kepercayaan masyarakat.
Untuk SDI lembaga keuangan syariah, selain dituntut memiliki kemampuan teknis perbankan juga dituntut untuk memahami ketentuan dan prinsip syariah yang baik serta memilik akhlak dan moral yang Islami, yang dapat dijabarkan dan diselaraskan dengan sifat-sifat yang harus dipenuhi, yakni:
1)     Siddiq, yakni bersikap jujur terhadap diri sendiri, terhadap orang, dan Allah SWT
2)     Istiqomah, yakni bersikap teguh, sabar dan bijaksana
3)     Fathonah, yakni professional, disiplin, mentaati peraturan, bekerja keras, dan inovatif
4)     Amanah, yakni penuh tanggungjawab dan saling menghormati dalam menjalankan tugas dan melayani mitra usaha
5)     Tabligh, yakni bersikap mendidik, membina, dan memotivasi pihak lain untuk meningkatkan fungsinya sebagai kalifah di muka bumi.
Selain peningkatan kompetensi dan profesionalisme melalui pendidikan dan pelatihan, perlu juga diciptakan suasana yang mendukung di setiap lembaga keuangan syariah, tidak terbatas hanya pada layout serta physical performance, melainkan juga nuansa non fisik yang melibatkan gairah Islamiyah.
Hal ini perlu dilakukan sebagai environmental enforcement, mengingat agar sumber daya yang telah belajar dan mendapatkan pendidikan serta pelatihan yang baik, ketika masuk ke dalam pekerjaannya menjadi sia-sia karena lingkungannya tidak mendukung.
Bisnis berdasarakan syariah di negeri ini tampak mulai tumbuh. Pertumbuhan itu tampak jelas pada sektor keuangan. Dimana kita telah mencatat tiga bank umum syariah, 78 BPR Syariah, dan lebih dari 2000 unti Baitul Mal wa Tamwil. Lembaga ini telah mengelola berjuta bahkan bermiliar rupiah dana masyarakat sesuai dengan prinsip syariah. Lembaga keuangan tersebut harus beroperasi secara ketat berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Prinsip ini sangat berbeda dengan prinsip yang dianut oleh lembaga keuangan non-syariah.
Adapun prinsip-prinsip yang dirujuk adalah:
1)     Larangan menerapkan bunga pada semua bentuk dan jenis transaksi
2)     Menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan berdasarkan pada kewajaran dan keuntungan yang halal
3)     Mengeluarkan zakat dari hasil kegiatannya
4)     Larangan menjalankan monopoli
5)     Bekerja sama dalam membangun masyarakat, melalui aktivitas bisnis dan perdagangan yang tidak dilarang oleh Islam

2.5  Penghimpunan Dana pada Baitul Maal Wattamwil
2.5.1       Penyimpanan dan Penghimpunan Dana
1)     Sumber dana BMT
-        Dana masyarakat
-        Simpanan biasa
-        Simpanan berjangka atau deposito
-        Lewat kerja antara lembaga atau institusi
2)     Kebiasaan penggalangan dana
-        Penyandang dana rutin tapi tetap, besarnya dana biasanya variatif
-        Penyandang dana rutin tidak tetap besarnya dana biasanya variatif
-        Penyandang dana temporal-deposito minimal Rp. 1.000.000,- sampai Rp. 5.000.000,-
3)     Pengambilan dana
-        Pengambilan dana rutin tertentu yang tetap
-        Pengambilan dana tidak rutin tetapi tertentu
-        Pengambilan dana tidak tentu
-        Pengambilan danasejumlah tertentu tapi pasti
4)     Penyimpanan dan penggalangan dana dalam masyarakat dipengaruhi
-        Memperhatikan momentum
-        Mampu memberukan keuntungan
-        Memberikan rasa aman
-        Pelayanan optimal
-        Profesionalisme
2.5.2       Penggunaan Dana
1)     Penggalangan dana digunakan untuk:
-        Penyaluran melalui pembiayaan
-        Kas tangan
-        Ditabungkan di BPRS aau di bank syariah
2)     Penggunaan dana masyarakat yang harus disalurkan kepada:
-        Penggunaan dana BMT yang rutin dan tetap
-        Penggunaan dana BMT yang tidak rutin tapi tetap
-        Penggunaan dana BMT yang tidak tentu tapi tetap
-        Penggunaan dana BMT tidak tentu
3)     Sistem pengangsuran atau pengembalian dana
-        Pengangsuran yang rutin dan tetap
-        Pengangsuran yang tidak rutin dan tetap
-        Pengangsuran yang jatuh tempo
-        Pengangsuran yang tidak tentu
4)     Klasifikasi pembiayaan
-        Perdagangan
-        Industry rumah tangga
-        Pertanian/peternakan/perikanan
-        Konveksi
-        Kontruksi
-        Percetakan
-        Jasa-jasa/lain
5)     Jenis angsuran
-        Harian
-        Mingguan
-        2 mingguan
-        Bulanan
-        Jatuh tempo
6)     Antisipasi kemacetan dalam pembiayaan BMT
-        Ealuasi terhadap kegiatan pembiayaan
-        Erevisi segala kegiatan pembiayaan
-        Pemindahan akad baru
-        Mencarikan donator yang biasa menutup pembiayaan
2.5.3       Pelayanan Zakat Dan Shadaqah
1)     Penggalangan dana zakat, infaq, dan shadaqah(ZIS)
-        ZIS masyarakat
-        Lewat kerjasama antar BMT dengan Lembaga Badan Amil Zakat,   Infaq, dan Shadaqah(BAZIS)
2)     Dalam penyaluran dana ZIS
-        Digunakan untuk pemberian pemberian pembiayaan yang sifatnya hanya membantu
-        Pemberian beasiswa bagi peserta yang berprestasi aatu kurang mampu dalam membayar SPP
-        Penutupan terhadap pembiayaan yang macet karena fakto kesulitan pelunasan
-        Membantu masyarakat yang perlu pengobatan

2.6  Cara Mendirikan Baitul Maal Wattamwil
2.6.1       Modal Pendirian BMT
BMT dapat didirikan dengan modal awal Rp. 20.000.000,- atau lebih. Namun demikian, jika terdapat kesulitan dalam mengumpulkan modal awal, dapat dimulai dengan modal Rp. 10.000.000,-  bahkan Rp. 5.000.000,-. Modal awal ini dapat berasal dari satu atau beberapa tokoh masyarakat setempat, yayasan, kas masjid, atau BAZIS setempat. Namun sejak awal anggota pendiri BMT harus terdiri antara 20 sampai 44 anggota pendiri, agar BMT menjadi milik masyarakat setempat.
2.6.2       Badan Hukum BMT
BMT dapat didirikan dalam bentuk kelompok swadaya masyarakat atau koperasi
1)     KSM adalah Kelompok Swadaya Masyarakat dengan mendapat surat keterangan operasional dan PINBUK
2)     Koperasi serba usaha atau koperasi syariah
3)     Koperasi simpan pinjam syariah
2.6.3       Tahap Pendirian BMT
Adapun tahap-tahap pendirian BMT yaitu:
1)     Pemrakarsa membentuk panitia penyiapan pendirian BMT di lokasi tertent, seperti masjid, kelurahan, kecamatan, dan lainnya
2)     P3B mencari modal awa atau modal perangsang sebesar Rp. 5.000.000,- sampai p. 10.000.000,- atau lebih besar mencapai Rp. 20.000.000,- untuk segera memulai langkah opersional
3)     Atau langsung mencari pemodal-pemodal pendiri dari sekitar 20 sampai 44 orang di kawasan itu untuk mendapatkan dana urunan hingga mecapai jumlah Rp. 20.000.000,- atau minimal Rp. 5.000.000,-
4)     Jika calon pemodal telah ada maka dipilih pengurus yang ramping untuk mewakili pendiri dalam mengarahkan kebijakan BMT
5)     Melatih 3 calon pengelola denga menghubungi pusdiklat PINBUK Provinsi atau Kabupaten/Kota
6)     Melaksanakan persiapan-persiapan sarana perkantoran dan formulir yang diperlukan
7)     Menjalankan bisnis operasi BMT secara professional dan sehat

2.7  Kendala Pengembangan Baitul Maal Wattamwil
Prospek BMT sangat bagus, meski sama-sama menjalankan fungsi sebagai intermediasi dan masa pertumbuhan yang berbarengan, produk yang ditawarkan BMT lebih inovatif dan variatif disbanding Bank Syariah.
Direktur KBC (Karim Business Consulting) Adiwarman Karim pada Penguatan SDM pada praktisi BMT mengatakan. Akad murabahah BMT jauh lebih rumit dibanding yang dipraktikkan Bank Syariah. Karena di BMT banyak membiayai pedagang kelontong dengan puluhan item barang. Dari sisi asset, BMT memang masih kecil. Karena itu pembiayaanyapun membidik usaha mikro dan kecil. Namun dia yakin BMT akan memberikan kontribusi yang besar dalam pengembangan perekonomian syariah karena jumlahnya besar dan lokasinya pun tersebar hingga kedaerah terpencil.
Untuk itu Adi menghimbau sebuah komite pengembangan BMT yang terdiri dari praktisi BMT. Tugasnya mengembangkan produk BMT serta standar akuntansi dan legal formal transaksi BMT.
Menurut M. Burhan, pengurus BMT Safinah di Klaten, BMT belum dikawal dengan DPS yang mumpuni. Tak heran beberapa praktik BMT akhirnya tidak sesuai syariah akibat ketidaktahuan pengurus dan lemahnya peran DPS.
Dalam perkembangan BMT tentunya tidak lepas dari berbagai kendala. Adapun kendala-kendala tersebut diantaranya:
1)     Akumulasi kebutuhan dana masyarakat belum bisa dipenuhi BMT
2)     Adanya rentenir yang memberikan dana yang memadai dan pelayanan yang baik dibanding BMT
3)     Nasabah bermasalah
4)     Persaingan tidak Islami antar BMT
5)     Pengarahan pengelola pada orientasi bisnis terlalu dominant sehingga mengikis sedikit rasa idealis
6)     Ketimpangan fungsi utama BMT, antara baitul mal dengan baitutamwil.
7)     SDM kurang.
Ada beberapa strategi yang dapat digunakan dalam mengatasi problematika ekonomi yang ada di BMT saat ini :
1)     Optimalisasi SDM yang ada di BMT
2)     Strategi pemasaran yang lebih meluas
3)     Inovasi Produk sesuai kebutuhan masyarakat
4)     Pengembangan asset paradigmatic
5)     Fungsi partner BMT harus digalakkan bukan menjadi lawan
6)     Evaluasi Bersama BMT

2.8  Strategi Pengembangan Baitul Maal Wattamwil
Semakin berkembangnya masalah ekonomi masyarakat, maka berbagai kendala tidak mungkin dilepaskan dari BMT. Oleh karena itu perlu strategi yang jitu guna mempertahankan eksistensi BMT tersebut. Strategi tersebut adalah:
1)     Sumberdaya manusi yang kurang memadai kebanyakan berkorelasi dari tingkat pendidikan dan pengetahuan
2)     Strategi pemasaran yang local oriented berdampak pada lemahnya upaya BMT untuk mensosialisasikan produk-produk BMT di luar masyarakat di mana BMT itu berada
3)     Perlunya inovasi
4)     Untuk meningkatkan kualitas layanan BMT diperlukan pengetahuan strategic dalam bisnis
5)     Pengembangan aspek paradigmatic, diperlukan pengetahuan mengenai aspek bisnis islami sekaligus meningkatkan muatan-muatan islam dalam setiap perilaku pengelola dan karyawan BMT dengan masyarakat pada umumnya dan nasabah pada khususnya
6)     Sesama BMT sebagai partner dalam rangka mengentaskan ekonomi masyarakat, demikian antara BPRS dan BMT maupun Bank Syariah merupakan satu kesatuan yang berkesinambungan antara satu dengan lainnya mempunyai tujuan untuk menegakkan syariat islam di bidang ekonomi
7)     Perlu adanya evaluasi bersama guna memberikan peluang bagi BMT untuk lebih kompetitif
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) atau Balai Usaha Mandiri Terpadu, adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada system ekonomi yang salaam.
Adapun sejarah berdirinya BMT Yaitu: Setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) timbul peluang untuk mendirikan untuk bank-bank yang berprinsip syariah. Operasionalisasi BMI kurang menjangkau usaha masyarakat kecil dan menengah, maka muncul usaha untuk mendirikan bank dan lembaga keuangan mikro, seperti BPR Syariah dan BMT yang bertujuan untuk mengatasi hambatan operasionalisasi daerah.
Untuk memperlacar tugas BMT, maka diperlukan struktur untuk mendeskripsikan alur kerja yang harus dilakukan oleh personil yang ada di dalam BMT tersebut. Struktur organisasi BMT meliputi musyawarah anggota pemegang simpanan pokok, dewan syariah, Pembina manajemen, manajer, pemasaran, kasir, dan pembukuan

3.2 Saran
Ada beberapa strategi untuk mengatasi masalah pendanaan BMT yang dapat diterapkan:
1)     Optimalisasi lembaga pemerintahan yang mengadakan pendanaan BMT.
2)   Optimalisasi linkage program untuk penambahan permodalan BMT, baik itu antara BMT dan BPRS serta Bank Syariah, sehingga kemungkinan likuidasi BMT terjadi akan semakin mengecil.
3) Adanya pengawasan dan pembimbingan oleh instansi pemerintah terhadap sistem dan operasional BMT agar tercipta keterpaduan di dalamnya.


DAFTAR PUSTAKA
Muhamad, 2000. Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, UII Press Yogyakarta,
Muhamad, Prinsip-prinsip Akuntansi dalam Al-Quran, UII Press Yogyakarta
Heri Sudarsono. 2007. cetakan ke-empat. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi. Ekonosia. Yoyakarta